Kegigihan Pejuang Sinyal Beri Akses Komunikasi di Daerah 3T

Merdeka.com – Telekomunikasi seakan menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat saat ini. Pembangunan akan lebih mudah berjalan bila didukung infrastruktur memadai seperti telekomunikasi.

Sebab itu, Telkomsel terus berupaya menyediakan akses telekomunikasi bagi masyarakat di kawasan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Akses telekomunikasi dan informasi pun akan terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Kualitas layanan komunikasi yang baik akan berdampak lanjutan. Seperti memberi daya tarik investasi, peluang usaha, bahkan lapangan kerja baru. Sejatinya, menghadirkan jaringan telekomunikasi di daerah 3T perlu kerja keras yang kuat. Disinilah, kehadiran para pekerja di garis depan menjadi penting.

Akses yang sulit, kendala komunikasi, juga infrastruktur minim menjadi kendala dalam menghadirkan saran telekomunikasi memadai. Apalagi jika bertugas di daerah konflik, nyawa kerap jadi taruhan.

Namun, semua itu tak membikin patah semangat salah satunya Mochamad Azizil Hamid. Dia adalah karyawan Telkomsel yang bekerja sebagai Consumer Sales Operation di Atambua.

Dengan tak mengenal lelah, dia terus mengedukasi masyarakat tentang betapa pentingnya sarana telekomunikasi. Ia berjuang mempertahankan pelanggan yang ada di kawasan perbatasan RDTL (Republik Demokratik Timor Leste).

Tak jarang, butuh waktu tempuh hinngga 4 jam untuk sampai ke wilayah tertentu. Kendala bahasa serta kompetensi ketika melakukan edukasi ke outlet, dan juga fasilitas kesehatan yang bisa dibilang jauh dari kondisi memadai.

Agar hasil kerja maksimal, ia berbaur, berusaha mengenal banyak orang, berkenalan dengan mitra outlet yang punya hobi sama, ataupun warga warga lokal yang jualan ikan bakar. “Jadi semakin banyak kenalan akan semakin nyaman berada di lokasi,” jelas dia, Selasa (11/8).

Demi menghilangkan penat, dia melakukannya dengan menikmati alam sekitar. Seperti merasakan dinginnya perbukitan Fulan Fehan, deru ombak Pantai Tanjung Bastian, hingga menikmati sedapnya cakalang bakar di Wini.

Selama bertugas di daerah, dia pun dituntut berpikir kreatif. Misal membuat tutorial program yang diberi judul #kelasmalam alias Kami Ulas Supaya Kaka Paham yang akan digunakan untuk mengedukasi Sales Force (SF) dan Outlet terkait dengan produk atau program baru.

Laki-laki kelahiran Sidoarjo itu menyebut, tak jarang bersama karyawan lain, ia berbagi pengalaman, agar bisa bekerja optimal di area penugasan.

Adapula Umar Hasan, Staff Radio, Transport And Power Operation (RTPO) Merauke. Dia menuturkan betapa sulitnya bertugas, menjaga komunikasi di daerah terluar, terutama pada area yang masih banyak konflik seperti Papua.

Akses ke pedalaman, perjalanan jauh, kesulitan komunikasi, hingga pemadaman listrik, menjadi makanan sehari-hari sebagai kendala yang harus dihadapi. Dia berkisah pengalaman tak terlupakan, saat perjalanan ke site Oksibil di kabupatan Pegunungan Bintang. Di sana, bertemu dengan beberapa penjaga berseragam tapi tidak tampak seperti anggota keamanan yang berjaga di sebuah rumah belakang site.

“Kami disamperin saat menjelang malam untuk tidak beraktifitas, sambil orang-orang tersebut memegang senjata. Tapi hari itu berlangsung aman,” cerita Umar Hasan.

Pengalaman saat pulang ke Merauke dari Oksibil juga tidak kalah menegangkan. Kala itu Desember 2018, banyak orang yang pulang ke kampung halaman dari Oksibil untuk merayakan Natal bersama keluarga.

Pesawat penerbangan pun penuh, penerbangan ke Jayapura yang kosong hanya ada seminggu setelah hari terakhir bekerja di Oksibil. Tiba-tiba, dirinya mendapatkan info akan ada pesawat perintis yang memuat barang ke Tanah Merah Bovendigoel, 30 menit lagi akan terbang.

Tak berpikir panjang, Umar berusaha mengejarnya ke bandara karena melihat itu jadi satu-satunya pesawat yang bisa ditumpangi untuk keluar dari Oksibil. Meski akhirnya berhasil, tetapi dia harus menerima keadaan. Naik pesawat tanpa kursi, maupun safety belt dengan lama penerbangan 30 menit. Rute penerbangan melalui pegunungan di kabupaten Pegunungan Bintang, hingga sampai di Tanah Merah akhirnya berjalan dengan aman.

“Mudah-mudahan pekerjaan saya membantu banyak orang di ujung timur Indonesia. Ketika itu menghidupkan 4G pertama kali saat bulan Ramadan 2018 di Yahukimo. Senyum terlihat di wajah wajah yang saya temui, seperti guru sekolah dasar, juga warga sekitar,” tutur dia.

Dia mengaku jika sebagai seorang pejuang sinyal, susah senang harus diterima dan menjadi pengalaman. Ini demi membantu warga yang membutuhkan.

“Semoga semua yang perjuangkan sebagai karyawan Telkomsel di ujung timur Indonesia menjadi pengalaman hidup dan energy positif yang bisa kami bawa terus dan bisa kami tularkan,” ucapnya.

Berkat para pekerja Telkomsel di garis depan itulah, daerah terpencil seperti Desa Taratak Bancah Sumatera dengan jumlah penduduk sekitar 500 jiwa yang dikelilingi oleh bukit, kini mampu menikmati layanan telekomunikasi.

Begitu juga desa Wokoklibang yang terletak di bagian barat Pulau Adonara yang masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggata Timur, di mana akses menuju Desa yang dikelilingi lahan hutan kemiri dan harus dijangkau menggunakan kapal laut dan tiga jam perjalanan darat, kini sudah menikmati akses telekomunikasi. Semua itu, berkat kerja keras para karyawan Telkomsel di garis depan.

Exit mobile version