Makna Mudik dan Bahaya Resiko Transmisi Covid-19 di Indonesia

Jika larangan mudik tidak diterapkan di Indonesia, maka dapat diperkirakan akan terjadi ledakan kasus dan kenaikan jumlah kematian akibat Covid-19 yang tinggi seperti yang dialami India. Mudik berarti adanya mobilitas orang yang berpindah dari tempat domisilinya yang  tinggi ke tempat lain dan menyebabkan kontak antar manusia semakin besar sehingga resiko menularnya Covid-19 menjadi maksimal.

Bayangkan apa yang terjadi karena adanya peluang kontak antar manusia dan interaksi di antara mereka di area-area publik seperti terminal, stasiun dan bandara serta dalam kendaraan yang mestinya dijaga.  Sesampainya seorang pemudik dari kota ke desa, ia kemudian bisa beresiko menularkan orang-orang di desanya.

Jakarta, 26 April 2021. Mudik atau pulang kampung merupakan tradisi budaya yang amat penting di Indonesia, yang dilakukan menjelang hari raya Lebaran dan terutama dilakukan oleh  kalangan migran yang berasal dari kampung dan bekerja di perkotaan. Mereka yang sehari-harinya bekerja  di kota menganggap wajib pulang ke desa atau kampungnya guna merayakan hari raya lebaran dengan seluruh keluarga besar mereka.Setiap orang yang asalnya dari sebuah kampung namun mencari nafkah di kota-kota besar memang diharapkan untuk pulang kembali ke daerah asal, mengunjugi orangtua mereka, menikmati kebersamaan Lebaran dan sesudah itu bercengkrama melakukan wisata bersama sebelum kembali ke kota sesudah beberapa waktu kemudian.

Di Asia, tradisi tahunan yang mirip juga dikenal di negara-negara yang memiliki muslim terbesar di dunia seperti Malaysia, Pakistan dan Bangladesh. Melakukan mudik merupakan kesempatan setahun sekali yang harus diusahakan, sesudah setahun seseorang tidak bersama keluarga besar mereka karena tersebar di tempat-tempat yang berjauhan. Dalam sejarahnya, tradisi mudik di Indonesia mungkin sudah dikenal sejak masa Hindu-Budha kerajaan Majapahit seperti dituturkan dalam manuskrip-manuskrip. Awalya adalah kunjungan untuk menghormati leluhur saat roh mereka sedang kembali ke tempat asal mereka. Tradisi kunjungan ke makam-makam leluhur sejak masuknya Islam hingga sekarang merupakan penerusan dari tradisi tersebut.

Hal ini tidak berbeda dengan dikenalnya acara yang sama Di China atau Thailand ketika mereka merayakan acara Tahun Baru yang spesial. Pengalaman selama mudik yang hingar bingar bagi sebagian pemudik juga dianggap spesial dan berkesan. Tidak jarang mudik digunakan untuk memperlihatkan kesuksesan selama mereka setahun terakhir tinggal di kota dan mengumpulkan uang untuk dibelanjakan selama masa Liburan Lebaran. Pemandangan yang umum beberapa hari sebelum Lebaran adalah tingginya mobilitas manusia yang mengalir dari kota-kota besar seperti Jakarta ke wilayah-wilayah lain di propinsi Jawa Barat hingga Jawa Timur.

Jumlah pemudik di Jawa diperkirakan berjumlah hampir 40 jutaan orang per tahun semasa musim mudik. Jutaan pemudik akan tampak berbondong-bondong melakukan perjalanan menggunakan kendaraan apa saja. Kumpulan manusia-manusia yang amat padat adalah pemandangan biasa yang terlihat pada  beberapa hari sebelum lebaran. Ia dapat disaksikan baik di bandara, jalan-jalan tol dan jalan utama, serta stasiun dan kereta api dan di pesisir utara pulau Jawa. Tentu saja momen mudik dan Lebaran di kampung halaman juga dianggap oleh para pemudik sebagai amat spesial.

Selama beberapa hari di tempat asalnya, para pemudik tidak jarang akan mengunjungi keluarga dekat yang dicintainya, termasuk orangtuanya untuk merayakan Lebaran bersama. Kegiatan ini tentu bagus untuk  perkembangan ekonomi, dapat menciptakan laju perekonomian dan memberi insentif bagi bisnis dan pelaku usaha serta penyerapan tenaga kerja.

Mudik dan Resiko Penularan Covid 19 Varian Baru Yang Tinggi

Bila masih diizinkan, dengan makna mudik yang spesial,  mudik jelas sekali praktek yang  amat riskan dan berbahaya bagi penyebaran dan transmisi covid-19 di tengah-tengah pandemi yang masih belum tuntas. Para epidemiolog sedunia termasuk di Australia telah menyatakan tentang resiko dan bahaya yang amat besar bila larangan pergerakan manusia termasuk mudik tidak diterapkan dengan keras oleh pemerintah suatu negara. Pandemi juga terus memperlihatkan perkembangannya, terutama munculnya varian-varian baru.

Varian baru virus Corona yang lebih menular yakni B 117 misalnya. Bersama  varian-varian lain belum bisa terdeteksi dengan tingkat penularan yang lebih cepat sekaligus menandakan pandemi ini masih dalam tingkat membahayakan. Khususnya  Indonesia, tingkat resikonya peningkatan penularan Covid-19 lebih tinggi lagi. Dibanding dengan Australia misalnya, tingkat melakukan tes di Indonesia pun masih jauh lebih rendah. Walaupun tingkat penularan Covid-19 di Australia termasuk yang amat rendah, pemerintah masih terus tidak secara gegabah dalam membiarkan pergerakan orang di Australia dan tetap menerapkan prokes yang sesuai prosedur.

Sementarta itu, Kemampuan Indonesia menguji sampel amat terbatas, baik lokasi maupun pengujian sampel. Dengan kenyataan bahwa penularan pandemi belum seratus persen dapat terkontrol, elemen-elemen bagi tingginya resiko penularan Covid-19 masih dijumpai dalam  konteks praktek budaya semacam mudik ini di Indonesia.

Bila Mudik tidak diterapkan

Kata kunci pandemi Covid-19 yang penting mungkin adalah ‘konta;k dan ‘mobiltas masyarakat’. Kedua kata kunci itu penting dalam memahami mata rantai penularan. Kebijakan kesehatan yang tepat adalah kemampuan untuk mengontrol mobilitas orang dari daerah yang angka kasus tinggi ke daerah yang yang kasusnya rendah atau tidak ada sama sekali. Pecahnya pandemi Covid-19 yang akut di India muncul dan berkembang dalam konteks sesudah aturan pengaturan keleluasaan orang untuk melakukan perjalanan diterapkan untuk mencabut kebijakan lockdown yang lebih keras.

Sesudah menerapkan lockdown dengan ketat sepanjang tahun 2020, bulan Januari lalu India melonggarkan aturannya, sehingga jutaan orang  India berkesempatan melakukan perjalanan ziarah keagamaan terbesar Kumbh Mela dengan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan membuat kerumunan amat besar. Lalu apa yang terjadi? Penularan Covid-19 di India pun segera meledak dengan tajam.Tingkat penularan yang semula tercatat 11.000 per hari tiba-tiba melonjak hingga mencapai  270 ribu. Ini adalah jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding jumlah orang yang tertular ketika  pandemi di mulai. Dengan jumlah kasus sebesar 1,5 orang, kasus di India menyumbng sepertiga dari total kasus di seluruh dunia.

Tingkat Kematian Akibat Covid Begitu Tingginya.

Berita dan video-video yang memperlihatkan perjuangan nakes dan dokter serta masalah sulitnya kremasi begitu banyak pasien yang meninggal telah disebarkan di mana-mana di media.India tidak memperkirakan bahwa kebijakan salah yang diterapkan itu menyebabkan mereka kewalahan mengantisipasi.  Jmlah rumah sakit dan ventilator amat terbatas dan tidak cukup di India. Sistem kesehatan di India pun lemah dan tidak siap untuk menghadapi lonjakan jumlah pasien baru. Sampai detik ini begitu banyak korban Covid-19 yang meninggal karena tidak sempat tertangani.

Skenario bagi Indonesia

Pemerintah Indonesia tampaknya harus selalu mengingatkan secara tegas mengenai larangan mudik ini kepada masyarakatnya. Dengan segala konsekuensinya, sebagian masyarakat Indonesia masih saja tidak mau tahu resiko melakukan mudik dan berusaha melanggar aturan itu sebisanya secara diam-diam. Penerapan sanksi tidak selalu menyurutkan keinginan orang yang nekad tetap melakukan perjalanan meskipun berpotensi membahayakan keluarga maupun masyarakat seisi desa di mana pemudik itu berasal.

Hanya dengan kesuksesan dalam pengendalian tersebut, maka kepentingan kesehatan dan perekonomian di Indonesia dapat terjaga berkat transmisi Covid-19 yang terkontrol. Jika larangan mudik tidak diterapkan di Indonesia, maka dapat diperkirakan akan terjadi ledakan kasus dan kenaikan jumlah kematian akibat Covid-19 yang tinggi seperti yang dialami oleh India. Mudik berarti adanya mobilitas orang yang berpindah dari tempat domisilinya yang  tinggi ke tempat lain dan menyebabkan kontak antar manusia semakin besar sehingga resiko menularnya Covid-19 menjadi maksimal.

Bayangkan apa yang terjadi karena adanya peluang kontak antar manusia dan interaksi di antara mereka di area-area publik seperti terminal, stasiun dan bandara serta dalam kendaraan yang mestinya dijaga. Sesampainya seorang pemudik dari kota ke desa, ia kemudian bisa beresiko menularkan orang-orang di desanya. Apalagi makna mudik sebenarnya bersilaturahmi dengan para orangtua, sehingga mudik telah menyebabkan mereka menjadi pihak yang amat tinggi beresiko tertular. Tidak seperti di negara-negara Barat lainnya, penularan dari orang sakit dengan yang  tidak namun tanpa gejala  adalah sulit ditelusuri. Akibatnya pandemi akhirnya meluas secara masif. Pandemi covid ini  juga akan menyebabkan perubahan karakteristik dari siapa yang terkena, dari penyakitnya  masyarakat menengah ke atas menjadi penyakit bagi orang di bawahnya dan tanpa bisa dikendalikan mata rantainya.

Dalam konteks bahaya melakukan mudik, perluasan sebaran covid akan makin terjadi dari kota ke desa dan dari zona merah ke zona aman yang tidak lagi terlindungi. Rantai penularan akan sulit ditelusuri dan dideteksi akibat luasnya kontak antar manusia selama dan sesudah mudik dilakukan. Epidemiolog Dicky Budiman dari Univ Griffith di Australia menyatakan bahwa ada risiko dan bahaya di balik tidak adanya pembatasan mobilitas selama mudik. Selain itu, sistem deteksi kasus Covid-19 di Indonesia juga masih lemah. Tidak mengherankan bila angka tes kasus covid -19 di Indonesia belum memadai seperti dalam angka laporan kasus yang resmi sebagaimana terlihat dari banyaknya orang yang sakit dan meninggal tanpa diketahui sebabnya. Selain itu, menurut Dicky Budiman, masih jauhnya vaksinasi dijalanakn di Indonesia dari total target sasaran juga makin melemahkan kesiapan Indonesia. (Isk – dari berbagai sumber)

Exit mobile version