Jakarta — Emil Audero berpeluang mencatat debutnya bersama Timnas Indonesia saat menghadapi China dalam lanjutan fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Kamis (5/6/2025) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Jika tampil, Emil akan menjadi kiper ketujuh yang menjalani debut bersama skuad Garuda dalam lima tahun terakhir.
Sejak 2020, enam penjaga gawang telah melakukan debut bersama Timnas Indonesia, yakni Maarten Paes, Ernando Ari Sutaryadi, Nadeo Argawinata, Muhammad Riyandi, Muhammad Adi Satryo, dan Syahrul Trisna. Menariknya, tak satu pun dari mereka mencatatkan clean sheet saat laga perdananya.
Maarten Paes mengawali debutnya pada 2024 melawan Arab Saudi yang berakhir imbang 1-1. Sementara Ernando mengawal gawang Indonesia dalam kemenangan 5-1 atas Laos di Piala AFF 2020 (yang digelar pada 2021). Nadeo mencatat debut dalam laga uji coba melawan Oman pada Mei 2021, di mana Indonesia kalah 1-3.
Muhammad Riyandi tampil perdana dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2022 menghadapi Uni Emirat Arab, namun harus kebobolan lima gol tanpa balas. Sementara itu, Adi Satryo mencatat debut dalam uji coba kontra Afghanistan yang berakhir 2-3. Syahrul Trisna, meski menang 4-2 atas Kamboja di Piala AFF 2020, tetap kebobolan dua gol.
Kini, harapan besar disematkan kepada Emil Audero—jika dipercaya tampil—untuk mematahkan ‘kutukan’ debut kiper Timnas yang selalu kebobolan. Reza Arya Pratama juga masuk dalam skenario kemungkinan debut, walau peluangnya lebih kecil.
Indonesia vs China: Ujian Kolektivitas dan Mentalitas
Pertandingan melawan China menjadi ujian penting bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga mental dan kolektivitas. Sejarah mencatat, Indonesia terakhir kali menang atas China pada 20 Februari 1987 dalam ajang King’s Cup. Dalam pertemuan terbaru, Indonesia takluk 1-2 di kandang China pada Oktober tahun lalu.
Pasca kekalahan itu, Timnas sempat diwarnai isu perpecahan internal akibat ego sektoral antarpemain. Namun, situasi tersebut kini dikabarkan mereda. Selama pemusatan latihan di Bali, tercermin suasana harmonis dan terbangunnya chemistry antar pemain, sebagaimana terlihat dalam dokumentasi foto dan video resmi.
Namun, keharmonisan itu belum cukup jika tak dibarengi dengan kedisiplinan dan kerjasama di lapangan. Dalam psikologi, ego adalah sifat dasar manusia—termasuk atlet. Ego bisa menjadi musuh dalam diri yang paling sulit ditaklukkan.
Pelatih kepala Patrick Kluivert dan jajaran asistennya diharapkan mampu mengelola dinamika ini. Strategi pragmatis yang diterapkan saat menang atas Bahrain, serta pelajaran dari kekalahan telak melawan Australia, bisa menjadi pijakan untuk menemukan racikan terbaik.
Menang Saja Tak Cukup, Butuh Karakter dan Chemistry
Kualitas individu pemain Indonesia saat ini di atas kertas memang lebih unggul dibanding China. Namun, sepak bola bukan tentang siapa yang lebih hebat secara individu, melainkan siapa yang lebih solid secara kolektif.
Karakter tim yang utuh, kompak dalam menyerang dan bertahan, menjadi kunci. Filosofi sederhana dalam membangun chemistry adalah: menyerang 100 persen, bertahan 120 persen. Artinya, butuh dedikasi total dari seluruh pemain.
Ego putih—yakni bentuk ego positif yang mendorong motivasi, ambisi, dan semangat kolektif—harus dikedepankan. Sebaliknya, ego hitam yang mengarah pada kepentingan pribadi dan konflik internal, harus ditekan.
Timnas Indonesia bukan sekadar kumpulan pemain, melainkan representasi bangsa yang tengah dipacu untuk mencatat sejarah tampil di Piala Dunia 2026. Misi ini tidak bisa dicapai dengan setengah hati.
Pertandingan melawan China adalah momentum. Mampukah Emil Audero tampil gemilang dan mematahkan kutukan debut kiper? Mampukah Timnas Indonesia mencatat kemenangan dan menunjukkan bahwa mereka kini benar-benar berbeda?
Jawabannya akan tersaji di atas rumput hijau Senayan, Kamis malam.