SHARM EL SHEIKH – Optimisme tinggi menyelimuti KTT Global tentang masa depan Gaza di Mesir. Pada Senin (13/10/2025), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerukan era baru keharmonisan di Timur Tengah.
Pertemuan itu digelar setelah tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Lebih dari 20 pemimpin negara menghadiri KTT di Sharm El Sheikh, termasuk Presiden Indonesia Prabowo Subianto.
Trump memanfaatkan momen ini untuk mendorong perdamaian yang lebih luas. Ia menegaskan, permusuhan yang berlangsung lama harus disingkirkan.
Empat Pemimpin Teken Dokumen Awal
Presiden Trump, bersama tiga pemimpin utama kawasan, menandatangani dokumen perdamaian. Tiga pemimpin tersebut adalah Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani.
Trump menyebut dokumen ini sebagai langkah awal penting untuk masa depan Gaza. Meskipun demikian, rincian isi dokumen tersebut belum diungkapkan kepada publik. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tidak hadir dalam KTT tersebut.
Fase Gencatan Senjata Mulai Berjalan
Situasi di Gaza saat ini masih rapuh. Kedua pihak baru memulai fase pertama penerapan perjanjian gencatan senjata yang dimediasi oleh AS. Fase ini memiliki beberapa poin kunci.
- Pertama, pembebasan seluruh sandera Israel yang tersisa dari Hamas.
- Kedua, Israel harus membebaskan ribuan tahanan Palestina.
- Ketiga, bantuan kemanusiaan ke Gaza akan ditingkatkan secara masif.
- Keempat, pasukan Israel akan ditarik sebagian dari kota-kota besar di wilayah kantong tersebut.
Trump meyakini gencatan senjata ini akan bertahan lama. Ia menyatakan, seluruh pihak kini sudah lelah berperang.
Isu Kunci Belum Terjawab
Di balik optimisme Trump, sejumlah tantangan besar masih menanti. Para pengamat melihat isu mendasar konflik belum terselesaikan.
Pertama, belum ada kesepakatan pasti mengenai siapa yang akan memerintah Gaza pasca-perang. Kedua, proses rekonstruksi wilayah yang hancur total juga membutuhkan dana dan koordinasi masif.
Selain itu, tuntutan Israel agar Hamas melucuti senjata juga berpotensi memicu kegagalan negosiasi. Israel mengancam akan melanjutkan operasi militer jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Keberhasilan perdamaian ini sangat bergantung pada kepatuhan Israel dan Hamas. Peran AS sebagai penjamin utama juga menjadi sangat krusial.