JAKARTA – Setelah sempat menghilang dari sorotan publik pasca insiden penjarahan di kediamannya pada akhir Agustus 2025, Anggota DPR nonaktif dari Partai NasDem Ahmad Sahroni kembali muncul di hadapan publik. Ia menghadiri langsung acara Wisuda S3 di Universitas Borobudur, Jakarta, pada Selasa (14/10/2025).
Kehadiran Sahroni memastikan ia kini resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum. Politikus yang juga dikenal sebagai Bendahara Umum Partai NasDem ini menjadi nama pertama yang dipanggil dalam prosesi wisuda doktor.
“Doktor Haji Ahmad Sahroni S.E. M.Ikom. Judul disertasi: Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimum Remidium: Suatu Strategi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara,” panggil protokoler acara wisuda, sebagaimana terpantau melalui kanal YouTube Unbor TV, Selasa (14/10/2025).
Sahroni, yang lulus dengan predikat Cumlaude (menurut sumber lain) dan IPK 3,95, tampak gagah mengenakan toga S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur. Ia menyalami dan memberi hormat kepada jajaran pimpinan universitas, termasuk Rektor Bambang Bernantos.
Jalur Pendidikan Sahroni dan Isu Linieritas Ilmu
Mengacu pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Ahmad Sahroni memulai studi S3 Ilmu Hukum pada 1 September 2022 dan berhasil lulus tepat tiga tahun kemudian, yakni 14 Oktober 2025.
Perjalanan akademiknya menarik perhatian:
- S1: Program Studi Manajemen, STIE Pelita Bangsa (Lulus 2003).
- S2: Program Studi Ilmu Komunikasi, STIKOM InterStudi (Lulus 2019).
- S3: Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Borobudur (Lulus 2025).
Inilah yang memicu perdebatan di media sosial, terutama mengenai linieritas ilmu dari jenjang S1 hingga S3 yang dinilai loncat.
Sorotan Warganet: Disertasi dan Linieritas
Tidak hanya judul disertasi mengenai Pemberantasan Korupsi yang dianggap sebagian warganet sebagai “pengalaman pribadi” (n1sadist1
bahkan menyebut “teman sejawat”), namun masalah linieritas juga menjadi pertanyaan utama publik, seperti yang dilontarkan akun kudospersada
:
kudospersada : Emang Hukum boleh tidak linear ya S1-S3 nya…S1 Eko..S2 Kompu…S3 Hukum…????????????
Secara regulasi, ketentuan linieritas pendidikan di Indonesia umumnya lebih kaku bagi dosen yang ingin mengurus jabatan akademik, di mana linieritas diartikan sebagai relevansi dalam rumpun atau sub-rumpun ilmu. Namun, untuk pendaftar program Pascasarjana (S2/S3) non-dosen, beberapa kampus memang memperbolehkan non-linier sepanjang calon mahasiswa memenuhi persyaratan matrikulasi atau latar belakang yang dianggap relevan, khususnya jika bidang ilmu masih dalam Rumpun Ilmu yang berdekatan (misalnya rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora).
Namun, dalam kasus Ahmad Sahroni, lompatan dari Manajemen (S1), Komunikasi (S2), dan Ilmu Hukum (S3) memang tergolong jauh dari sisi bidang ilmu utama, meskipun ketiga program studi tersebut mungkin berada dalam Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora yang lebih luas. Hal ini menunjukkan adanya fleksibilitas atau kebijakan khusus yang diterapkan oleh Universitas Borobudur dalam penerimaan mahasiswa program doktor.