Disahkan di Tengah Kontroversi: RKUHAP Resmi Jadi UU, Berlaku Mulai 2 Januari 2026

Disahkan di Tengah Kontroversi-RKUHAP Resmi Jadi UU, Berlaku Mulai 2 Januari 2026

Disahkan di Tengah Kontroversi-RKUHAP Resmi Jadi UU, Berlaku Mulai 2 Januari 2026

Jakarta – Rapat Paripurna DPR RI secara resmi mengesahkan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang pada Selasa (18/11). Keputusan ini diambil di tengah adanya demonstrasi penolakan mahasiswa dan kritik keras dari koalisi masyarakat sipil, yang mempermasalahkan proses penyusunan legislasi vital ini.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, sigap membantah tudingan bahwa RKUHAP dibahas secara terburu-buru. Politikus Gerindra tersebut mengklaim bahwa RKUHAP telah dibahas secara intensif selama hampir setahun, terhitung sejak 6 November 2024. Ia juga mengklaim bahwa pembahasan telah memenuhi prinsip meaningful participation yang melibatkan banyak organisasi masyarakat, bahkan mengklaim bahwa 99,9 persen substansi perubahan RUU tersebut merupakan masukan masyarakat.

Namun, klaim Habiburokhman itu dibantah oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Koalisi tersebut bahkan melaporkan 11 anggota Panitia Kerja (Panja) RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR atas dugaan pelanggaran kode etik. Koalisi mempermasalahkan proses penyusunan RKUHAP yang dinilai tak memenuhi unsur partisipasi publik, dan menuding nama koalisi telah dicatut.

RKUHAP yang baru membawa 14 substansi perubahan penting. Salah satu fokus utama adalah akomodasi kelompok rentan. Pasal 236 menjamin hak penyandang disabilitas untuk bersaksi, bahkan jika mereka tidak melihat, mendengar, atau mengalami langsung, asalkan kesaksian disampaikan secara bebas. Selain itu, perlindungan dari penyiksaan diperkuat melalui Pasal 143 huruf m (Hak Saksi) dan Pasal 144 huruf y (Hak Korban) yang secara tegas menjamin hak untuk bebas dari penyiksaan, intimidasi, atau perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat manusia selama proses hukum.

Perubahan krusial lainnya terletak pada syarat penahanan. KUHAP baru menetapkan kriteria yang lebih spesifik, seperti mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, memberikan informasi tidak sesuai fakta saat pemeriksaan, menghambat proses pemeriksaan, atau berupaya melarikan diri. Ini menggantikan kriteria kekhawatiran melarikan diri pada KUHAP lama. Selain itu, jaminan hak tersangka diperluas, termasuk hak mengajukan keadilan restoratif dan perlindungan khusus bagi kelompok rentan.

Peran Advokat juga diperkuat. Advokat kini lebih aktif, memiliki hak imunitas (Pasal 149 ayat 2), dan mendapatkan akses bukti (Pasal 150 huruf j), serta dapat mendampingi tersangka (Pasal 142 huruf m). Penguatan Praperadilan pun diperluas jangkauannya. Praperadilan kini mencakup sah atau tidaknya pelaksanaan seluruh Upaya Paksa, termasuk penyitaan, penggeledahan, pemblokiran, pemeriksaan surat, hingga yang paling penting, penetapan tersangka.

Terkait resolusi konflik, RKUHAP baru telah mendefinisikan Keadilan Restoratif (restorative justice) dalam Pasal 1 angka 21. Wewenang untuk menyelesaikan perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif diberikan kepada Penyidik (Pasal 7 huruf k), dan penghentian penyidikan karena tercapainya penyelesaian restoratif diatur dalam Pasal 24 ayat 2 huruf h. Selain itu, terdapat pula pengaturan dalam Pasal 144 huruf x untuk hak korban dalam pernyataan dampak karena tindak pidana.

Aturan Turunan Dikebut Jelang Pemberlakuan 2026

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan bahwa KUHAP yang resmi disahkan akan berlaku pada 2 Januari 2026, berbarengan dengan KUHP yang telah lebih dulu disahkan. Supratman menegaskan bahwa berlakunya kedua kitab hukum ini menandai kesiapan hukum formil dan materil Indonesia.

“Yang jelas bahwa dengan berlakunya KUHP kita di tahun 2026, 2 Januari yang akan datang, sekarang KUHAP-nya juga sudah siap. Jadi otomatis dua hal ini, hukum materil dan formilnya itu dua-duanya sudah siap,” kata dia usai menghadiri Paripurna pengesahan KUHAP di kompleks parlemen, Selasa (18/11).

Pemerintah akan segera mempercepat proses penyusunan aturan turunan KUHAP baru. Supratman menyebut ada sekitar 18 aturan turunan yang harus disiapkan, termasuk tiga Peraturan Pemerintah (PP) yang mutlak harus diselesaikan sebelum tenggat waktu pemberlakuan.

“Ada kalau nggak salah, 18 atau 11 ya? Saya lupa berapa itu PP, yang kita mau percepat sampai dengan akhir tahun, karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada 3 PP yang mutlak harus diselesaikan,” katanya.

Exit mobile version