KOMPAS.com – Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal agar bisa mengikuti pelajaran secara daring.
Tak hanya itu, untuk sampai ke lokasi tersebut, para siswa tersebut harus menempuh jarak lebih kurang dua kilometer dari rumah mereka di Dusun Bah Pasungsang.
Cerita perjuangan para siswa tersebut menjadi viral di media sosial setelah diunggah oleh pemilik akun Facebook, Renni Rosari Sinaga, pada Jumat (1/8/2020).
Di dalam unggahannya itu, Renni menuliskan, sinyal bisa dibeli, dirinya yakin para siswa tersebut akan membelinya.
“Andaikan SIGNAL dapat di beli…. mereka pun pasti beli” tulis Renni di unggahannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Renni menceritakan kondisi para siswa di Dusun Bah Pasungsang yang kesulitan mencari sinyal saat mengikuti kegiatan belajar secara daring di tengah pandemi corona.
Dilansir dari Tribunnews, para siswa yang memanjat pohon sebagian besar siswa SMP hingga mahasiswa.
Untuk siswa tingkat sekolah dasar mengikuti pelajaran secara luring dengan berkelompok.
Menurut Renni, salah satu alasan para siswa mengikuti pelajaran secara luring karena di daerah tersebut belum terjangkau internet secara maksimal.
Letak dusun yang berada di antara Gunung Simarsuppit dan Simarsolpah, dianggap menjadi kendala akses internet tersebut.
“Aku bercerita tentang ANAK BANGSA yang ada di desa itu. Di Desa Bahpasunsang hanya ada satu gedung Sekolah Dasar.
Di masa Pendemi ini, siswa siswi SD tidak belajar di gedung Sekolah. Mereka taat aturan walau mereka bermukim di kelilingi hutan. Dan tetap belajar dengan luring….secara berkelompok dan mengikuti protokol kesehatan yang diatur oleh Kepala Sekolahnya Asni Selpiani Saragih dan Asni Marchello” tulis Renni.
Dilansir dari Tribunnews, kondisi yang diceritakan Renni diamini oleh Pengulu Nagori atau setingkat Kepala Desa Siporkas, Hendra Putra Saragih.
Menurutnya, dari 7 dusun di wilayahnya, 3 dusun terparah untuk sinyal internet adalah Dusun Bah Pasungsang, Dusun Butu Ganjang dan Dusun Borno.
Dirinya bahkan menjelaskan, jangankan untuk internet, untuk menelpon dari ketiga dusun ini pun tidak mungkin terakses.
“Saat ini aja kita duduk di ketinggian 947 meter. Ada beberapa puncak gunung di sini yang menghalangi (sinyal internet),” ujar salah satu kepala desa termuda di Kabupaten Simalungun ini.
Selain itu, pihaknya sebetulnya sudah mencoba menghubungi perusahaan penyedia jaringan internet untuk membangun tower di Dusun Bah Pasungsang.
Namun, menurut Hendra, usaha itu belum mendapat respon positif.
“Kita sempat surati perusahaan telekomunikasi pemerintah untuk dibangunkan tower jaringan di sini. Tapi gak ada tindak lanjut mereka untuk mau meng’iya’ kan,” ujar Hendra.
Hendra menambahkan, sebetulnya ada tower kecil internet di Balai Desa. Namun, kapasitas kecepatan internet tidak akan memadai jika dipakai beramai-ramai.
“Kita punya tower kecil. Cuma kalau dibuat ramai ramai malah gak bisa dimanfaatkan di kita sendiri untuk kirim file atau dokumen. Dan, kalau kita bukan untuk masyarakat lainnya, justru nanti ada yang iri iri,” terang Hendra.
Anggota DPRD tengah cari solusi
Sementara itu, kondisi tersebut ternyata sudah sampai ke anggota DPRD Simalungun.
Salah satunya Anggota Komisi IV DPRD Simalungun, Bernhard Damanik. Dirinya mengaku akan segera menggelar rapat dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun untuk mencari jalan keluarnya.
“Kita akui kawasan di Simalungun ini berbeda-beda. Oleh sebab itu, kita minta Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesuai topografi kawasan,” ujar Bernhard, Minggu (26/7/2020) kemarin.