Idntimes.com – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menargetkan pertumbuhan ekspor untuk sejumlah komoditas perkebunan hingga tiga kali lipat sampai lima tahun ke depan melalui kebijakan Gerakan Ekspor Tiga Kali Lipat (Gratieks). Mentan SYL pun mendorong agar para produsen dari hulu sampai eksportir mampu memacu produksi komoditas perkebunannya hingga tiga kali lipat.
“Harus dibantu oleh stakeholders lainnya, eksportir, pengusaha hingga di level paling bawah untuk mengembangkan. Tiga kali lipat ini dalam lima tahun karena perkebunan paling tidak tanam dua sampai tiga tahun baru bisa tumbuh,” ujar Mentan.
Untuk mendukung kebijakan Gratieks tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, mengatakan bahwa ada tujuh komoditas perkebunan yang saat ini memiliki potensi untuk peningkatan ekspor, yakni kopi, kakao, kelapa, jambu mete, lada, pala, dan vanili. Peningkatan produktivitas dan volume ekspor pada tujuh komoditas tersebut akan dilakukan melalui program Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah, dan Daya Saing (Grasida).
1. Kementan kembali mendorong dan menggalakkan pengembangan komoditas vanili
Untuk diketahui, komoditas perkebunan vanili pernah mengalami masa kejayaannya pada tahun 1980-an. Saat itu, harganya mencapai angka yang fantastis sehingga vanili mendapat julukan emas hijau karena harga jualnya di pasaran. Namun, karena harganya sempat terpuruk, para petani banyak yang membabat habis tanaman vanili di kebunnya.
Seiring adanya kenaikan harga dan perbaikan budi daya serta pengolahannya, Kementan kembali mendorong dan menggalakkan pengembangan komoditas vanili di daerah-daerah yang sebelumnya menjadi sentra produksi. Salah satunya di daerah Salatiga, Jawa Tengah.
Tim identifikasi vanili yang terdiri atas Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya dan Balai Penelitian Rempah dan Obat (Balittro) serta Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah melakukan peninjauan ke lokasi yang menjadi awal mula penyebaran vanili di Salatiga dan sekitarnya, yakni di Desa Randu Acir, Kecamatan Argomulyo, pada pertengahan Juli lalu.
2. Hasil panen vanili Salatiga pada masa kejayaannya bisa untuk menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi
Salah satu petani vanili di Desa Randu Acir yang masih melestarikan tanaman vanili dari tahun 1960 ialah Harjo (90). Menurutnya, vanili Salatiga pernah mencapai kejayaannya saat itu. Hasil panennya bisa untuk membeli ternak, lahan, dan menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. Namun, masa keemasan tersebut memudar ketika harga emas hijau itu jatuh di pasar internasional. Vanili lndonesia hanya dihargai Rp100 per kilogramnya.
Saat ini, Harjo bersama putranya, Jito, tetap menekuni budi daya vanili di Randu Acir. Jito yang pensiunan PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan aktif bersama Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Griya Vanili Salatiga Semarang mengembangkan kembali vanili, tidak hanya di Randu Acir, tapi juga merambah ke daerah lain.
3. Diperlukan pendampingan dan bimbingan agar vanili Salatiga kembali ke era kejayaannya
Sementara itu, Wakil Wali Kota Salatiga Muhammad Haris mengungkapkan perlunya pendampingan dan bimbingan agar vanili Salatiga kembali ke era kejayaannya. Ia juga mengatakan akan terus mengupayakan pembangunan infrastruktur, terutama sumber air, agar perekonomian di Desa Randu Acir meningkat.
Haris berharap, P4S Griya Vanili Salatiga Semarang yang bekerja sama dengan para pemulia vanili dari Balittro terus memberikan bimbingan kepada para petani agar vanili Salatiga meningkat kualitas dan daya saingnya. Haris juga berharap untuk BBPPTP Surabaya bisa membantu dengan benih vanili yang berkualitas.
“Sejarah membuktikan bahwa Salatiga turut berpotensi sebagai lumbung hasil bumi bernilai ekonomi tinggi, seperti vanili, kopi, karet, aren, kelapa, dan masih banyak lainnya. Ini selayaknya menjadi kekayaan bangsa sendiri dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar daerah tersebut pada khususnya,” pungkasnya.