Liputan6.com – Pemerintah sudah mengizinkan agar sekolah di zona kuning bisa melakukan pembelajaran tatap muka. Oleh karena pandemi Covid-19 belum berakhir, dibukanya kembali sekolah ini akan diawasi dengan ketat.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, Agus Sartono. Menurut dia, ini untuk menghindari adanya kluster baru. Sehingga, semua pihak harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
“Harus memastikan kesiapan sekolah/madrasah dalam menjalankan protokol kesehatan saat sekolah akan dibuka.
Guru dan tenaga kependidikan serta peserta didik harus benar-benar sehat agar sekolah tidak menjadi kluster baru,” kata Agus saat dikonfirmasi awak media, Senin (10/8/2020).
Dia juga menuturkan, para kepala daerah di sini juga mempunyai peran sangat penting untuk memastikan pembelajaran tatap muka di sekolah agar benar-benar aman.
“Ini harus bersama-sama. Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah juga harus bahu membahu,” ungkap Agus.
Dia mengkhawatirkan, daerah zona kuning, belum didukung dengan tingkat tes baik rapid maupun PCR secara masif seperti di daerah-daerah besar. Sehingga, penting untuk diawasi terus menerus jika sudah ada yang membuka sekolah untuk belajar tatap muka.
“Saya terus komunikasi dengan Kementerian agar menjaga protokol kesehatan,” tukasnya.
Izin Orang Tua
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, semua sekolah di zona hijau dan kuning yang akan melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka harus meminta izin orang tua untuk memulai kegiatan tersebut.
“Walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemerintah daerah/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, kepala sekolah, dan adanya persetujuan orangtua/wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah,” kata Nadiem kepada Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Sabtu (8/8/2020).
Ia mengatakan, persyaratan terakhir yang harus dipenuhi adalah adanya persetujuan dari orangtua atau wali peserta didik.
“Saya ingin mengingatkan sebagai menteri dan orangtua kalau sekolah itu mau melakukan tatap muka dan sudah membuka, masing-masing orangtua anak boleh tidak memperkenankan anaknya masuk ke dalam sekolah kalau mereka belum nyaman dan dibolehkan untuk melanjutkan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) kalau belum memberikan izin masuk sekolah tatap muka,” ungkap dia.
Nadiem menyampaikan, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50 persen dari standar peserta didik per kelas.
“Untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik. Untuk Sekolah Luar Biasa, yang awalnya 5-8 peserta didik menjadi lima peserta didik per kelas. Untuk PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi lima peserta didik per kelas,” katanya.
Begitu pula jumlah hari dan jam belajar akan dikurangi, dengan sistem pergiliran rombongan belajar yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
“Berarti semua sekolah harus melakukan rotasi ‘shifting’ dan juga tidak ada aktivitas kantin, berkumpul, ekstrakulikuler yang akan ada risiko interaksi antara masing-masing ruang belajar, hanya ada sekolah dan langsung pulang setelah sekolah dan tentunya wajib memakai masker dan juga bermacam-macam ‘check list’ yang sangat ketat,” kata Nadiem.