Kumparan.com – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menerima penghargaan terkait dengan inisiatif dan praktik baik yang dilakukan oleh Pemda DIY dalam upaya-upaya pencegahan korupsi. Penghargaan tersebut juga merupakan apresiasi atas keikutsertaan Pemda DIY pada program Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) tahun 2019-2020 yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penghargaan diberikan secara langsung oleh Ketua KPK Firli Bahruri didampingi oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo kepada Gubernur DIY pada Rabu (26/08) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Program Stranas PK ini sendiri diikuti oleh 596 peserta terdaftar yang terdiri dari 54 Kementerian Lembaga, 34 Gubernur, 508 Bupati dan Walikota. Dari jumlah tersebut, hanya tujuh partisipan terpilih yang hadir langsung di lokasi, sementara peserta lainnya hadir secara daring melalui video konferensi.
Penghargaan ini diberikan sebab Pemda DIY dinilai memiliki performa reformasi birokrasi yang baik yang terbukti dengan beberapa capaian. Beberapa diantaranya adalah predikat SAKIP AA selama dua kali berturut-turut, predikat WTP oleh BPK selama 10 kali berturut-turut, Outstanding Achievement of Public Service Innovation 2020, BKN Awards Tahun 2017 dan Tahun 2019, KASN Award Tahun 2018, Penilaian Penerapan Merit System dengan hasil baik pada tahun 2018 (tertinggi untuk Pemda), dan Capaian Reformasi Birokrasi Th 2019 dengan nilai A.
Pada sesi diskusi yang digelar, Sri Sultan menjelaskan beberapa strategi terkait reformasi birokrasi yang dijalankan Pemda DIY. “Kami telah coba lakukan dalam penyusunan kinerja, yakni job desc yang terbagi habis, dari kepala daerah hingga eselon empat. Kami menggunakan empat kriteria atau pilar sesuai dengan Balance Score Card yakni kinerja fisik, kinerja keuangan, perencanaan, dan pencapaian kinerja instansi. Sehingga percepatan untuk merit system ini harus bisa dilakukan,” jelas Sultan.
Selanjutnya, menurut Sultan, keberadaan assessment center, juga menjadi salah satu faktor yang melancarkan reformasi birokrasi pada bidang pengembangan SDM. “ Dari mulai pengangkatan, regenerasi lewat sini semua, karena kami membutuhkan talenta yang memadai. Karena ini juga bisa pola pengembangan seorang ASN dalam pemetaan kompetensi. Dari 1500 milenial yang jadi ASN untuk jadi eselon empat pun sudah kami screening, yang memungkinkan untuk berkembang adalah 300 orang. Bagaimana pengembangan leadershipnya, apakah dia orang lapangan, ataukah dia seorang konseptor,” tutur Sultan.
Sri Sultan menambahkan bahwa reformasi birokrasi dapat berjalan jika ada kemauan. “Kita harus punya kemauan untuk berubah dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Harapan saya, dalam waktu tidak terlalu lama, reformasi birokrasi di daerah itu membawa warna yang dominan dalam menyelenggarakan pembangunan, tapi juga civil society bisa terbentuk dengan baik. Karena bagaimanapun pemerintah daerah bisa menerjemahkan terbentuknya civil society yang dimungkinkan masyarakat itu jadi subjek dalam berproses untuk maju dan sejahtera. Dan juga bagi ASN, pengabdian, memihak pada rakyat itu menjadi sesuatu yang sangat penting,” jelas Sultan.
Selain itu, ketika berbicara mengenai reformasi birokrasi yang akan datang, pemihakan kepada masyarakat yang disertai dengan informasi yang terbuka dan akuntabel itu sangat penting. “Biarpun pemerintah daerah itu juga mengalami proses regenerasi, tapi tetap setiap generasi itu bersedia untuk mengabdikan diri untuk kepentigan masyarakat dan tetap mau belajar. Bahwa belajar adalah keniscayaan yang harus diutamakan di dalam mengabdi kepada seluruh warga masyarakat tanpa membedakan latar belakang apapun,” tegas Sultan.
Tindak Tegas Pelaku Penyalahgunaan Regulasi
Sementara itu, Ketua KPK RI Firli Bahruri telah menguraikan beberapa fokus utama yang menjadi kerangka kerja KPK yakni pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrakstruktur, penyederhanaan inflasi, penyederhanaan birokrasi, transformasi ekonomi. Terkait hal tersebut, KPK telah merumuskan lima fokus area yang dikerjakan yang menjadi komitmen seluruh insan KPK.
Firli menekankan, “KPK akan melakukan pemberantasan korupsi di bidang bisnis yang terkait tata niaga dan perizinan, korupsi terkait penegakan hukum dan reformasi birokrasi, korupsi terkait politik, korupsi terkait pelayanan publik, dan korupsi terkait sumber daya alam. Untuk itu, tiga hal yang diupayakan untuk mencegah praktik korupsi adalah pendidikan masyarakat, pencegahan korupsi, dan penindakan tegas dan terukur sesuai ketentuan UU.”
Di samping itu, seperti mengutip ujaran Presiden RI Joko Widodo, Firli menegaskan, “Tidak ada alasan untuk menunda-nunda aksi pencegahan korupsi dalam upaya pemberantasan korupsi. Jangan menebar ketakutan dan jangan menggigit yang tidak bersalah. Kalau ada yang masih membandel atau ada yang tetap korupsi, ada mens rea, maka silakan digigit dengan keras, uang negara harus diselamatkan.”
Presiden RI, Joko Widodo yang berpartisipasi melalui kanal video konferensi turut menyampaikan beberapa poin yang harus dijadikan perhatian dalam upaya pencegahan korupsi. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan aksi penindakan yang tegas terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu. “Momentum krisis kesehatan dan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini merupakan momentum tepat untuk kita berbenah secara komprehensif. Kita harus membangun tata kelola pemerintahan yang baik, cepat, produktif, efisien, dan di saat yang sama juga harus akuntabel dan bebas dari korupsi,” ujar Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga mengutarakan bahwa pemerintah sedang memulai sebuah tradisi yakni menerbitkan omnibus law. Jokowi berujar, “Ini adalah satu undang-undang selaras yang memberikan kepastian hukum, mendorong kecepatan kerja dan inovasi, akuntabel, dan bebas korupsi. Kita akan terus melakukan sinkronisasi kebijakan ini secara berkelanjutan. Jika Bapak dan Ibu menemukan yang peraturan tidak sinkron, silakan dilaporkan.”
Jokowi menegaskan bahwa jangan pernah memanfaatkan hukum yang belum sinkron ini untuk menakut-nakuti eksekutif, pengusaha, dan masyarakat. “Penyalahgunaan regulasi untuk menakuti akan membahayakan agenda pembangunan nasional. Yang seharusnya bisa kerjakan secara cepat, menjadi lambat karena adanya ketakutan-ketakutan itu. Saya tidak akan memberikan toleransi yang melakukan pelanggaran ini,” tegasnya.
Hal lain yang harus menjadi prioritas adalah penyederhaan birokrasi. Menurut Jokowi, “Organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan divisi harus disederhanakan. Eselonisasi harus kita sederhanakan tanpa mengurangi pendapatan penghasilan dari para birokrat. Terlalu banyak eselon akan semakin memperpanjang birokrasi, memecah anggaran dan unit kecil yang semakin susah pengawasannya. Anggaran akan habis hanya untuk rutinitas saja, padahal anggaran harusnya digunakan untuk program strategis yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.”