Kumparan.com – Perekonomian Indonesia saat ini sudah kembali beranjak ke sisi positif setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat dari pandemi Corona Virus Disease (COVID) – 19. Kenaikan tersebut dapat dilihat dari kenaikan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dari 46,9% naik mendekati 50%. Kemudian juga untuk perdagangan mengalami surplus sampai dengan 3 miliar dolar AS.
Pasar modal juga mengalami dampak yang sama, sejumlah sektor telah mulai beranjak dan diharapkan akan menjadi salah satu tanda bangkitnya ekonomi nasional. Kenaikan pasar modal dari titik terendah saat pandemi yaitu bulan April 2020 telah meningkat sebesar 31% untuk sektor industri, 31% untuk sektor industri kimia, 28% untuk pertanian, 20% untuk pertambangan dan keuangan, 18,5% untuk barang konsumsi, infrastruktur 11,5% dan perdagangan naik menjadi 6,7%. Selain itu terdapat kenaikan penjualan kendaraan bermotor yang sebelumnya berada pada angka minus 80% menjadi minus 40%.
Bangkitnya ekonomi nasional ini harus didorong juga dengan masyarakat yang disiplin dalam melaksanakan kegiatan New Normal atau yang sekarang disebut Kebiasaan Baru. Jika hal tersebut dapat dilakukan maka, akan mendorong penurunan kasus positif virus COVID-19. Karena jika kasus positif COVID-19 terus beranjak naik, maka akan berdampak pada perekonomian indonesia seperti yang terjadi pada awal tahun 2020 dimana diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar dimana hal tersebut dimaksudkan untuk menekan angka penyebaran virus COVID-19 namun berdampak besar pada perekonomian.
Pada Kuartal II tahun 2020, Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32%. Perlambatan ekonomi tersebut dapat dilihat pada konsumsi domestik yang mengalami kontraksi sebesar 5,5%. Hal tersebut merupakan yang terburuk dalam 20 tahun terakhir. Penurunan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh 58% PDB Indonesia yang bergantung pada konsumsi, industri makanan, fashion, transportasi, komunikasi dan akomodasi. Pemerintah berharap pada kuartal III tahun 2020 pertumbuhan ekonomi indonesia bisa mendekati angka 0 atau minus nol koma sekian.
Di tengah tren menurunnya daya beli, salah satu yang konsumsinya masih kuat adalah pemerintah dan BUMN. Oleh karena itu di tengah masih lemahnya daya beli masyarakat, Belanja kementerian/lembaga dan BUMN akan diarahkan khusus untuk menyerap produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi harapan terakhir pemerintah dalam memacu permintaan pada sisa tahun ini. Kebijakan tersebut diharapkan dapat Mencegah tekanan lebih dalam pada sektor tulang punggung yang berkontribusi 61% terhadap produk domestik bruto (PDB) tersebut. Dorongan dari sisi permintaan menjadi hal yang sangat penting untuk pemerintah agar dapat memulihkan perekonomian pada kuartal III dan kuartal IV. Serapan anggaran untuk progran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM masih rendah, per tanggal 26 Agustus 2020 di angka 45,76% dari pagu yang dianggarkan sebesar Rp123,46 triliun.
Kementerian BUMN telah berkomitmen agar produk UMKM bernilai di bawah Rp14 miliar diserap oleh BUMN via pasar digital. Produk-produk tersebut mencakup alat tulis, layanan katering, makanan ringan, suvenir, furnitur, dan jasa penyelenggara acara. Upaya untuk meningkatkan konsumsi lewat belanja pemerintah bukanlah terobosan baru. Hal tersebut telah dilaksanakan Sejak dahulu tetapi produk yang diserap hanya barang-barang tertentu seperti makanan ringan dan tekstil. Terdapat beberapa sektor yang paling membutuhkan peningkatan konsumsi yaitu sektor mebel, jasa konstruksi, dan alat pertanian.
Berbagai upaya disiapkan pemerintah untuk memacu peran UMKM demi meningkatkan kontribusi sektor tersebut bagi pemulihan ekonomi. Mulai dari alokasi PEN untuk UMKM yang menyedot jumlah terbesar kedua, hingga berbagai program belanja pemerintah dan BUMN yang didorong ke produk UMKM mengingat konsumsi masyarakat tidak bisa menjadi tumpuan seutuhnya di tengah penurunan daya beli. Untuk mampu rebound kuartal III/2020 dan IV/2020, pemerintah melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah memberikan stimulus Rp123,46 triliun, khusus koperasi dan UMKM. Berikut adalah rinciannya:
– Insentif pajak (PPh Final UMKM DTP) sebesar Rp2,4 Triliun
– Subsidi bungan KUR dan non-KUR sebesar Rp 35,28 Triliun
– Penempatan dana desa restrukturisasi UMKM sebesar Rp 78,78 Triliun
– Imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp5 triliun
– Dana cadangan penjaminan kepada PT Jamkrindo dan PT Askrindo sebesar Rp1 triliun
– Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM sebesar Rp1 Triliun
Selain itu, terdapat program inisiatif lain dalam mendukung PEN, yaitu Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM)
– Per 24 Agustus 2020 telah diluncurkan kepada 1 juta pelaku usaha mikro dengan nilai sebesar Rp2,4 juta per pelaku usaha mikro yang tersebar di 34 provinsi.
– Target sebelum akhir September sebanyak 9,16 juta pelaku usaha mikro akan menerima BPUM dengan total anggaran Rp22 triliun.
– Pemerintah juga memaksimalkan anggaran kementerian/lembaga senilai Rp321 triliun untuk menyerap produk UMKM nasional dari hulu ke hilir. Adapun, potensi belanja BUMN untuk produk UMKM mencapai Rp35 triliun.
Optimasi belanja yang dilakukan pemerintah merupakan solusi sementara untuk saat ini. Penurunan permintaan selama Covid-19 adalah hal yang wajar, akan tetapi bukan berarti anggaran pemerintah yang telah ditetapkan menjadi tak bermakna . Tujuannya memang bukan untuk memulihkan kembali ke sedia kala, hal tersebut dilakukan semata-mata untuk pencegahan penurunan yang lebih dalam