Republika.co.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut, tak sedikit organisasi masyarakat (ormas) yang menggangu ketertiban umum dan undang-undang (UU) yang berlaku. Tindakan itu, dia mencontohkan, seperti melakukan aktivitas radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Mahfud, radikal itu bentuknya takfiri, yakni menyalahkan orang lain. Radikal dia sebut sebagai gerakan yang melawan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan pemerintahan yang sah. Suatu paham dan gerakan untuk mengubah fundamental sosial dan politik, cenderung ekstrem dan tidak terukur mengganggu kehidupan sosial.
“Radikal dalam konteks yang salah, berusaha membongkar kesepakatan yang sudah dicapai, yakni NKRI dan Pancasila dan UUD 1945. Kalau mau mengubah, ada caranya, ada prosedurnya. Ikut partai politik,” kata Mahfud dalam keterangan pers, Rabu (30/9).
Mahfud mengatakan, saat ini Indonesia sudah punya UU Ormas yang mengatur pembubaran ormas yang bertentangan dengan dan ingin mengganti Pancasila dan NKRI. Namun, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai, aturan tersebut kurang rinci, sehingga ada peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) untuk membubarkan ormas berdasarkan hukum administrasi.
Salah satu ormas yang dibubarkan ialah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang Mahfud sebut jelas anti NKRI dan menyebut sebut Pancasila gagal serta demokrasi haram. Mahfud mengungkapkan, itu semua dinyatakan secara terbuka pada konferensi HT internasional pada 2007 di Jakarta.
“Kalau administrasi, bubarkan dulu, baru disidang. Kalau nggak terima, gugat pemerintah. Kalau hukum pidana, jangan dihukum dulu, disidang dulu baru dihukum,” jelas Mahfud.
Meski begitu, dia mengakui, pertumbuhan ormas yang sangat besar adalah konsekuensi dari demokrasi. Berdasarkan data yang ia sebutkan, ada sekitar 440 ribu ormas dengan berbagai variasinya berdiri di sejumlah tempat di Indonesia. Menurut Mahfud, itu merupakan bentuk kebebasan berserikat berkumpul dan menyampaikan pendapat dalam menyampaikan aspirasi baik lewat lisan maupun tulisan.
“Ormas tidak boleh diberangus. Ini instrumen penting dalam demokrasi. Tapi wajib tunduk pada pembatasan kepentingan orang lain dan aturan UU yang ada,” ungkap Mahfud.
Mahfud menyebutkan, pertumbuhan jumlah ormas di Indonesia semakin meningkat setelah era reformasi. Baik ormas itu berlatar profesi, etnis, kemahasiswaan, kepemudaan, keagamaan, politik, dan lainnya. Ormas-ormas itu berada di tingkat nasional hingga daerah.
Menurut dia, ormas dapat melakukan kerja sama dengan LSM asing dengan fasilitas pemerintah. “Ormas juga dapat melakukan pendidikan politik. Tetapi wajib mengakui Pancasila dan berperan memelihara keutuhan NKRI,” kata dia.