Hops.id – Penolakan atas UU Cipta Kerja atau Omnibus Law berlangsung di mana-mana, di media sosial riuh demikian juga di jalanan, buruh dan mahasiswa turun aksi menolak undang-undang tersebut. Demo merupakan bentuk protes, syukur-syukur pemerintah mau dengarkan aspirasi. Kalau tidak ya cuma ada dua cara jegal Omnibus Law.
Sebagian menjawab penolakan demonstrasi ini tak berefek, sebab undang-undang sudah disetujui parlemen. Ada saran buat apa capek-capek demo, mekanisme untuk membatalkan UU Cipta Kerja sesuai aturan tata negara yakni mengajukan uji materi undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yang bilang begini sih politikus PDIP tuh, Ruhut Sitompul.
“Cipta Kerja diketok palu sore ini di Sidang Paripurna DPR RI, selamat atas kerja kerasnya, yang tidak puas silahkan diselesaikan di ranah hukum melalui MK hati boleh panas kepala tetap dingin jangan mau demo dikompori para begundal-begundal provokator yang gagal paham/frustasi MERDEKA,” tulis Ruhut pada 5 Oktober lalu.
Namun ada jalan lain lho, untuk membatalkan Omnibus Law tanpa ke diuji di MK. Apa itu, tangan Jokowi lah yang bisa melakukannya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang alias Perppu.
Presiden PKS ngegas Perppu Omnibus Law
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu bersuara atas pengesahan UU Omnibus Law. Syaikhu yang baru dua hari menjabat Presiden PKS ini langsung ngegas lho, minta Jokowi cabut Omnibus Law dan menerbitkan Perppu.
“Presiden Jokowi bisa keluarkan Perppu jika memang benar-benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaultan ekonomi,” ujarnya dikutip dari laman PKS, dikutip Rabu 7 Oktober 2020.
Menurut Syaikhu, aksi unjuk rasa buruh dan koalisi masyarakat sipil ini sangat bisa dipahami. Karena kandungan UU Ciptaker baik secara materil dan formil banyak cacat dan merugikan masyarakat.
“Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita,” tegas Syaikhu.
UU Ciptaker, tambah Syaikhu, memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib Pekerja/buruh Indonesia dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor.
“Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon,” ujar Syaikhu.
Menurut Syaikhu UU Ciptaker ini bukan hanya cacat secara materi atau substansi tetapi juga cacat secara formil atau prosesnya. “UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan!”
“Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan,” kata Anggota Komisi V DPR RI itu.
Syaikhu berharap, pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat.
“Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi,” tegas Syaikhu.
Demokrat suarakan Perppu
Selain Presiden PKS, politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon juga menyuarakan Perppu.
Dia menanti-nanti bagaimana sikap Presiden Jokowi atas reaksi luas penolakan UU Omnibus Law dari publik. Kalau pun Jokowi ‘drama’ tak teken UU Cipta Kerja di meja kerjanya, namun tetap saja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, UU Cipta Kerja itu tetap berlaku, ada atau tidaknya tanda tangan Presiden Jokowi.
Menurutnya jalan yang bisa dilakukan Jokowi mengakomodasi penolakan dari rakyat yakni dengan menerbutkan Perppu.
“Melihat penolakan publik kita lihat apa yangg akan dilakukan pak
@jokowi. Paling memilih tidak tandatangan untuk memberi kesan tak setuju. Padahal semua tahu usul UU ini dr beliau. Dan tidak ditekenpun UU tetap berlaku. Yang tersisa tinggal janji keluarkan Perppu. Mari kita lihat..,” tulis Jansen di akun Twitternya.
Di luar partai politik, Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas HUkum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) juga memberi catatan buruk dalam perjalanan RUU Cipta Kerja sampai pengesahan menjadi undang-undang.
Mengingat UU itu sudah disetujui parlemen dan tinggal hitungan sebentar lagi sah menjadi undang-undang, PSHK FH UII menyatakan sikap masih ada jalan konstitusi yang bisa menjegal UU Omnibus Law tersebut.
Pertama, mengajukan uji formil dan uji materiil UU Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi dan kedua, mendesak Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan berlakunya UU Omnibus Law.