Liputan6.com, Jakarta Sejak vaksin COVID-19 disetujui untuk didistribusi sebagai penanganan darurat, kini sejumlah dosis telah disuntikkan ke jutaan umat manusia. Namun, semua ahli selalu mengungkapkan akan kehati-hatian pendistribusian vaksin COVID-19 agar efektif ke tubuh penerimanya.
Bukan tanpa alasan, penyimpanan vaksin harus di tempat yang sangat dingin. Misalnya vaksin Pfizer-BioNTech harus disimpan pada suhu pada suhu -94 ° F (-70°C) agar tetap efektif. Lalu vaksin Moderna yang meskipun tetap stabil di suhu yang lebih sejuk, tetap harus dikirim dan disimpan dalam keadaan beku, -4°F (-20°C) dilansir dari Prevention.
Jika suhu tersebut tidak dapat dipertahankan hingga jelang imunisasi, keefektifan unsur-unsur tertentu dapat menurun, sehingga vaksin tidak berguna. Vaksin dapat dicairkan jika ingin melakukan imunisasi.
Selain itu, vaksin Moderna dapat disimpan hingga 30 hari dalam kondisi beku, sedangkan vaksin Pfizer, sampai lima hari. Keduanya memiliki masa simpan penyimpanan dingin hingga enam bulan jika tidak segera diberikan asalkan disimpan dengan benar. Dan tentu vaksin lainnya juga memiliki suhu penyimpanan yang berbeda pula.
Mungkin Anda menanyakan, mengapa aturan ini penting untuk dipatuhi? Menurut para ahli tentu untuk mencegah kerusakan unsur-unsur vaksin.
Bahan terpenting vaksin, yaitu mesenger RNA (mRNA) merupakan materi genetik yang sangat penting untuk mengajarkan sel kekebalan kita bagaimana membuat spike protein yang cocok seperti yang ditemukan pada virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19. Sistem kekebalan itulah yang akan belajar bagaimana melindungi tubuh dari virus serupa jika nantinya bertemu kembali.
Pada dasarnya, molekul mRNA tidak stabil, terutama untuk dipertahankan dalam waktu lama.
“mRNA terdegradasi dengan cepat. Ada juga enzim di lingkungan dan di sekitar kita yang memecah mRNA,” kata profesor ahli mikrobiologi dan imunologi, Lisa Morici, PhD, di Tulane University School of Medicine, tempat ia mempelajari platform vaksin baru, dikutip dari Health.
Oleh karena itu, pembuat vaksin juga melapisi mRNA dalam nanopartikel lipid, yang berupa gelembung kecil lemak yang membantu melindungi mRNA terhadap enzim yang dapat menghancurkan materi genetik yang rapuh, hingga sampai ke sel kita.
Seorang direktur eksekutif layanan farmasi untuk New Jersey’s Atlantic Health System, Timothy Lise, PharmD, menjelaskan proses perlindungan ini seperti cokelat M&M. “Jika kita memegang cokelat (ini menggambarkan mRNA yang mudah rapuh), cokelatnya akan meleleh, tetapi dengan lapisan permen (ini menggambarkan nanopartikel lipid) di luarnya, cokelatnya tidak meleleh,” katanya.
Namun lapisan nanopartikel lipid masih belum cukup untuk melindungi mRNA. Di sinilah penyimpanan dingin berperan. Morici menjelaskan bahwa enzim yang memecah mRNA tidak bekerja pada suhu yang benar-benar dingin.
Adapun rumus nanopartikel lipid spesifik yang menentukan seberapa dingin vaksin COVID-19 harus disimpan, dirahasiakan oleh pembuat setiap vaksin. Oleh karena rumusnya yang berbeda pula, maka persyaratan penyimpanannya pun berbeda.