Laporan-laporan tentang perilaku penyimpangan polisi tidak saja di Indonesia di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, termasuk penjualan senjata yang kemudian mengarah kepada Tindakan korupsi dan pelanggaran kekuasaan. Di Amerika misalnya pernah dilaporkan kasus 2 oknum anggota kepolisian Gardena melakukan penjualan senjata dan amunisi secara online. Mereka kemudian ditangkap dan dituduh terlibat konspirasi dan tanpa izin melakukan kegiatan jual beli senjata api terhadap musuh Pemerintah. Jadi kejadian ini sudah umum dan sering terjadi di berbagai negara.
Jakarta, 24/2/2021. Baru-baru ini media massa melaporkan adanya 2 anggota polisi yang terlacak menjual senjata dan amunisi kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Kedua anggota polisi tersebut berasal dari Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease Maluku. Sehubungan dengan itu, Kapolda Maluku Irjen Refdi Andri memerintahkan Kapolresta Pulau Ambon berkoordinasi dengan Polres Bentuni dan Polda Papua Barat untuk melakukan pemeriksaan. (Kompas, 10/2/202).
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat dalam penjelasannya menyatakan bahwa penangkapan kedua oknum polisi itu merupakan pengembangan kasus seorang warga Bentuni yang kedapatan membawa senjata api dan amunisi. Sesudah diinterogasi, ia mengaku mendapatkan senjata api dan amunisi dari oknum polisi dari Polresta pulau Ambon tersebut.
Namun Roem tidak menjelaskan secara detail identitas dan peran kedua oknum polisi tersebut, termasuk jenis senjata dan amunisi serta hubungan mereka dengan KKB. Namun Roem berjanji akan memberi penjelasan kepada media setelah penyelidikan di Mapolda Maluku selesai (21/2/2021).
Dugaan Penjualan Senjata ilegal oleh oknum Brimob
Kasus penjualan senjata ilegal oknum polisi kepada KKB di Papua ini ternyata bukanlah yang pertama terjadi. Pada Oktober 2020 lalu juga telah diberitakan adanya oknum polisi dari satuan Brimob yang melakukan aksi serupa. Aksi tersebut berhasil digagalkan tim gabungan TNI dan Polri. Namun sesudah dikembangkan, diketahui ternyata bisnis senjata api ilegal tersebut sudah sering dilakukannya baik ke pihak perorangan maupun kelompok kriminal bersenjata sebanyak 6 kali. Fakta itu terungkap lewat penuturan rekan yang menjadi perantara oknum polisi tersebut (21/10/2020).
Sesudah aksi penjualan senjata dan amunisi oleh oknum Brimob ternyata kini berulang lagi. Kasus ini berarti bahwa ini termasuk persoalan serius yang perlu mendapat perhatian komprehensif dan hati-hati dari pihak kepolisian agar publik dapat mengetahui duduk persoalannya secara benar dan tidak menduga-duga atas apa yang ada di balik semua ini. Diperlukan adanya transparansi kepada pihak publik dan pemberian penekanan bahwa ini ulah oknum kepolisian, tidak mencerminkan institusi kepolisian dan sudah mendapat perhatian yang serius.
Penting ditekankan bahwa munculnya kembali aksi penjualan senjata ilegal kepada KKB di Papua harus dilihat sebagai aksi perorangan atau kelompok kecil dalam tubuh kepolisian. Mereka hanya sebagian kecil yang sengaja menyalahgunakan kekuasaan dan sumpahnya untuk melakukan tindakan melawan hukum dan tugas resminya demi keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Lebih jauh lagi, perlu dijelaskan bahwa masalah tindakan oknum-oknum kepolisian yang melanggar dan mencoreng korps seperti dijelaskan di atas tidak hanya dihadapi Indonesia tetapi juga dialami oleh dunia kepolisian lainnya di seluruh dunia. Harus disebutkan bahwa Polri selalu memiliki komitmen penuh dalam upaya menangani hal ini, demi penegakan hukum dan pembangunan citra polisi yang bersih dan tidak kontra produktif.
Kepercayaan Publik dan Media Sosial
Bila kasus-kasus seperti ini bermunculan kembali, jelas akan berpotensi mengganggu kepercayaan publik atas kebijakan Polri solid mengatasi persoalan-persoalan di Papua selama ini. Akan muncul konsekuensi serius bila ini ditangani secara hati-hati dan seksama terutama ulah sebagian oknum anggotanya yang mampu mencoreng nama baik Polri sebagai korps secara keseluruhan di masa mendatang.
Isu-isu ini juga berhubungan dengan citra kepolisian di dalam maupun luar negeri. Apalagi dengan berkembangnya penggunaan media sosial selama ini. Opini-opini tendensius dan politis yang tidak bertanggungjawab dapat mudah diciptakan untuk tujuan menggiring publik dengan pemahaman tertentu yang bisa mendeskriditkan tugas, wewenang dan pencapaiaan kerja Polri.
Khusus mengenai kegiatan dan berita tentang Brimob, terorisme dan Papua misalnya. Secara khusus topik ini di Australia selalu menjadi sorotan. Brimob sering dilaporkan sebagai pasukan penting bagi Polri dalam upaya-upayanya mengatasi masalah terorisme di Indonesia.
Australia adalah negara tetangga Indonesia di Selatan yang selalu memiliki kepentingan untuk mengetahui sepak terjang TNI dan Polri sehubungan tugas menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Indonesia. Jurnalis David Lipson dari ABC Australia pernah melaporkan ke publik betapa pentingnya peran Brimob sebagai pasukan elit paramiliter yang dimiliki Polri. Pasukan ini menurutnya berada di lini depan dalam melindungi Indonesia menghadapi kelompok teroris yang membahayakan keutuhan Indonesia. Pengalamannya menyaksikan aktivitas Brimob secara langsung dari dekat juga memberi kesan bahwa Brimob adalah pasukan yang profesional, amat terlatih dan lengkap dipersenjatai dalam aksi operasionalnya (ABC News, 22 Juli 2018).
Bila berita keterlibatan oknum Brimob dalam penjualan senjata dan amunisi ilegal kepada KKB Papua sampai pada publik Australia dalam angle tertentu, tentu ini akan bisa kontradiktif dengan citra Polri. Hal ini tidak akan menguntungkan diplomasi Indonesia di dunia internasional dan bisa menjadi bahan untuk memojokkan Polri di dalam negeri.Apalagi bila isu ini kemudian disangkutpautkan dengan masalah-masalah terkait lainnya seperti masalah hak asasi, citra polisi profesional dan bersih serta isu-isu lainnya.
Adalah penting menekankan bahwa yang diberitakan sebagai pemasok senjata bagi KKB hanyalah oknum polisi. Peristiwa tersebut amatlah disayangkan dan tidak sama sekali mewakili keseluruhan lembaga atau organisasi Polri tersebut. Harus dijelaskan bahwa mereka juga telah dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku sebagai tindakan pidana murni yang tidak bisa ditawar-tawar sesuai kebijakan Polri bahwa setiap anggotanya yang diketahui melanggar disiplin atau pindana harus ditindak tegas.
‘Good Cops’ dan’ Bad cops’ ada di mana-mana
Selain itu juga penting memberi pengetahuan kepada publik bahwa oknum polisi atau ‘bad cop’ itu ada di mana-mana, tidak saja di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Tidak jarang penyalahgunaan wewenang, kekuasaan dan pengaruh juga dilakukan bukan hanya oleh kelompok polisi biasa namun juga oleh kelompok elit yang memiliki akses terhadap senjata dan amunisi seperti halnya oknum Brimob yang dibicarakan di atas.
Yang mereka lakukan adalah bentuk pelanggaran tugas dan wewenang polisi sebagai penegak hukum. Mereka jelas telah melanggar kontrak politik dan menyalahgunakan kekuasaanya demi keuntungan pribadi. Harus disadari bahwa munculnya oknum polisi seperti ini terjadi di korps kepolisian manapun di tempat lain di dunia. Ini merupakan bagian dari membicarakan polisi yang korup yang melakukan aksinya demi kepentingan pribadi dan tidak mempedulikan citra korps yang juga harus dijaganya.
Sayangnya, aksi memang kadang dilakukan lebih dari satu orang, bahkan bisa dilakukan oleh suatu kelompok. Apalagi bila tindakan mereka tidak ketahuan, sehingga kemudian dapat dilakukan berulang kali. Tidak jarang aksi mereka sebenarnya diketahui koleganya namun karena satu dan lain hal, berusaha ditutup-tutupi. Tindakan ini di Amerika dikenal dengan istilah ‘blue code of silence’. Tentu saja dampaknya bisa buruk, karena berpotensi mempengaruhi anggota lain terinspirasi melakukan hal yang sama, sehingga mempengaruhi kinerja dan citra kepolisian setempat.
Laporan-laporan tentang perilaku polisi yang buruk juga datang tidak saja dari negara berkembang di Asia atau Amerika Latin namun juga dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Banyak laporan adanya kasus-kasus kolusi antara polisi dengan kelompok kejahatan dalam melakukan kegiatan ilegal di negara-negara tersebut. Kelompok-kelompok ilegal dan pengacau keamanan bisa terlindungi berkat bantuan oknum-oknum polisi yang berkuasa dan korup.
Media di Amerika misalnya pernah melaporkan kasus adanya 2 oknum anggota kepolisian Gardena yang menggunakan wewenang dan kekuasaanya melakukan ‘dealing’ penjualan senjata dan amunisi secara online. Mereka kemudian ditangkap dan dituduh terlibat konspirasi dan tanpa izin melakukan kegiatan jual beli senjata api terhadap musuh Pemerintah. (26/3/2018).
Perilaku oknum polisi yang melakukan penyelewengan tugasnya sebagai penegak hukum juga dilaporkan di Honduras dan Mexico. Menurut laporan Transparency.org (9/11/2017) banyak ‘arms trafificking’ di Honduras yang dimungkinkan berkat keterlibatan oknum militer dan kepolisian di dalamnya. Senjata yang diperjualbelikan dan beredar di pasar gelap itu mudah dikenali pihak kepolisian sebagai milik kedua institusi tersebut yang diperdagangkan secara ilegal kepada gang-gang kriminal termasuk kepada para pengacau keamanan yang selama ini menjadi musuh polisi dan Pemerintah.
Dukungan dan kepercayaan publik diperlukan
Seperti juga di Indonesia, pihak kepolisian di manapun selalu menaruh perhatian serius dan sungguh-sungguh dalam menangani keterlibatan oknumnya yang kontra produktif dalam penegakan hukum termasuk yang terlibat dalam penjualan senjata dan amunisi ilegal. Berbagai penyelidikan dan pencarian bagi solusi-solusi terbaik mengatasi masalah tersebut terus dikembangkan dan diterapkan dan selalu ada komitmen penuh di dalamnya.
Upaya penangkapan-penangkapan dan penyelidikan-penyelidikan terhadap aksi oknum polisi seperti ini hanyalah dapat ditangani sungguh-sungguh bila dapat dilihat sebagai masalah bersama. Keterlibatan aktif publik di dalamnya amat diperlukan untuk mendukung peran aktif pihak kepolisian dan memberi kepercayaan penuh kepada pihak kepolisian untuk melakukan kerja dan pengabdiannya. (ISK –dari berbagai sumber)