Dua anggota kepolisian ditangkap oleh personel Kepolisian Daerah Maluku. Mereka diduga terlibat dalam jaringan penjualan senjata api ke kelompok kriminal bersenjata ( KKB) di Papua. Padahal aparat kepolisian lainnya sedang berjuang memberantas KKB yang sudah lama meneror masyarakat Papua.
Jakarta, 24/2/2021 – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Paulus Waterpauw menjelaskan penangkapan kedua oknum polisi merupakan kerja sama satuan tugas (satgas) yang dibentuk untuk mengungkap jaringan itu.
“Saya mau kasih tahu ke semuanya bahwa dalam era teknologi seperti ini, kita sudah melakukan upaya-upaya sedemikian rupa. Jadi lambat atau cepat, oknum-oknum yang terlibat penjualan senjata pasti dapat lipat (tangkap),” ucap Paulus di Jayapura, Senin (22/2/2021).
Pengungkapan penjualan senjata api itu akan terus dilakukan. Dalam waktu dekat, pihaknya bakal mengungkap kasus penjualan senjata dari kelompok lain. “Rencana nanti ada pengungkapan kelompok Nabire, ada juga kelompok yang akan ke Sorong, lalu juga ke Ambon membawa senjata, itu sudah kita ikuti dan kami tidak akan ungkap di sini,” ujarnya.
Dua oknum polisi yang diduga menjual senjata ke KKB itu merupakan anggota Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pulau Ambon Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat mengatakan diringkusnya dua oknum polisi itu bermula dari penangkapan seorang warga Bintuni, Papua Barat.
Ia ditangkap saat kedapatan membawa senjata api dan amunisi pada Rabu (10/2/2021). Setelah diperiksa, diketahui senjata dan amunisi itu didapat dari anggota kepolisian yang bertugas di Polresta Pulau Ambon. Kapolda Maluku Irjen Refdi Andri lantas memerintahkan Kapolresta Pulau Ambon untuk berkoordinasi dengan Polres Teluk Bintuni dan Polda Papua Barat.
Ungkap Lika-liku Penjualan Senjata
Konflik bersenjata antara aparat keamanan Indonesia dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengungkap fakta penjualan senjata api. Bukan kali ini saja aparat TNI dan Polri menjual senjata dan amunisi kepada kelompok bersenjata di Papua.
Tetapi dalam kasus ini, jaringan penyuplai logistik perang ke TPNPB melibatkan anggota aktif dari dua institusi keamanan sekaligus. Dua anggota Polri berpangkat brigadir polisi dua SHP alias S dan MRA bertugas di Polres Kota Ambo dan Pulau-Pulau Lease, Provinsi Maluku, telah ditetapkan sebagai tersangka penjualan senpi bersama Praka MS dari Batalyon Infanteri 733 Masariku/Raider Kodam XVI/Pattimura.
Pengungkapan ketiga aparat itu berawal dari WT alias J (34) warga Nabire, Provinsi Papua Barat yang ditangkap pada 10 Februari 2021 saat berada di Bintuni. Polisi menyelidiki cara J memperoleh senjata api. Di sini J mengaku ke polisi bahwa senjata diperoleh dari Ambon. Berbekal keterangan J, Polda Maluku dan Kodam XVI/Pattimura menggelar penyelidikan bersama.
Hasilnya ditangkap tiga pelaku dari unsur aparat dan tiga lainnya dari sipil. Keenam pelaku dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1951. Ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup dan minimal 20 tahun penjara. Kabid Humas Polda Papua, Kombes Adam Erwindi mengatakan WT alias J merupakan perantara penjualan senjata ke kelompok bersenjata di Papua. “(Penjual ditangkap) oleh Polda Ambon. Kami tangkap perantaranya,” ujar Adam, Senin (22/2/2021).
Penjualan Senjata ke Kelompok Bersenjata Polisi menyita barang bukti dari J berupa satu senpi jenis revolver, satu senpi laras panjang rakitan tipe senapan serbu SS1, 7 amunisi revolver kaliber 3,8 mm, 600 peluru kaliber 5,56 mm dan satu magazine. J punya jaringan luas di kalangan aparat. Ia mengumpulkan barang masing-masing dari S berupa senpi laras panjang; revolver dan amunisinya dari MRA; dan ratusan amunisi dihargai Rp1,5 juta didapatkan dari Praka MS. Membawa barang ilegal melalui laut dari Ambon ke Teluk Bintuni, J berusaha mengelabui petugas senjata ditutupi kain. Tetapi aparat telah diberitahu akan ada penyelundupan. Aparat menguntit J setibanya di pelabuhan. Sebelum sampai daerah tujuan di Nabire, polisi sudah menangkapnya. J ditahan di Polres Bintuni. Lahan Basah Polisi menyimpulkan penjualan senjata sebatas motif ekonomi. Keuntungan berlipat ganda dari penjualan senpi memikat para pelaku.
Kapolresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Leo SN Simatupang mengatakan, S mengelak menjual senjata ke kelompok bersenjata di Papua, namun mengakui dua kali menjual senjata api rakitan kepada J. “Dia membeli senpi rakitan laras panjang jenis SS1 dari masyarakat seharga Rp6 juta lalu dijual kepada WT seharga Rp20 juta,” kata Kombes Leo menjelaskan motif Bripda S berdagang senjata ilegal, Selasa (23/2/2021).
Kerja sama TNI-Polri Bongkar Penjualan Senjata
Penangkapan pelaku dari anggota TNI melibatkan polisi militer. Komandan Pomdam XVI/Pattimura, Kolonel CPM Johni P.J Pelupessy mencurigai ada keterlibatan anggota TNI lain. “Tadi malam baru kami amankan jadi masih dilakukan pengembangan pemeriksaan apakah ada keterlibatan anggota lain terkait kepemilikan ratusan butir amunisi tersebut,” kata Kolonel CPM Johni.
Komandan Pomdam Pattimura ini mengaku curiga dengan jumlah amunisi yang begitu banyak tidak mungkin dimiliki sendiri oleh tersangka Praka MS. “Dari setiap kali kegiatan menembak, Praka MS mengaku mengumpulkan amunisi sebanyak 200 butir selama beberapa tahun serta tidak melibatkan rekan-rekannya, tetapi perlu diselidiki lagi 400 butir amunisi yang lain itu milik anggota yang mana,” ujarnya. Sanksi pidana menanti ketiga aparat tersebut. Johni menyebut, Praka MS selain didakwa penjualan senjata, juga akan dipecat dari kedinasan. Sedangkan dua polisi lain, kini menghadapi penyelidikan internal dari Divisi Propam Polri. Keduanya terancam hukuman pidana dan sanksi etik maksimal pemberhentian tidak dengan hormat.
Menanggapi bisnis senjata ilegal yang melibatkan polisi, Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpaw menegaskan cepat atau lambat jaringan akan terbongkar. Setelah penangkapan dua polisi di Ambon, Paulus menyebut akan terus membongkar jaringan untuk memutus rantai pasok senjata ke kelompok bersenjata.(EKS/berbagai sumber)