Dari 34 wilayah Kepolisian Daerah (Polda), baru 12 Polda yang siap terapkan tilang elektronik. Berarti masih kurang dari setengah jumlah Ditlantas yang siap berpartisipasi. Bagaimana kans keberhasilan program ini secara nasional ?
Jakarta – (26/03/2021). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru saja meluncurkan sistem tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) secara nasional. Untuk tahap I Korlantas Polri akan meluncurkan 244 kamera ETLE di 12 Polda. Meliputi, Polda Metro Jaya 98 titik, Polda Jawa Barat 21 titik, Polda Jawa Tengah 10 titik, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta empat titik, Polda Jawa Timur 56 titik, Polda Riau empat titik, Polda Lampung lima titik, Polda Jambi delapan titik, Polda Sumatera Barat 10 titik, Polda Sulawesi Selatan 16 titik, Polda Sulawesi Utara 11 titik dan Polda Banten 1 titik. Demikian dikatakan, Sekretaris Satgas ETLE Nasional Korlantas Polri, Kombes Abrianto Pardede baru-baru ini. Kombes Pol Abrianto Pardede yang juga menjabat Kasubditdakgar Korlantas Polri, lebih lanjut mengatakan, pemberlakuan ETLE secara nasional untuk mewujudkan penegakan hukum yang tegas dan transparan. “Ini bisa membuat masyarakat disiplin, taat dan patuh terhadap aturan lalu lintas,” tuturnya.
Dia menambahkan, penerapan ETLE nasional merupakan terobosan Korlantas untuk mewujudkan supremasi hukum, smart city, meningkatkan PAD dari sektor pajak khususnya bea balik nama karena ETLE memberi dampak tertib administrasi kepemilikan ranmor, meningkatnya budaya tertib masyarakat dalam berlalu lintas yang merupakan deterrence effect atau efek gentar dari sistem ETLE dan menjadi trigger support terhadap program pemerintah, seperti pembatasan kendaraan genap ganjil dan new normal. Kombes Abrianto menambahkan, kamera ETLE merupakan wujud Korlantas Polri mendukung program kerja 100 hari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menuju Polri yang presisi-prediktif, responsibilitas, dan transparan berkeadilan, tegas dan transparan. “Yang jelas dalam tilang elektronik ini tidak ada kontak langsung antara petugas dan pelanggar,” tandasnya.
Program Spektakuler
Abrianto menjelaskan, penerapan ETLE nasional merupakan program spektakuler. Disebut ETLE nasional karena 12 Polda ini sudah terintegrasi dengan ETLE Nasional yang ada di Korlantas Polri yang terhubung dengan big data Korlantas Polri yang meliputi data ERI Nasional, data base SIM, E-Tilang, TAR, E-Turjawali sehingga masing-masing ke-12 Polda tersebut dapat melakukan penindakan nomor polisi di luar daerah. Sebagai contoh kepolisian di Yogyakarta bisa menindak pelanggar berplat “B” atau kendaraan Jakarta dan sebaliknya.
Menurut dia, kamera ETLE juga dapat menindak pelaku kejahatan lalu lintas seperti yang baru saja terjadi kasus tabrak lari di Bundaran HI, pengungkapan tersebut murni karena kecanggihan ETLE, juga bila menggunakan nomor polisi palsu atau tidak sesuai dengan kendaraannya dapat terdeteksi oleh kamera ETLE, sehingga diharapkan para pengendara jangan sekali-kali melakukan kejahatan di jalan, dan membiasakan tertib berlalu lintas.
Dalam melakukan penindakan kepada pelanggar lalu lintas, ETLE tidak pandang bulu dan pilih kasih, baik masyarakat sipil, pemerintahan bahkan TNI/Polri, menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan dinas bila melakukan pelanggaran dan tertangkap kamera ETLE akan diberikan surat konfirmasi yang dialamatkan ke Satuan Provost di masing-masing instansi tersebut untuk dilakukan penindakan disiplin.
Dengan diterapkan penindakan pelanggaran dengan ETLE diharapkan disiplin dan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas lebih baik dan tertib, untuk mengurangi terjadinya kemacetan dan mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Karena kemacetan dan kecelakaan lalu lintas pasti diawali dari adanya pelanggaran lalu lintas.
Cakupan masih terbatas
ETLE adalah salah satu program spektakuler Polri. Ya, spektakuler terutama dari besarnya investasi yang begitu luar biasa. Harga satu kamera saja, dari berbagai sumber diketahui tak kurang dari Rp 100 juta per unit. Jadi untuk Jakarta saja dibutuhkan sedikitnya Rp 98 miliar untuk investasi kamera belum termasuk tambahan lainnya seperti instalasi dan pemeliharaannya. Sebaran kamera ETLE pun masih terbatas dibandingkan wilayah Indonesia dan terkesan masih pulau Jawa sentris. Masih sedikit cakupan di daerah luar Jakarta apalagi luar Jawa. Tentu ini pun mengundang berbagai kritik dan evaluasi.
Dua hari sejak pelaksanaan sistem tilang elektronik (e-tilang) atau electronic traffic law enforcement (E-TLE) dinilai belum memberikan dampak signifikan dalam menekan tindak pelanggaran lalu lintas. Meski di satu sisi ini merupakan sebuah terobosan baru, namun kelemahannya masih fokus pada satu titik di mana CCTV tersebut terpasang. Sementara masih ada pelanggaran lebih berat di luar area CCTV tidak ditindak. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Surakarta Budi Yulianto mengatakan, seharusnya tetap ada sistem mobile, mengingat pelanggaran lalu lintas bisa terjadi di titik manapun. “Kalau untuk satu titik tersebut mungkin masyarakat sudah paham. Tapi bagaimana lokasi yang tidak terpantau CCTV?” tanyanya. Budi menuturkan, saat ini dia juga sedang membuat terobosan untuk mendukung penerapan tilang elektronik ini. Yaitu dengan membuat sebuah aplikasi berbasis android agar nantinya bisa digunakan para anggota di lapangan guna memotret dan mendeteksi pelanggaran di luar radius CCTV.
Baru Pelanggaran Marka dan Rambu
Budi juga menilai bahwa saat ini pelanggaran kasat mata yang ditindak masih sebatas pelanggaran markah dan rambu, serta tidak digunakannya kelengkapan keselamatan berkendara. Padahal, masih ada pelanggaran kasat mata lain. Dia mencontohkan pelanggaran kendaraan angkutan barang yang tidak sesuai rute.“Contohnya di Simpang Empat Sekarpace, truk-truk di atas 14 ton itu lewat Jalan Hos Cokrominoto, di mana (angkutan berat) tidak diperbolehkan lewat situ, namun mereka nekat memotong arus. Termasuk di Jalan RE Martadinata. Padahal dampaknya sangat besar. Satu bisa menimbulkan kemacetan, dampak lain infrastruktur jalan cepat rusak,” ujarnya. Selain pelanggaran angkutan berat, ada pula pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan angkutan umum. Di mana dengan alasan mengejar setoran mereka ugal-ugalan di jalan yang itu mengancam keselamatan pengguna jalan lain. “Seperti yang terjadi di kawasan Viaduck Gilingan. Kadang malah mengambil lajur sebelahnya untuk menerobos kemacetan,” tuturnya.
Sedangkan yang ketiga dan masih menjadi pekerjaan rumah adalah terkait balik nama kendaraan. Sebab ketika menjual kendaraan memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sehingga kendaraan tersebut masih tercatat pemilik lama. “Kalau saran dari saya, sebelum proses balik nama selesai, masyarakat bisa dibuatkan surat kepemilikan baru yang bersifat sementara. Selain itu, nama pemilik yang baru yang tersimpan di database. Jadi nanti kalau ada pelanggaran yang dikirimi surat konfirmasi adalah pemilik baru, bukan yang lama,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Budi, sistem e-tilang yang sudah diberlakukan merupakan suatu terobosan yang inovatif di bidang penindakan pelanggaran lalu lintas. Sebab, sebelumnya belum ada sistem seperti ini. “Sebenarnya sistem ini sudah pernah dibahas pada tahun 2018 lalu. Namun, karena saat itu dari sisi infrastruktur maupun SDM belum siap baru diberlakukan tahun ini, dan itu menurut saya sudah bagus,” katanya.
Mengubah Stigma
Dengan sistem ini, polisi ingin mengubah stigma dari masyarakat, di mana untuk tertib lalu lintas tidak harus menunggu ada petugas yang berjaga di persimpangan jalan. Dengan sistem ini membuat masyarakat sadar pentingnya taat pada aturan berlalu lintas. Ke depan Budi berharap aparat kepolisian semakin berinovasi dengan teknologi ini. Bahkan kalau bisa ditingkatkan menggunakan teknologi automatic number plate recognition (ANPR). Di mana database kendaraan yang melanggar akan langsung keluar saat tersorot kamera. “Karena sistem ini masih konvensional, masih melibatkan petugas untuk melihat satu demi satu, kalau ada ratusan titik, maka permasalahan akan rumit karena sangat besar sekali yang harus diamati. Mungkin teknologi ini baru digunakan oleh kepolisian di negara-negara maju, namun bukan berarti Polri tidak bisa, secara dana dan SDM kepolisian kita tidak kalah,” ungkapnya.
Secara terpisah, Kanit Regident Satlantas Polresta Surakarta AKP Suryo Wibowo menuturkan, saat ini masih terus dilakukan evaluasi terkait sistem e-tilang. Dari hasil pantauan, sudah ada lima kendaraan yang melanggar aturan. “Dari pantauan beberapa hari ini, pelanggaran paling banyak terjadi antara jam 13.00 sampai sore hari,” katanya. Namun pelanggaran masih bisa ditoleransi, misal hanya satu ban yang melewati batas markah traffic light. Yang ditindak yang berpotensi menimbulkan lakalantas. Namun secara umum, dari pantauan, masyarakat bisa lebih tertib dalam berlalu lintas. “Mereka sudah sadar tanpa ada petugas yang berjaga,” ucapnya.
Disinggung soal penindakan terhadap angkutan barang dan angkutan umum, Suryo menuturkan pada masa uji coba ini memang fokus dari anggota adalah pelanggaran yang dilakukan kendaraan pribadi. “Namun bukan berarti kendaraan berat dan orang tidak kami tindak. Nanti menunggu hasil evaluasi ke depan, akan kita tindak juga,” tutur Suryo.
Terkait sarana dan prasaran jalan, lanjut Suryo, pihaknya juga sudah koordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Surakarta untuk melengkapi hal tersebut. Terutama di jalan-jalan yang sarana dan prasarananya mulai tidak terlihat. “Sejauh ini dari dishub siap, apalagi tujuan sistem ini baik untuk menciptakan kamseltibcar lantas yang kondusif,” ujar Suryo. (Saf).