Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Tembagapura, tak henti-hentinya menebar teror hingga membuat resah kehidupan masyarakat Bumi Cenderawasih. Tindakan brutal terus dilakukan hingga menelan korban yang tak hanya aparat, tapi juga warga setempat. Mengapa aksi tersebut tidak disebut sebagai aksi terorisme, dan kenapa pelakunya hanya disebut Kelompok Kriminal Bersenjata?
Jakarta – (08/04/2021). Dirangkum dari berbagai sumber, sedikitnya ada sebanyak 12 aksi kejahatan yang dilakukan KKB sejak awal Januari 2021. Mulai dari pembakaran pesawat perintis hingga penembakan terhadap aparat keamanan. Menyikapi intensitas aksi kejahatan KKB, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw tak menampik ada yang mendukung aksi-aksi brutal KKB. Sejauh ini pihak kepolisian terus berupaya mengungkap dan menangkap para KKB dan pendukungnya.
“Kalau dibilang ada relevansi dengan para pihak yang men-supporting itu ada. Pembuktiannya ada atau tidak, itu pembuktian yang selama ini kita lakukan untuk mengungkap mereka,” ucap Paulus. Atas rentetan teror KKB, pada 10 Februari lalu, 359 orang warga Intan Jaya, Papua dikabarkan mengungsi ke gereja dan sejumlah tempat lainnya. Warga mengaku takut dengan adanya teror KKB. Mereka memilih mengungsi dibanding menetap di rumah.
1. Menembaki Helikopter di Tembagapura (6 Januari)
Helikopter milik PT Sayap Garuda Indah tipe Bell Eagle 407 HP dengan registrasi PK-ZGM ditembaki di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua. Tangki bahan bakar helikopter tersebut sempat mengalami kebocoran. Kapolres Mimika AKBP I Gusti Gde Era Adhinata mengatakan peristiwa itu terjadi pada Rabu (6/1/2021), sekitar pukul 10.01 WIT. Helikopter tersebut ditembaki saat survei GPS di area Benangin dekat Kampung Tsinga, Distrik Tembagapura.
Helikopter tersebut lepas landas dari Bandara Baru Mozes Kilangin Timika pukul 07.03 WIT. Pada pukul 08.40 WIT, saat dilakukan pengambilan foto udara di daerah Benangin, pilot mencium bau bahan bakar. Pilot lalu mendarat di helipad Benangin dan melihat ada lubang di bodi pesawat. Selanjutnya, pilot kembali ke helipad 66 Tembagapura dan tiba pukul 08.53 WIT. Era menambahkan, heli itu terkena tembakan pada bodi sebelah kiri, tepatnya di bawah pintu penumpang sebelah kiri.
Terdapat kebocoran bahan bakar pada bagian bawah heli. Heli ditembak pada saat terbang di ketinggian 1.500 kaki. Di Helikopter itu, ada pilot Stuward dan dua penumpang, yakni Dave Jhon (Aviation Manager) dan Ardy Lotmaster. “Kami tengah melakukan penyelidikan. Dugaan kami pelaku adalah KKB dari kelompok Kali Kopi. Untuk wilayah Benangin sendiri dari hasil penyelidikan adalah merupakan jalur perlintasan KKB Kali Kopi,” imbuhnya.
2. Bakar Pesawat perintis Milik Mission Aviation Fellowship (6 Januari)
Pesawat perintis milik Mission Aviation Fellowship (MAF) dengan registrasi PK-MAX dibakar KKB di Bandara Kampung Pagamba, Distrik Mbiandoga, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Pilot yang merupakan WN Amerika, Alex Luferchek, sempat shock dan sudah dievakuasi ke Jayapura. Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal mengatakan pesawat yang dipiloti WN Amerika atas nama Alex Luferchek berangkat dari Bandara Nabire dengan membawa 2 penumpang masyarakat tujuan Pagamba (bandara perintis milik MAF) Distrik Biandoga, Kabupaten Intan Jaya. Pembakaran pesawat MAF PK-MAX dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pada Rabu (6/1). Ahmad mengatakan pilot sempat diancam saat mendarat di bandara.
3. Membakar 2 BTS di Ilaga Kabupaten Puncak (7 Januari)
Dua base transceiver station (BTS) di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, dibakar sehingga mengakibatkan jaringan komunikasi putus. Diduga BTS tersebut dibakar kelompok kriminal bersenjata (KKB). “Ya benar ada pembakaran dua BTS, yakni BTS 4 dan BTS 5. Dari laporan warga kejadian terjadi pada Kamis tanggal 7 Januari 2021 lalu,” terang Kapolres Puncak AKBP Dicky Hermansyah Saragih, Senin (11/1/2021). Dua BTS yang dibakar tersebut adalah BTS 4, yang terletak di perbukitan Pingeli, Distrik Omukia, dan BTS 5, yang terletak di perbukitan wilayah Muara Distrik Mabuggi, Kabupaten Puncak.
4. Menembak 1 Prajurit TNI hingga Gugur di Titigi (10 Januari)
Seorang anggota Yonif 400/BR, Prada Agus Kurniawan, gugur dalam kontak senjata dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Titigi, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Prada Agus gugur akibat luka tembak yang dialaminya.
Danrem 173 PVB Brigjen TNI Iwan Setiawan membenarkan terjadinya insiden kontak tembak hingga menyebabkan meninggalnya seorang prajurit TNI. “Kontak senjata terjadi sekitar pukul 11.40 WIT. Korban terkena tembakan di bagian punggung,” kata Brigjen Iwan Setiawan, seperti dilansir Antara, Senin (11/1/2021). Peristiwa itu terjadi pada Minggu (10/1) kemarin. Brigjen Iwan mengatakan korban bertugas di Pos Titigi yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Sugapa, Ibu Kota Kabupaten Intan Jaya.
5. Menembaki Satgas Pamtas RI-Papua Nugini, 2 Prajurit TNI Gugur (22 Januari)
Kontak tembak antara TNI dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Kontak tembak terjadi pagi hari. Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kogabwilhan) III, Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa, menjelaskan KKSB terlibat kontak tembak dengan Satuan Tugas Pengaman Perbatasan (Satgas Pamtas). 2 Prajurit TNI dinyatakan gugur. Pratu Dedi Hamdani tertembak saat mengejar KKB yang sebelumnya menembak Pratu Roy Vebrianto.
6. Menembak Warga karena Diduga Mata-mata (1 Februari)
Seorang warga di Intan Jaya, Papua, ditembak mati oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Korban yang diketahui bernama Boni Bagau itu ditembak karena diduga sebagai mata-mata TNI-Polri. “Memang benar ada laporan penembakan menewaskan Boni Bagau yang dilaporkan keluarga korban Wilem Bagau, ke Polsek Sugapa, Sabtu (30/1),” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Kamal dilansir dari Antara, Senin (1/2/2021).
Penembakan itu diketahui dari sebuah surat yang dibuat Pastur Yustinus Rahangiyar dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Undius Kogoya dan ditujukan ke TNI-Polri. Isi suratnya adalah KKB telah menembak warga sipil di wilayah Distrik Sugapa-Distrik Homeyo.
7. Menembaki Aparat di Hitadipa, 1 KKB Tewas (4 Februari)
Kontak tembak terjadi antara kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua dengan TNI di Hitadipa, Papua. Kontak tembak ini menyebabkan satu anggota KKB tewas. Kontak tembak terjadi pagi hari. Sedangkan prajurit TNI yang terlibat kontak tembak berasal dari Yonif 400/BR. “Kontak tembak terjadi di Hitadipa, Kamis pagi, antara anggota Yonif 400/BR di Titigi, Kabupaten Intan Jaya, Papua, menewaskan satu anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB),” kata Komandan Korem 173/PBB Brigjen TNI Iwan Setiawan seperti dilansir Antara pada Kamis (4/2/2021).
Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono, mengatakan anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tewas di Hitadipa, Intan Jaya, Papua, adalah Peria Mirib.
8. Menembak Warga Sipil di Depan Istri Korban (8 Februari)
Seorang warga sipil berinisial RNR (32) kembali menjadi korban kekejaman kelompok sipil bersenjata (KKB) di Intan Jaya, Papua. Korban RNR ditembak KKB dengan modus ingin menjual minyak tanah.
“Keterangan saksi berinisial M yang merupakan istri dari korban mengatakan, pelaku datang dari arah jalan belakang rumah korban (Jalan Bilogai Kampung) kemudian mendatangi korban dan menyampaikan bahwa ingin menjual minyak tanah,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal, dalam keterangannya, Senin (8/2/2021).
Peristiwa tersebut terjadi pukul 17.30 WIT di Kampung Bilogai Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Korban ditembak saat lengah. Momen penembakan terjadi saat korban RNR memanggil istrinya, M. KKB menembak korban RNR di depan mata istrinya.
9. Tusuk Tukang Ojek, Lalu Tembaki Polisi di Kabupaten Puncak (9 Februari)
Seorang tukang ojek di Kabupaten Puncak, Papua, tewas dibunuh. Ia tewas setelah ditusuk sejumlah orang. Korban diketahui bernama Rusman (40). Mulanya korban mengantarkan penumpang ke Ilaga pada Selasa (9/2/2021) petang. Namun, saat perjalanan pulang, ia dicegat oleh orang tak dikenal. Setelah menerima laporan, aparat Polres Puncak segera mendatangi lokasi. Kehadiran polisi disambut tembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB). “Anggota saat datang ke sana sempat ada keluar tembakan dari kelompok mereka. Yang jelas, itu dari KKB,” kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ahmad Mustofa Kamal.
10. Menembak Prajurit TNI yang Hendak ke Kios di Sugapa (12 Februari)
Prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Aparat Teritorial (Satgas Apter) ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Korban saat ini tengah mendapatkan perawatan.
“Memang benar korban ditembak di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Jumat, sekitar pukul 15.15 WIT,” kata Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono seperti dilansir Antara, Jumat (12/2/2021). Secara terpisah, Danrem 173 PVB Brigjen TNI Iwan Setiawan mengatakan saat kejadian, korban bersama rekannya sedang berbelanja di kios atau warung kecil yang letaknya di depan Kodim Persiapan Sugapa.Tiba-tiba datang dua orang warga sipil mengendarai sepeda motor. Warga tersebut langsung mengeluarkan senjata api dan menembak korban yang ada di kios.
11. Menembaki Aparat TNI-Polri di Distri Ilaga, Kabupaten Puncak (13 Februari)
Aparat gabungan TNI dan Polri kembali terlibat baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kampung Ilambet, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Akibatnya, seorang prajurit terluka terkena rekoset peluru dalam baku tembak ini.
“Pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2021 pukul 14.00 WIT, bertempat di Camp PT Unggul Jalan pinggir Kampung Ilambet, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali meneror personel gabungan yang hendak mengecek lokasi korban penganiayaan,” ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal melalui keterangan tertulis, Minggu (14/2/2021).
Ahmad mengungkapkan baku tembak itu terjadi usai rombongan personel TNI-Polri melakukan pengecekan di Kampung Mudidok yang telah dibakar oleh KKB. Saat hendak kembali ke kota, tiba-tiba KKB menembaki rombongan. TNI-Polri pun melakukan perlawanan.
12. Menembak 1 Prajurit TNI hingga Gugur di Sugapa, Intan Jaya (15 Februari)
Satu prajurit TNI gugur ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua tadi pagi. TNI menemukan satu butir peluru dan selongsongnya di lokasi penembakan. Dari keterangan tertulis Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Senin (15/2/2021), peluru dan selongsongan tersebut berjumlah masing-masing satu. Jenis peluru berkaliber 5,56 mm. Peluru itu menembus pinggang dan perut Prada Ginanjar Arianda, anggota Satgas Yonif R 400/B, pukul 08.23 WIT. Nyawa Prada Ginanjar tak tertolong saat proses evakuasi.
Prada Ginanjar dinyatakan meninggal dunia pukul 09.23 WIT. Peristiwa penembakan terjadi di Pos peninjauan, Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua. Semula TNI berencana mengevakuasi Prada Ginanjar dari Sugapa ke Timika menggunakan helikopter.
Bukan teroris
Dari serangkaian teror yang dilakukan KKB di Papua seperti di atas, akal sehat kita akan sulit mengatakan bahwa ini bukan tindakan teroris, atau pelakunya tidak bisa dikategorikan sebagai teroris. Bayangkan dalam jangka waktu kurang dari 2 bulan, aksi teror berulangkali terjadi dan korban baik sipil maupun aparat berjatuhan. Apakah ini bukan teroris, sulitkah kita untuk menghentikannya?
Sehubungan dengan hal itu, Direktur Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara, menjelaskan bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua memang belum bisa dikategorikan sebagai kelompok teroris.”Dilihat dari dampaknya, kalau KKB di Papua hanya berdampak ketakutannya di Papua saja. Tidak sampai ke wilayah lain,” ungkapnya.
Robi mengakui, KKB memang telah melakukan tindakan teror, namun itu hanya di wilayah Papua saja. Menurut Robi, KKB bisa dikatakan sebagai kelompok teroris jika mereka juga melakukan aksi teror di wilayah lainnya.
“Kecuali, mereka juga menyasar aparat dimana saja. Kelompok teroris menyamaratakan aparat,” ujar Dosen Hubungan Internasional di UIN Jakarta itu.
Oleh karena itu, kata Robi, KKB hingga saat ini masih dikategorikan sebagai kelompok separatis biasa seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Iya. Hanya separatis. Dia hanya beroperasi di Papua. Kalau teroris bisa operasi dimana saja,” katanya. Akan tetapi, lanjut Robi, selalu ada kemungkinan kelompok seperti KKB bertransformasi menjadi sebuah kelompok teroris.
“Bisa jadi (kelompok teroris). Tapi malah akan merusak perjuangan mereka, jadi enggak strategis. Aksi mereka hanya di Papua. Tujuannya agar orang luar keluar dari Papua,” ungkapnya menambahkan.
Sejajar teroris
Berbeda dengan pengamatan Robi, Badan Intelijen Negara (BIN) menilai dan menyatakan, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) alias Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejajar dengan organisasi terorisme dan harus ditindak tegas. “KKB pada dasarnya sejajar dengan organisasi teroris yang menjadi musuh bersama dan harus ditindak tegas,” kata Deputi VII BIN Wawan Purwanto.
Wawan menyebut semua pihak semestinya mengkategorikan KKB alias OPM dalam tindak pidana terorisme. Menurutnya, sepak terjang KKB selama ini tergolong aksi terorisme.
“Hal tersebut tentunya tidak lepas dari fakta-fakta mengenai sepak terjang yang telah dilakukan oleh KKB selama ini,” ujarnya. Wawan mengatakan terorisme merupakan tindakan menggunakan kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara meluas hingga jatuhnya korban jiwa secara massal. Ia mengklaim KKB selama ini kerap mengancam hingga melakukan kekerasan kepada aparat keamanan maupun masyarakat. Tak sedikit ancaman tersebut berbuntut jatuhnya korban jiwa. “Selain itu, KKB juga kerap mengintimidasi pejabat Pemda dan memaksa untuk mendukung aksinya. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB telah menimbulkan efek ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat,” ujarnya.
Senada dengan pengamatan BIN, sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafly Amar pihaknya tengah mempertimbangkan dan memasukan KKB alias OPM ke dalam kelompok organisasi terorisme. KB ini merupakan sebutan pemerintah untuk Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
“Kami sedang terus menggagas diskusi-diskusi dengan beberapa kementerian/lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan organisasi terorisme,” kata Boy. “Kami menggagas diskusi-diskusi dengan kementerian/lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB,” kata Kepala BNPT Komisaris Jenderal Pol. Boy Rafli Amar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, Senin (22/3/2021).
Boy melanjutkan, “Apakah ini bisa dikategorikan sebagai organisasi terorisme karena tadi disampaikan kejahatan KKB ini sebenarnya layak dikategorikan atau disejajarkan dengan aksi teror.” Menurut dia, tidak hanya bersama kementerian/lembaga, BNPT juga berencana mengajak diskusi pihak lain, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta perwakilan di DPR RI untuk membahas peluang menetapkan KKB di Papua serta Tentara Pembebasan Nasional (TPN) dan OPM sebagai organisasi teroris.
“Kami ingin melihat peluang itu, kemudian memberi saran bagi Bapak Presiden (Joko Widodo) kenapa tidak OPM, TPN, KKB, yang banyak merenggut nyawa aparatur negara dan masyarakat sipil dikategorikan sebagai organisasi terlarang,” ujar Boy Rafli. Menurut dia, diskusi dan upaya membahas masalah itu demi mendapatkan pemahaman yang objektif terhadap kelompok kriminal bersenjata serta organisasi separatis di Papua.
Oleh karena itu, BNPT akan berupaya membuka peluang diskusi terkait dengan masalah itu bersama pihak lain. Pasalnya, penetapan KKB, OPM, atau kelompok lain sebagai organisasi teroris tidak dapat dilakukan hanya oleh BNPT. “Kami tidak bisa memutuskan itu sendiri. Kami sedang melakukan proses diskusi. Setelah ada semacam kesepakatan, kami akan mengusulkan perubahan kategori apa yang dilakukan KKB sebagai perbuatan teror,” kata Boy Rafli menegaskan. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan pendapatnya bahwa kelompok kriminal bersenjata dan organisasi separatis di Papua seharusnya dapat dipidana dengan pasal-pasal tindak pidana terorisme.
Ia beralasan perbuatan kelompok tersebut telah bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menebar ketakutan di tengah masyarakat. “Aksi yang nyata dari mereka, yaitu menyerang anggota TNI/Polri dan masyarakat sipil di sana (Papua),” kata Kepala BNPT.
Dalam beberapa tahun terakhir, desakan menetapkan OPM sebagai organisasi teroris pernah disuarakan berbagai pihak, termasuk di antaranya mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono pada tahun 2019.Walaupun demikian, sejauh ini OPM masih dikenal sebagai kelompok separatis dan belum ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Pemerintah. Status sama juga berlaku untuk KKB yang saat ini masih dikenal sebagai kelompok kriminal bersenjata.
Memicu Kriminalisasi Warga
Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar Organisasi Papua Merdeka (OPM) dikategorikan sebagai kelompok teror, sebagian orang menilai akan memicu kriminalisasi banyak warga sipil dengan tuduhan terlibat separatisme. Dalam beberapa waktu ke depan BNPT akan menggandeng sejumlah instansi untuk mewujudkan usulan itu. Mereka yakin pemberantasan OPM akan mendongrak kesejahteraan dan rasa aman masyarakat Papua.
Namun OPM membantah bahwa mereka meresahkan masyarakat Papua. OPM mengklaim setiap aktivitas mereka justru ditujukan untuk membela hak warga Papua.
Ketua Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia Papua, Gustaf Kawer, menilai OPM tidak dapat digolongkan menjadi kelompok teror, baik berdasarkan regulasi Indonesia maupun aturan yang berlaku secara internasional. Gustaf khawatir cap kelompok teroris bakal menjadi dalih kriminalisasi dan perbuatan sewenang-wenang aparat keamanan terhadap orang yang dituduh anggota OPM.
“Dampak terhadap penegakan HAM bisa semakin buruk,” kata Gustaf, yang selama bertahun-tahun mendampingi sejumlah orang Papua yang dijerat pasal makar.
“Sejak integrasi hingga sekarang, penanganan kelompok yang disebut separatis dilakukan asal-asalan. “Masyarakat sipil bukan OPM ditangkap dan ditahan tanpa prosedur hukum yang sesuai bahkan ada yang dieksekusi di lapangan.”Kalau OPM dicap teroris, saya pikir aparat akan semakin semena-mena. Warga sipil yang tidak ada kaitan dengan OPM bisa secara sembarangan ditangkap dengan dalih terorisme,” ujar Gustaf.
Wacana menjadikan OPM sebagai kelompok teror mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat antara BNPT dengan Komisi III DPR, 22 Maret lalu.
Juru Bicara BNPT, Brigadir Jenderal Eddy Hartono, membantah cap kelompok teror terhadap OPM akan membuat aparat keamanan sewenang-wenang. Eddy berkata, BNPT menganggap status kelompok teror perlu segera diberikan pada OPM atau yang biasa disebut pemerintah sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB). Salah satu alasannya, OPM kerap menyerang polisi dan tentara.”KKB dalam dua tahun ini sangat meresahkan.
Ada masukan dari beberapa pihak agar KKB ini dimasukkan ke organisasi teror,” kata Eddy, yang juga mantan pimpinan di Detasemen Khusus 88 Antiteror. “Seluruh pihak, baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan, termasuk tokoh Papua akan dilibatkan dalam membahas usulan ini.”Usulan ini perlu karena sudah banyak korban yang jatuh di pihak TNI dan Polri. Ini menghambat kesejahteraan masyarakat Papua,” ucapnya.
OPM Adalah Representasi Orang Papua
OPM tidak pernah menyerang warga Papua, kata Linus Hiluka. Linus adalah petani di Wamena. Dia merupakan sosok senior OPM di kawasan pegunungan Papua. Pada November 2015 Linus mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo dalam kasus makar. Menurut Linus, yang disuarakan oleh OPM selama ini adalah aspirasi masyarakat Papua. “OPM adalah masyarakat Papua. Organisasi ini milik orang-orang Papua berkulit hitam, jadi kami tidak menyerang mereka, organisasi ini justru milik mereka,” kata Linus. “Harus dipahami, OPM dan rakyat Papua itu satu. Indonesia mau berikan cap teroris seperti itu agar dunia internasional beri dukungan untuk menghantam Papua. “OPM bukan teroris. Kemarin pemerintah sebut OPM adalah KKB, pengacau keamanan, gerombolan. Belum puas, sekarang mau sebut OPM teroris,” ujarnya.
Definisi terorisme?
Tindak pidana terorisme adalah perbuatan yang secara sengaja menggunakan kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dan menimbulkan korban massal. Definisi itu tertuang dalam pasal 6 UU 5/2018 Antiterorisme. Menurut pasal itu, tindak pidana terorisme merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda atau mengakibatkan kerusakan objek vital, lingkungan hidup, atau fasilitas publik. Dalam beberapa tahun terakhir, cap kelompok teror ditetapkan pengadilan Indonesia untuk Jamaah Anshor Daulah.
Status itu juga dinyatakan kepada beberapa kelompok yang berafiliasi dengan ISIS, antara lain Mujahidin Indonesia Timur. Sebelumnya, status kelompok teroris juga disempatkan aparat keamanan kepada Jamaah Islamiyah.
Soal Pasokan Senjata
Linus balik menuduh bahwa yang menciptakan konflik di Papua selama ini justru aparat keamanan. Ia merujuk kasus dugaan jual-beli senjata yang melibatkan polisi dan tentara. Selama awal 2021, dua polisi di Maluku dan seorang tentara dari Kodam Pattimura XVI ditindak oleh lembaga mereka dalam tuduhan menjual senjata kepada kelompok bersenjata di Papua. Sementara November 2020, seorang anggota Brimob di Papua dijerat dalam kasus penjualan senapan serbu kepada kelompok bersenjata di Papua, yang merujuk ke OPM.
Selain soal perdagangan senjata, Gustaf Kawer menyebut sejumlah kasus penembakan di Papua belakangan ini diduga dipicu aksi aparat keamanan. “Dalam pemeriksaan beberapa kasus kepemilikan amunisi yang dituduhkan kepada anggota OPM, ada anggota TNI/Polri yang disebut sebagai pemasok. “Polisi sudah tahu tapi mereka tidak buka dan tangkap yang terlibat. Ini ada dalam Berita Acara Pemeriksaan.
“Merujuk fakta itu, jadi sebenarnya siapa yang bisa disebut sebagai teroris?” kata Gustaf. Hingga wacana soal cap kelompok teror ini mencuat, peristiwa baku tembak masih terus terjadi di Papua. Korban luka maupun tewas juga terus bermunculan. Pada 6 Maret lalu misalnya, TNI menyebut satu anggota OPM tewas dalam baku tembak dengan personel mereka di Intan Jaya. Sementara sekitar sebulan sebelumnya, di kabupaten yang sama, seorang anggota TNI dikabarkan tewas ditembak kelompok bersenjata.
Adapun, penyelidikan komprehensif terakhir dilakukan pada kasus kematian pendeta di Intan Jaya, bernama Yeremia Zanambani. Dalam peristiwa yang sama, dua tentara juga tewas. Salah satu kesimpulan Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk pemerintah adalah adanya dugaan peran aparat dalam kematian Pendeta Yeremia.
Tamparan untuk Polri
Pendapat yang kontra terhadap wacana KKB sebagai teroris, tentu harus menjadikan Polri lebih mawas diri dan tidak seharusnya menganggap angin lalu. Tetap harus diperhatikan dan tanggapan selayaknya. Di sisi lain, kasus jual beli dan pasokan senjata di Papua kepada OPM yang melibatkan aparat Polri jelas merupakan ”tamparan keras” di wajah Polri yang tengah terus berjuang untuk menegakkan hukum.
Tidak ada suara tunggal hanya pro saja atau kontra saja. Keduanya pasti ada. Yang harus menjadi perhatian Polri adalah fokus pada pentingnya menegakkan hukum, keadilan, keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk di wilayah Papua. Jadi, bagaimana pun yang harus menjadi pegangan Polri adalah menegakkan Kamtibmas berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Soal adanya pendapat bahwa OPM adalah representasi orang Papua, inilah saat yang tepat dan menjadi pembuktian kalau selama ini sosialiasi dan pendekatan humanis Polri terhadap masyarakat Papua masih perlu ditingkatkan. Boleh jadi ini baru sebatas klaim, belum menjadi realitas nyata di lapangan, karena faktanya, yang mengalami ketakutan dan kecemasan luar biasa di Papua adalah warga Papua sendiri.
Di negara demokrasi seperti di Indonesia, setiap orang mempunyai hak berserikat, berkumpul dan hak asasi manusia sangat dilindungi. Tapi kalau ada pihak yang mencoba mengambil hak orang lain dengan paksa bahkan meneror, tentu bukan harus dibiarkan. Karena yang bisa mewakili hak warga hanya aparat penegak hukum. Sehingga akan terwujud keadilan bagi semua warga tidak hanya di Papua, bahkan di seluruh Indonesia. (Saf)