Seorang Brimob Gugur Setelah Kontak Tembak Dengan Teroris Papua di Kiwirok

Satu personel Polri Bharada Muhammad Kurniadi Sutio gugur dalam kontak tembak dengan teroris Papua di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Minggu (26/9/2021) pagi. Evakuasi Bharada Muhammad Kurniadi menggunakan helikopter pun berlangsung cepat. Dari informasi yang diperoleh, pasukan Teroris Papua sudah lebih awal mengintai dan melakukan tembakan beruntun dari jarak 10 meter arah depan CO 54M 470968-9479055. Namun, saat melakukan komunikasi antar personel, terdengar Bharada Kurniadi tertembak bagian belakang ketiak sebelah kanan. Setelah itu pasukan langsung melakukan pengunduran untuk mengevakuasi korban. Pukul 05.30 WIT, korban berhasil di evakuasi ke dalam pos belukar, namun kondisi korban sudah kritis dan tidak bisa diselamatkan sehingga wafat. Bagaimana kronologi gugurnya? Mengapa terjadi kontak tembak di Kiwirok? Apa latar belakangnya? Bagaimana reaksi KSP (Kantor Staf Presiden), Komnas (Komisi Nasional) HAM, dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang para tenaga kesehatannya (nakes) terancam di daerah konflik? Bagaimana dengan keamanan penyelenggaraan PON XX nanti di Papua? Apa usulan solusi untuk mengakhiri konflik kekerasan di Papua?

Jakarta, 27 September 2021 – “Memang benar ada anggota yang meninggal dalam baku tembak dengan KKB di Kiwirok, namun saya masih menunggu laporan lengkapnya,” ucap Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Cahyo Sukarnito, Minggu (26/9/2021).Anggota Brimob, Bhayangkara dua (Bharada) Muhammad Kurniadi Sutio gugur ditembak Teroris Papua di Distrik Kiwirok, Papua. Penembakan dilakukan oleh Teroris Papua dalam jarak 10 meter.

Peristiwa baku tembak terjadi pada Minggu (26/9/2021). Saat itu pukul 04.00 WIT, sebanyak 10 personel yang dipimpin Ipda Krisna bergerak menuju titik Ambush CO 54M 470986- 9479073. Saat mendekati titik penyergapan, pasukan satu persatu melompati pagar gereja CO 54M 471007-9479019, jarak Gereja ke titik Ambush 58 meter. Kemudian, Bharada Fadlah yang merupakan speed satu dan Bharada Kurniadi speed dua sudah melewati pagar dan melakukan perimeter untuk personel lainnya.

Pada saat melaksanakan perimeter CO 54M 470984- 9479040, Bharada Fadlah menggunakan piranti teropong night vision untuk melakukan pengamatan, sedangkan Bharada Kurniadi melakukan pengawasan membelakangi Bharada Fadlah. “Saat itu juga, pasukan Teroris Papua yang sudah lebih awal mengintai melakukan tembakan beruntun dari jarak 10 meter arah depan,” tulis keterangan pers dari kepolisian, Minggu (26/9/2021).

Setelah terdengar tembakan, pasukan belukar melakukan tembakan balasan dan melihat sejumlah pasukan Teroris Papua terjun ke jurang.  Selanjutnya, saat melakukan komunikasi antar personel, terdengar satu personel Bharada Kurniadi tertembak.  Setelah itu, pasukan melakukan pengunduran untuk mengevakuasi korban. Kemudian memberikan tembakan balasan. Ia menduga bahwa tembakan itu dilakukan oleh Teroris Papua pimpinan Lamek Alipki Taplo.

Selanjutnya, pukul 05.30 WIT, korban Bharada Kurniadi berhasil dievakuasi ke dalam pos belukar. Namun, kondirinya kritis dan tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, Kapolres Pegunungan Bintang AKBP Cahyo Sukarnito mengatakan, jenazah korban sudah dievakuasi ke Sentani.”Saat ini jenazahnya sudah dievakuasi ke Sentani dengan menggunakan pesawat sewaan dan akan langsung dibawa ke RS Bhayangkara,” kata AKBP Cahyo. Ia menjelaskan bahwa tim yang bertugas masih mengantisipasi serangan lanjutan dari KKB yang diduga pimpinan Lamek Alipki Taplo di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Jenazah dievakuasi oleh helikopter Polri sekitar pukul 07.16 WIT. Ia diterbangkan dari bandara Distrik Kiwirok menuju Bandara Oksibil, Pegunungan Bintang untuk disemayamkan sesaat. Dilanjutkan dengan penerbangan jenazah pada sekitar pukul 09.45 WIT ke Jayapura. “Saat ini jenazah berada di RS Bhayangkara Polda Papua untuk dilakukan visum dan disemayamkan, sembari menunggu keputusan dari keluarga perihal pemakaman almarhum,” jelas dia.

Sementara itu, Kepala Operasi Nemangkawi, Brigjen Ramdani Hidayat, Minggu (26/9/2021) mengatakan bahwa jenazah Kurniadi langsung dapat dievakuasi dan dibawa ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polri pasca gugur dalam kontak senjata. Nantinya, jenazah dipulangkan ke pihak keluarga. “Sudah kami evakuasi, sekarang sudah di RS Polri Jayapura. Sore nanti kami terbangkan menuju Medan karena rumah duka berada di Aceh Tamiang,” jelasnya. Selanjutnya anggota Brimob, Bharada Muhammad Kurniadi yang meninggal dunia dalam kontak senjata di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua mendapat kenaikan satu tingkat lebih tinggi. Personel yang bertugas di Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi di Bumi Cenderawasih itu kini berpangkat Bhayangkara Satu (Bharatu). “Iya, dinaikkan pangkat menjadi Bharatu,” tukasnya.  

Penyebak Kontak Tembak

Kontak senjata antara Teroris Papua dengan aparat TNI-Polri terjadi di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua, pada Minggu (26/9/2021). Dalam insiden ini, seorang anggota Korps Brigade Mobil (Brimob) Kelapa Dua bernama Bharada Muhammad Kurniadi meninggal dunia akibat terkena tembakan. “Iya benar (Anggota Brimob meninggal dalam kontak senjata),” kata Kepala Operasi Nemangkawi, Brigjen Ramdani Hidayat. Sebelumnya, Satgas Nemangkawi yang merupakan operasi gabungan TNI-Polri telah mengevakuasi sejumlah warga pasca serangan Teroris Papua di Kiwirok dalam beberapa waktu terakhir. Evakuasi dilakukan Sabtu (25/9/2021) dan dibagi dalam 2 kloter terbang. Yakni, terdiri dari 11 warga yang terdiri dari 3 anak-anak dan 8 warga dewasa. Sementara, kloter kedua terdiri dari 6 warga laki-laki. Pengungsi dibawa ke Polres Pegunungan Bintang/Oksibil.

Setibanya di tempat pengungsian, warga langsung diantar ke Polres Pegunungan Bintang untuk dilaksanakan pemeriksaan kesehatan. Warga juga mendapatkan bantuan kesehatan, bahan makanan dan juga trauma healing. Eskalasi kontak tembak di Kiwirok sempat memuncak dalam beberapa hari terakhir. Tenaga medis diduga diserang oleh Teroris Papua pada Senin (13/9/2021) lalu. Sebanyak dua nakes dikabarkan hilang. Setelah dilakukan pencarian, aparat menemukan dua nakes tersebut di jurang. Salah satu nakes, Gabriella Meilan ditemukan meninggal dunia. Sementara, satu orang lainnya, Kristina Sampe, ditemukan dalam keadaan hidup. Sebagai informasi, Teroris Papua merupakan sebutan aparat bagi kelompok separatis pejuang kemerdekaan Papua yang bersenjata. Kelompok itu kini telah ditetapkan sebagai teroris oleh pemerintah. Dalam hal ini, mereka menginduk pada organisasi Tentara Pembebasan Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Secara terpisah, Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengklaim bahwa pihaknya yang bertanggung jawab atas penembakan terhadap seorang anggota Brimob tersebut pagi tadi. “Kami militer TPNPB-OPM Kodap XV Ngalum Kupel siap mengapi kedatangan ribuan pasukan teroris NKRI TNI-Polri di tanah Ngalum,” kata Sebby dalam keterangan tertulis. Ia menyebutkan bahwa kontak tembak itu terjadi pada dini hari tadi sekitar pukul 02.00 WIT. Menurutnya, dari pihak TPNPB-OPM tidak ada korban tewas ataupun terluka dalam kontak senjata tadi. “Pihak militer kami sudah bunuh dua orang tewas dan luka dan korban tewas lain kami belum bisa pastikan karena situasi tidak mendukung,” tandasnya.

Serang Nakes, Pelanggaran HAM Serius

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan masalah serius dalam kontak senjata antara TNI-Polri dengan TPNPB-OPM di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021) lalu. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan penyerangan terhadap warga sipil dalam kontak senjata itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian internasional. “Kita menemukan beberapa masalah sangat serius. Ada dugaan pelanggaran terhadap hukum internasional, dalam hal ini soal Konvensi Jenewa. Dalam konvensi itu, tidak boleh ada serangan petugas sipil, khususnya petugas medis,” ucap Taufan dalam video di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI, Sabtu (25/9/2021).

Namun Komnas HAM belum menyebut siapa pihak yang melakukan penyerangan terhadap warga sipil, termasuk nakes. “Terjadi satu serangan ketika para pihak, apakah itu Teroris Papua atau TNI, ketika mereka kontak senjata selama beberapa hari di Kiwirok itu, kemudian terjadi serangan terhadap institusi sipil, yang di dalamnya ada tenaga kesehatan,” tambahnya. Taufan menyampaikan pihaknya telah terjun ke lokasi tak lama setelah kejadian. Komnas HAM juga telah menemui para tenaga kesehatan yang menjadi korban dalam pertempuran di Kiwirok. Komnas HAM juga telah menghubungi TNI, Polri, dan TPNPB-OPM mengenai kejadian itu. Taufan berharap masyarakat sipil, khususnya tenaga kesehatan, tak lagi jadi korban. “Tidak saja tidak boleh melakukan serangan, ancaman, dan intimidasi kepada mereka, tapi juga tidak boleh melibatkan mereka dalam tugas-tugas kombatan atau menggunakan fasilitas mereka sebagai fasilitas kemiliteran semua pihak, tanpa terkecuali,” ujarnya.

Ia mengatakan Komnas HAM terus berupaya menengahi konflik di Papua. Taufan menyebut pihaknya telah berkomunikasi dengan semua pihak untuk mewujudkan perdamaian di Papua. “Konflik di Aceh yang sudah puluhan tahun, yang disebut sebagai konflik bersenjata di Aceh itu, bisa selesai lewat jalan damai melalui dialog yang difasilitasi internasional. Kita juga berharap di Papua itu bisa dilakukan,” tutur Taufan. Kelompok bersenjata di Papua menghubungi Komnas HAM terkait tenaga kesehatan (nakes) Gerald Sokoy yang hilang dalam kontak senjata antara TNI dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan kelompok bersenjata itu berjanji memulangkan Gerald. Ia menyebut proses pemulangan Gerald masih dalam tahap negosiasi. “Saudara Gerald Sokoy yang dikontak oleh satu kelompok bersenjata di sana ke Komnas HAM ada di tangan mereka dan akan diserahkan,” kata Taufan dalam video di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI, Sabtu (25/9/2021). Taufan tak merinci rencana pemulangan Gerald. Ia juga tidak menjelaskan secara detail negosiasi yang telah berlangsung dengan kelompok tersebut. Ia hanya menyampaikan Komnas HAM sedang memastikan keamanan dalam proses pemulangan Gerald. Komnas HAM ingin Gerald bisa kembali dalam keadaan selamat. “Ada kepastian keselamatan dan keamanan saudara Gerald dan keselamatan tim Komnas yang akan menjadi mediator kasus Gerald Sokoy,” ujarnya.

Sebelumnya, seorang tenaga kesehatan bernama Gerald Sokoy hilang dalam kontak senjata antara TNI-Polri dengan OPM di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021). Seorang nakes bernama Gabriella Meilan meninggal dunia dalam kejadian itu. Selanjutnya Gerald Sokoy yang sempat hilang dalam kontak senjata antara TNI dengan Teroris Papua di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, beberapa hari lalu disebut sudah dipulangkan. “Iya, sudah,” kata Kepala Operasi Nemangkawi Brigjen Ramdani Hidayat, Sabtu (25/9/2021). Namun demikian, Ramdani belum memberikan detail kepulangan Gerald Sokoy apakah dipulangkan oleh KKB atau operasi penyelamatan dari Satgas. Dikonfirmasi terpisah, Dirkrimum Polda Papua Kombes Faisal Ramadhani menambahkan bahwa Gerald sudah dipulangkan dalam keadaan sehat dan saat ini sudah berada di kediamannya sendiri. “Sekarang posisinya sudah ada di kediaman orang tuanya di Sentani,” kata Faisal. Ia belum memberikan rincian kronologi kepulangan Gerald Sokoy. Namun ia menginformasikan bahwa Gerald dipulangkan dari Oksibil, kemudian dibawa ke Jayapura untuk diperiksa kesehatannya di RSUD setempat.

Respons terhadap pelanggaran HAM oleh Teroris Papua yang menyerang nakes juga datang dari Kantor Staf Presiden (KSP) yang menyebut mereka telah melanggar Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM) usai tenaga kesehatan tewas dalam penyerangan di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021). Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengatakan Teroris Papua juga melanggar sejumlah undang-undang, seperti UU Kesehatan, UU Keperawatan, UU Rumah Sakit, dan UU Kekarantinaan Kesehatan. “Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh KKB terhadap tenaga kesehatan ini merupakan pelanggaran serius terhadap UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).

Jaleswari menyebut KKB tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Dia meminta kelompok tersebut untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan di Papua. Wakil Komisaris Utama PT Pindad itu meminta aparat keamanan bertindak tegas. Ia berharap aparat segera menuntaskan aksi kekerasan KKB di Papua. “Aparat penegak hukum harus bertindak dan melakukan penegakan hukum secara tegas dan tuntas atas serangkaian aksi teror para Teroris Papua,” ujar Jaleswari. Dalam keterangan tertulis itu, ia juga menyampaikan duka cita atas kematian perawat Gabriella Meilani. Sebelumnya, Teroris Papua melakukan serangan ke Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021). Sejumlah fasilitas kesehatan dan pendidikan dibakar dalam kejadian itu.

Evakuasi Nakes

Komando Operasi Gabungan (Koopsgab) TNI Papua mengevakuasi tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang usai penyerangan Terors Papua. Kepala Staf Kodam XVII/Cenderawasih Brigjen Bambang Trisnoha mengatakan para nakes dievakuasi ke Kota Jayapura. Para nakes akan mendapatkan perawatan lebih lanjut di ibu kota provinsi. “Pada sore pertama ini, kita berhasil mengevakuasi 10 orang, terdiri dari 1 prajurit TNI yang mengalami luka tembak dan 9 tenaga kesehatan, yaitu 1 dokter, 3 perawat wanita, dan 5 mantri,” kata Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).

Bambang menyampaikan nakes yang meninggal dunia dalam serangan KKB, Gabriella Meilani, belum dievakuasi. Ia menyebut jurang terjal dan cuaca buruk menghalangi evakuasi jenazah Gabriella. Saat ini, jenazah Gabriella masih ada di Distrik Kiwirok. Bambang berjanji TNI akan segera mengevakuasi jenazah korban. Lebih lanjut, Bambang mengatakan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen Ignatius Yogo Triyono M.A memerintahkan prajuritnya untuk mengejar Teroris Papua. Menurut Bambang, pelaku penyerangan harus ditangkap dalam keadaan apapun. “Memberikan perintah agar personel TNI yang berada di Distrik Kiwirok Kompleks untuk melaksanakan pengejaran dan penangkapan baik hidup ataupun mati terhadap para pelaku,” ujarnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal mengatakan pasukan gabungan TNI-Polri terus mengejar Teroris Papua. Ia menyebut sempat terjadi kontak tembak yang menewaskan satu orang anggota Teroris Papua. “Hingga saat ini, di Distrik Kiwirok situasi masih dalam keadaan kondusif,” tutur Ahmad lewat keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).

IDI Minta Pemindahan Nakes

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah provinsi Papua memindahkan tenaga kesehatan (nakes) ke wilayah lebih aman imbas tragedi meninggalnya salah satu nakes, Gabriella Meilani, korban kekerasan Teroris Papua di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin (13/9/2021). Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih juga meminta agar pemerintah daerah berupaya menerjunkan aparat untuk menjaga stabilitas keamanan nakes dan masyarakat di Papua, sehingga mampu menciptakan rasa keamanan selama bertugas.”Meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk sementara menarik tenaga kesehatan ke tempat yang lebih aman,” kata Daeng dalam pernyataan sikap tertulis, Jumat (17/9/2021).

Daeng juga mendesak agar aparat keamanan menindak tegas para pelaku penyerangan tempo hari lalu. Ia juga berharap agar kejadian nahas serupa tidak lagi terulang kembali di tanah Papua. IDI, lanjut Daeng, juga mengutuk keras segala tindakan anarkistis terhadap fasilitas kesehatan dan nakes yang sedang menjalankan tugas pengabdian dan kemanusiaan, terutama di dalam situasi pandemi virus corona (COVID-19) seperti saat ini. “Kami menyesalkan kejadian tersebut, dan turut berduka cita atas meninggalnya nakes tersebut. Semoga Tuhan yang maha Esa memberi tempat yang layak, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” ujar Daeng. Sedangkan Ketua IDI Wilayah Papua, Donald Aronggear sebelumnya juga sangat menyayangkan insiden penyerangan tersebut lantaran nakes menurutnya sangat dibutuhkan kehadirannya di Papua terutama di tengah kondisi pandemi COVID-19. Donald menyebut masih banyak program kesehatan seperti pada ibu hamil dan anak serta kesehatan mata yang menjadi perhatian khusus dari para nakes untuk masyarakat sekitar di Papua. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah daerah benar-benar segera mengambil langkah tepat menyikapi insiden penyerangan nakes baru-baru ini.

Donald mengaku telah bersurat kepada Gubernur Papua Lukas Enembe, juga kepada sejumlah aparat TNI/Polri. Ia juga menambahkan, buntutnya sekitar 250 nakes di Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, telah melakukan long march pada Kamis (16/9/2021) lalu untuk membacakan sikap para nakes atas penyerangan ini. Merespons penyerangan terhadap nakes tersebut, Lukas Enembe telah meminta upaya pencarian para nakes yang masih hilang terus dilakukan. Diberitakan beberapa media, aparat keamanan mengaku masih ada satu tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok bernama Gilbert Sokoy yang belum diketahui nasibnya imbas penyerangan Teroris Papua tersebut.

Tak Berniat Gagalkan Pelaksanaan PON XX

Berbagai serangan bersenjata yang dilakukan Teroris Papua tak pelak mengundang kecurigaan akan adanya gangguan keamanan terhadap perhelatan akbar yang segera dilaksanakan di Papua bulan depan. Namun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menyatakan tak memiliki agenda untuk menggagalkan gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua pada 2-15 Oktober 2021. “Kami tidak punya agenda untuk (gagalkan) PON, kami akan perang sesuai keadaan daerah,” kata Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, Jumat (17/9/2021). Sebby mengatakan OPM tidak pernah berencana untuk menggangu dan menyerang lokasi PON. Namun, ia khawatir ada pihak lain yang beraksi dan menuding pihaknya melakukan serangan saat PON nanti. “Jangan sampai ada kelompok lain akan beraksi. Tapi untuk Kami Komnas TPNPB-OPM tidak punya instruksi untuk gagalkan PON,” ujarnya.

Sebagai informasi, aparat TNI-Polri menerjunkan 9.986 personel untuk mengamankan PON di Papua. Pasukan akan disebar ke empat daerah yang menjadi lokasi PON, yakni Kota Jayapura, ada Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke. Pengamanan akan dilakukan ekstra untuk mengantisipasi ancaman gangguan dari Teroris Papua selama PON berlangsung. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono pihaknya telah menyusun langkah-langkah pencegahan dari gangguan KKB atau OPM. “Telah identifikasi berbagai hal-hal yang kemungkinan akan mucul, salah satunya adalah gangguan dari KKB. Itu sudah teridentifikasi,” kata Rusdi dalam konferensi pers yang digelar di Mabes Polri, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2021). Secara terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar menyebut bahwa serangan terorisme terhadap pelaksanaan PON XX di Papua merupakan keniscayaan. Ia mengklaim telah berkoordinasi dengan seluruh jaringan intelijen guna memberikan masukan dan meminta agar kewaspadaan ditingkatkan menjelang pelaksanaan pesta olahraga itu.

Akhiri Konflik dengan Pendekatan Kolaboratif

Penanganan kasus kekerasan yang terjadi di Papua memerlukan pendekatan kolaboratif dan holistik agar persoalan yang terjadi dapat segera selesai. Masih terjadinya kasus kekerasan menjadi bukti bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menangani konflik tersebut dinilai kurang tepat. Berdasarkan data Amnesty International Indonesia, terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dalam rentang waktu Januari 2010 hingga Februari 2018. Pelaku kekerasan didominasi aparat kepolisian dengan 34 kasus, lalu anggota TNI 23 kasus. Sementara 11 kasus lain dilakukan bersama-sama oleh anggota Polri dan TNI. Sedangkan, satu kasus dilakukan oleh satuan polisi pamong praja. Akibat tindakan kekerasan oleh aparat keamanan, sebanyak 85 warga Papua meninggal dunia.

Di sisi lain, aksi kekerasan juga dilakukan oleh Teroris Papua yang dalam sebulan terakhir turut menewaskan aparat keamanan dan tenaga kesehatan (nakes). Pendekatan dialog dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang dialami masyarakat Papua, seperti diskriminasi dan ketidakadilan. Dialog damai sebagai strategi penyelesaian siklus kekerasan dan membuka jalan untuk isu-isu lain, ketidakadilan, diskriminasi, hak ulayat dan sebagainya. Selanjutnya ada persoalan hak ulayat di Papua. Masyarakat adat Papua yang menggantungkan hidupnya pada hutan, kini tengah mengalami persoalan. Hal ini berkaitan dengan pembangunan dan investasi yang tengah digencarkan oleh Presiden Joko Widodo. Pembangunan dan investasi menyebabkan perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. Padahal dengan hak ulayat masyarakat yang memang sehari-hari menggantungkan hidup pada hutan, tapi hutannya berganti perkebunan.

Selain dialog ada sejumlah langkah yang juga dapat dilakukan pemerintah, antara lain: Penegakan hukum. Dimana pemerintah harus memastikan penegakan hukum berjalan adil dan transparan. Penegakan hukum ini tidak hanya berlaku bagi Teroris Papua, melainkan juga kepada aparat TNI-Polri yang terbukti bersalah. Penegakan hukum bukan ke Teroris Papua saja, tetapi juga kepada aparat TNI-Polri yang memang bersalah kemudian membawa korban masyarakat biasa.

Ada saran lain agar penyelesaian konflik di Papua diselesaikan dengan cara pendekatan kolaboratif. Pemerintah, perlu melakukan upaya pendekatan tersebut karena masalah di Papua yang begitu kompleks. Penyelesaian konflik di Papua diperlukan pendekatan secara kolaboratif dan holistik. Persoalan Papua yang complicated dan multidimensi ini perlu dipahami dalam spektrum yang lebih luas. Persoalan Papua tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan solusi tunggal. Ia mengungkapkan, berdasarkan data penyelesaian konflik wilayah, persoalan di Papua tergolong sulit diselesaikan dan memakan waktu yang sangat lama. Pendekatan kolaboratif dalam penyelesaian konflik di Papua harus mensyaratkan kerja sama, interaksi dan kesepakatan bersama.

Oleh karenanya model pendekatan kolaboratif memungkinkan untuk menjadi jalan keluar atas konflik di Papua. Inilah yang perlu dikaji lebih dalam. Ini memacu kita untuk kembali mengidentifikasi persoalan yang menjadi penyebab konflik. Identifikasi akar persoalan tersebut membutuhkan penyelesaian secara kolaboratif, komprehensif dan holistih. Selain itu, pemerintah bertindak tegas terhadap tindakan diskriminatif berdasarkan ras atau rasialisme terhadap masyarakat Papua. Hal ini perlu dilakukan untuk mengakhiri siklus kekerasan yang terjadi di Bumi Cendrawasih.  Jangan sampai peristiwa rasisme pada 2019 yaitu aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan terjadi di Manokwari. Peristiwa itu dipicu oleh kasus persekusi dan diskriminasi yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Tidak boleh ada tindakan rasialisme itu. Semua rakyat Papua di seluruh Indonesia, itu tidak boleh ada kejadian seperti di Yogyakarta, di Surabaya lagi. Tindakan rasialisme terhadap masyarakat Papua harus dihilangkan. Oleh karena itu, pemerintah harus menindak tegas semua pihak yang masih melakukan praktik rasialisme. Harus ditindak sampai aktor-aktor intelektualnya, termasuk organisasi-organisasi yang masih melakukan aksi-aksi rasialisme seperti itu. Solusi penyelesaian konflik bersenjata Papua lainnya adalah dengan meminta pemerintah mengintensifkan dialog yang setara dan partisipatif antara pusat dan daerah. Dialog itu terpusat dilakukan dengan pemangku kepentingan di tujuh wilayah adat di Papua. Sebab, masyarakat adat Papua memiliki usulan terkait pembangunan. Sehingga, pembangunan yang diupayakan pemerintah bersifat bottom-up.

Selama ini karena memang ada kesulitan untuk bersinergi dalam kesetaraan, itu semua program pembangunan itu adalah top-down alias dari pemerintah pusat ke daerah. Atau dari masyarakat ke pemerintah, bukan sebaliknya. Padahal hal tersebut yang justru diperlukan masyarakat Papua. Yaitu ada aspirasi mereka yang ditampung dan diakomodir oleh pemerintah. Terutama untuk membangun sesuai kebutuhan masyarakatnya sendiri. (EKS/berbagai sumber)

Exit mobile version