Begitu mendesak sekarang adalah terciptanya sinergi yang lebih kuat dan solid antar lembaga lintas sektor yang terlibat dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Setiap daerah juga perlu mengidentifikasi akar masalah mengapa kasus-kasus infeksi covid-19 makin tinggi dan sulit dikendalikan dan mengapa kerjasama lintas sektoral selama ini tidak berjalan. Perlu dicarikan titik temu permasalahan dan meresponnya dengan kesepakatan bersama secara inovatif dan kreatif. Langkah selanjutnya adalah pencarian bentuk koordinasi yang tepat, solid dan difokuskan pada tuntutan setempat. Ini karena koordinasi yang diperlukan di satu tempat bisa berbeda dengan daerah lain.
Kerjasama solid antara penyelenggara pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, dengan perangkat pelayanan lain, seperti sekolah (sektor pendidikan), kelurahan (sektor administrasi), ataupun organisasi masyarakat (sektor sosial) mencerminkan bentuk dari kerjasama sektoral yang terbawah. Tampaknya bentuk kerjasama lintas sektoral secara makro bisa dipelajari di tingkat bawah, untuk melihat seberapa efektifnya dari pemerintah provinsi, lewat Dinas Kesehatannya mmperkuat respon penanganan covid-19 di puskesmas dan melibatkan berbagai sektor yang ada.
Jakarta, 28 Juli 2021. Persebaran covid semakin tinggi di Indonesia. Makin banyak anggota masyarakat yang terinfeksi sehingga Covid-19 semakin menjadi ancaman serius yang dampaknya amat besar dalam mengancam ekonomi masyarakat di Indonesia. Perluasan vaksinasi makin perlu ditingkatkan terutama untuk menciptakan herd community dan menghindari tingginya tingkat kematian. Data Pemerintah per 28 Juli menunjukkan penambahan yang amat tajam.Menurut catatan Satgas Penanganan Covid-19, total pasien Covid-19 hingga Selasa (27/7/2021) telah menjadi 3.239.936 orang.
Sebanyak 43.203 kasus baru terjadi dalam 24 jam terakhir dan Jawa Barat menjadi Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi yakni sebanyak 8.589. Pasien Covid-19 yang meninggal dunia sudah tercatat sebanyak 86.835 orang. Angka-angka tersebut memperlihatkan rekor kasus tertinggi sejak pandemi muncul tahun lalu. Menurut beberapa pihak, angka itu hanya mencerminkan kasus-kasus yang dilaporkan. Tidak sedikit OTG (orang tanpa gejala) ditengarai berkeliaran di lingkungan masyarakat, Mereka tidak menyadari telah menjadi sumber penularan kepada warga yang lain. Selain yang mendapat perawatan di rumah sakit, banyak yang menjalankan isolasi mandiri (isoman) dan tidak sedikit meninggal tanpa sempat mendapat perawatan. Beberapa yang parah meninggal karena tempat tidur di rumah sakit tidak tersedia.
Melihat kecenderungan ini, jumlah mereka yang terinfkeksi menurut para ahli epidemiologi diperkirakan 3 kali lipat dari laporan resmi. Kenyataan yang juga amat mengkhawatirkan adalah bahwa penambahan kasus baru telah merata di seluruh Indonesia. Terdapt sebanyak 510 kabupaten dan 34 provinsi yang di terjangkit Covid-19 di Indonesia. Suatu penanganan yang lebih serius telah menjadi kebutuhan urgen agar penanganannya dapat lebih berhasil dalam waktu dekat. Harus diakui tantangan menghadapi pandemi Covid-19 amat kompleks dan besar. Serangkaian masalah banyak bermunculan di lapangan dan tidak dapat diatasi dengan cepat. Kesiapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan yang cukup di rumah sakit menjadi masalah utama. Dilaporkan jumlah bed yang tersedia terbatas. Begitu juga dengan jumlah ventilator, tabung dan stok oksigen yang terbatas. Tingginya angka kematian antara lain disebabkan oleh alasan-alasan ini.
Menurut pengamat politik Ed Aspinall dari ANU Australia, laju penyebaran Covid-19 dan hancurnya sistem kesehatan telah menurunkan popularitas Presiden Jokowi dan kepercayaan pada pemerintah Indonesia. Para pemimpin politik di Indonesia mesti belajar dari meledaknya masalah Covid di Indonesia, sebab saat ini sepertinya komitmen mereka meragukan. Usaha pencitraan Jokowi memberikan paket bantuan dan obat dilihat oleh masyarakat tidak ada gunanya. Pada 20 Juli lalu Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa kasus-kasus Covid-19 di Indonesia telah menurun saat pemberlakukan PPKM darurat walaupun ia tidak memberikan data. Situasi Covid di Indonesia menurutnya tidak akan membaik sampai tahun depan selama upaya memvaksinasi penduduk Indonesia berjumlah 270 juta orang (170 orang dewasa) tidak berhasil dicapai.
Tampaknya masih ada banyak solusi sentral yang bisa dilakukan agar Indonesia bisa keluar dari kungkungan ancaman pandemi COVID-19. Salah satu yang diharapkan bisa menjadi solusi adalah penguatan penanganan yang melibatkan sektor lintas sektoral walau dengan sumber daya yang teerbatas dan disertai suatu koordinasi yang baik. Munculnya masalah di sektor-sektor yang berbeda menunjukkan lemahnya koordinasi dan kerjasama pada lintas sektoral penanggulangan pandemi Covid-19 di Indonesia.Program-program penanggulangan dalam berbagai sektor harus dikuatkan bila penerapan PPKM yang diperpanjang bisa berhasil memutus penyebaran Covid-19. Penerapan PPKM darurat ini akan sama nasibnya dengan program-program sebelumnya bila tidak didukung oleh kesungguhan penanganan yang teknis, terutama
menyangkut upaya pembenahan kerjasama lintas sektoral yang masih kedodoran.
Kerjasama Lintas Sektoral adalah kunci
Masalah pandemi Covid-19 jelas menyangkut keterlibatan berbagai sektor termasuk kesehatan, ekonomi, sosial, keamanan bahkan politik. Penanganan yang hanya mengandalkan sektor kesehatan saja mustahil bisa berhasil. Presiden Jokowi telah menyatakan keprihatiannya dan menyatakan bahwa sinergi lintas kementerian amat diperlukan dan harus ditingkatkan sebagai langkah strategis percepatan penanggulanan pandemi Covid-19. “Menghadapi pandemi ini dengan berbagai dampak yang ada, maka kerja tidak bisa satu sektor saja, kita harus hand to hand.”Kerja sama lintas sektor dengan Pemda pada pelaksanaannya menurutnya salah satu faktor kunci. Namun ternyata masih sering terjadi ketidaksesuaian dan koordinasi antara pemerintah dan Pemda. Padahal agar penerapan PPKM darurat dapat berhasil, kerjasama dengan semua pihak perlu solid, tidak saja dalam pencegahan, perawatan dan penanganan, namun juga dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya.
Kerjasama lintas sektoral hingga tingkat Pemda tampaknya masih belum berjalan efektif. Kerjasama ini masih amat kaya dalam wacana dan jargon-jargon politik namun kenyataannya, tampak sangat miskin dalam implementasi. Pentingnya kerjasama lintas sektoral terus-menerus digaungkan dan dipercayai akan berperan penting untuk berkontribusi dalam kesuksesan penanganan COVID-19. Namun kenyataannya kolaborasi yang menjadi kata kunci bagi semua pihak masih perlu ditingkatkan. Baik petugas sektor keesehatan, elit kewilayahan maupun keamanan perlu sekali meningkatkan kolaborasinya dan berjalan seiriing secara harmonis. Dalam kenyataannya, satu sektor merasa lebih baik dari sektor lain. Ada pihak-pihak yang terpaksa bekerja sendirian atau tanpa dukungan dan sulit menciptakan kolaborasi dan sinergi yang dibutuhkan. Selain itu ada pihak-pihak yang takut dicap berkinerja buruk atau gagal melaksanakan tugasnya sehingga memilih pasif dan kurang komitmennya.
Dinas-dinas terkait dalam penanggulangan covid-19 dilaporkan tidak melakukan kerjanya secara baik dan tidak berusaha meningkatkan kerjasamanya dan kinerjanya. Mereka bahkan masih terus saling menyalahkan dan menghujat satu sama lain. Masalah-masalah yang muncul akibat kurang sinerginya antar sektor yang teridentifikasi diantaranya dalam koordinasi tracing, vaksinasi, soal pengurusan jenazah warga covid dan masih banyak masalah lainnya. Di pihak lain dukungan yang diharapkan dari masyarakat masih rendah karena frustrasi atas pelayanan pemeirntah yang buruk dalam menangani masalah Covid-19 selama ini. Masalah-masalah ini tampak semakin jelas di daerah, terutama di level kabupaten ke bawah. Dalam hal ini tampak ada unsur tarik-menarik politis yang tidak dapat diabaikan.
Dalam merespon situasi covid-19 di Riau yang makin merisaukan. Gubernur Riau Syamsuar menyatakan bahwa dalam penanganan Covid-19, kita tidak bisa melakukannya sendirian, perlu kebersamaan dan solidaritas yang tinggi dari semua pihak. “Kerjasama dan empati lintas sektoral memang yang dibutuhkan sekarang ini, terutama juga untuk penanggulangan dampaknya”, jelasnya. Masih banyak laporan dan komentar yang terdengar hingga kini dari masing-masing sektor mengenai kerjasama yang kurang harmonis. Pihak-pihak yang terlibat masih terus saling melempar tanggungjawab sehingga tidak ada koordinasi yang jelas.
Padahal, loordinasi lintas sektor amatlah berperan dalam membangun perilaku hidup sehat lantaran perilaku hidup sehat hanya bisa terbentuk dengan memperhitungkan berbagai macam aspek kehidupan itu. Adanya satu misi yang seragam dan dapat mempertemukan semua sektor amatlah diperlukan. Di tingkat kabupaten seharusnya ada visi yang jelas dan terkoordinasi, misalnya antara puskesmas dengan lintas sektor minimal lurah, pemerintah desa, Babinsa, Babinkamtibmas, PKK atau kader,” kata Deni Frayoga, Program Officer CISDI di Jawa Barat. Lima stakeholder kunci di tingkat bawah yang perlu diberdayakan dan dibuatkan sinerginya adalah,kepala kewilayahan (kepala desa atau lurah), tokoh agama, Babinsa, Babinkamtibmas, dan PKK atau LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) atau karang taruna. Pelibatan tokoh pemerintahan daerah menurutnya perlu koordinasi yang jelas. Penting pula adanya proses dialog yang berkesinambungan antar pemangku kepentingan dengan lintas sektor lainnya agar dicapai kesamaan dan kesepakatan atas program-program penanganan di daerah.
Setiap program perlu menempatkan tujuan dan target yang disesuaikan dengan situsi dan kondisi di daerah tersebut Selain upaya pengobatan dan perawatan, upaya promotif dan preventif harus dilakukan. Sangatlah vital usaha peningkatan testing sehingga pelacakan yang ditingkatkan. Bila angka testing atau rasio lacak kasus rendah diperlukan koordinasi dan solusi untuk mencari kesepakatan, misalnya dengan mengadakan kegiatan edukasi door to door atau pelibatan masyarakat dalam testing dan tracing. Kerjasama lintas sektor juga memerlukan gerak cepat dalam intervensi dan koordinasi agar kerjasama bisa efektif. Bila perilaku antar sektor tidak sesuai dengan semangat kebersamaan dalam menghadapi pandemi. pada akhirnya yang menjadi korban adalah para nakes dan pasien Covid-19 yang berada pada posisi yang tidak berdaya.
Langkah Mendesak
Selama ini telah ada bantuan yang diberikan oleh pihak TNI/Polri dan tokoh-tokoh masyarakat. Dalam banyak hal peran mereka amat penting dalam mensukseskan program pemerintah, terutama akhir-akhir perihal peningkatan program vaksinasi di seluruh Indonesia. Sebelumnya kerja mereka ditunjukkan dalam mencontohkan kepada masyarakat mengenai kepatuhan hidup sesuai dengan konsep new normal, yaitu ketaatan prokes, memakai masker dan sebagainya. Yang mendesak diperlukan sekarang adalah terciptanya sinergi yang lebih kuat dan solid antar lembaga lintas sektor. Setiap daerah perlu mengidentifikasi akar masalah mengapa kasus-kasus infeksi covid-19 makin tinggi dan sulit dikendalikan dan mengapa kerjasama lintas sektoral tidak jalan. Perlu dicarikan titik temu permasalahan dan meresponnya dengan kesepakatan bersama secara inovatif dan kreatif. Langkah selanjutnya adalah pencarian bentuk koordinasi yang tepat, solid dan difokuskan pada tuntutan setempat. Ini karena koordinasi yang diperlukan di satu tempat bisa berbeda dengan daerah lain.
Kerjasama solid antara penyelenggara pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, dengan perangkat pelayanan lain, seperti sekolah (sektor pendidikan), kelurahan (sektor administrasi), ataupun organisasi masyarakat (sektor sosial) mencerminkan bentuk dari kerjasama sektoral yang terbawah. Tampaknya bentuk kerjasama lintas sektoral secara makro bisa dipelajari di tingkat bawah, untuk melihat seberapa efektifnya dari pemerintah provinsi, lewat Dinas Kesehatannya mmperkuat respon penanganan covid-19 di puskesmas dan melibatkan berbagai sektor yang ada. Pengamatan di puskesmas-puskesmas yang menangani masalah Covid-19 menunjukkan bahwa ersoalan kesehatan bukan hanya masalah kesehatan semata tapi tapi multi sektor dan perlu komitmen dari semuanya.
Belajar dari negara lain
Tidak kalah pentingnya adalah belajar dari pengalaman dari negara lain dalam menghadapi tantangan kerja lintas sektoral mereka dan solusi berhasil yang mereka ambil. Apalagi bila negara tersebut telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam mengontrol pandemi lain seperti flu burung (SARS), Ebola dan seterusnya. Satu hal yang kita bisa pelajari dari negara tetangga tentang kerjasama lintas sektoral adalah bahwa, bila jalinan kerjasama bagus, rasa percaya dari masyarakatnya juga amat meningkat. Selanjutnya penyebaran infeksi menjadi mudah terputus. Faktor komunikasi dan koordinasi, dalam hal ini memerankan peran yang sentral. Koordinasi dan kerjasama kuat antar sektor tidak boleh dibiarkan melemah. Suara para ahli kesehatan juga harus didengar, terutama dalam penerapan 3 T (pemeriksaan (testing), pelacakan (tracing) dan pengobatan (treatment), terutama selama pemberlakuan lockdown di Australia yang serupa dengan penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat) di Indonesia.
Menurut dr Yudhi Wibowo, ahli epidemiologi dari Unsoed, kebijakan PPKM darurat di Indonesia hanya akan mencapai hasil yang diharapkan bila kerjasama semua lintas sektor mencapai sinergi tertinggi dengan didukung dengan sumber daya yang cukup dan berkelanjutan. Jelaslah dukungan sumber daya yang cukup dan berkelanjutan juga menjadi syarat pendukung kerjasama tersebut, seperti yang ditunjukkan dengan pengalaman Australia. Sebagai negara maju mereka tidak memiliki hambatan-hambatan berarti dalam memenuhi sumber daya yang berkelanjutan. Dalam hal ini pemerintahnya benar-benar mau menginvestasikan dana bagi dukungan ini. Selanjutnya diperlukan integritas dan komitmen mereka yang terlibat dalam sektor yang berbeda dan meminimalisasi intervensi politis.
Situasi di Indonesia adalah sebaliknya. Salah satu kelemahan dalam penanganan Covid-19 di Indonesia yang dianggap menjadi penyebab meledaknya kasus di Indonesia akhir-akhir ini adalah penerapan lockdown yang setengah hati. Demi melindungi ekonomi, pemerintah tidak mau mengakui bahwa infrastruktur kesehatan di Indonesia masih amat lemah. Sejak awal sektor-sektor di pemerintah tidak kompak dan jeas memperlihatkan keragu-raguan akan komitmen penuh dalam menangani masalah pandemi ini seutuhnya. Paradigma ilmiah dan sains yang diragukan menyebabkan situasi pandemi yang semakin parah yang harus ditanggung Indonesia. Sebaliknya di Australia, masyarakat mau mematuhi aturan dan kebijakan pemerintah secara penuh karena nasehat datang dari para ahli kesehatan dan bukan dari politikus.
Tidak seperti Indonesia, semua sektor di Austalia dikoordinasikan untuk hanya memiliki satu keputusan termasuk mengenai kebijakan mobilisasi, perbatasan internasional dan batas ketat antara negara bagian. Di Indonesia ketika pergerakan masyarakat dikontrol di satu tempat, itu tidak berlaku di tempat lain, sehingga ada standar ganda. Penutupan aktivitas ekonomi harus dibayar mahal namun kini pemerintah Australia termasuk yang paling berhasil dalam penanganan Covid-19 di dunia. Akhirnya, satu hal yang patut diambil dari pengalaman Australia adalah public relations yang prima, tidak memperparah keaadaan berkat komunikasi yang baik. Masyarakat tidak kurang-kurangnya disediakan informasi terkini dan tersedia dengan informasi yang seragam.
Dengan kerjasama antar sektoral, komunikasi yang baik dapat diciptakan. Sebagai negara multikultural, pesan-pesan dan dukungan tidak saja diberikan oleh pemimpin masyarakat dan agama saja, namun juga ditulis dalam bahasa mereka sehingga dapat dimengerti. Salah satu kegagalan kerjasama lintas sektoral adalah munculnya perbedaan pendapat dan kepercayaan antara satu sektor dengan sektor lain yang terlibat. Dalam kotneks Australia jarangsekali terjadi blunder dikarenakan adanya pernyataan yang berbeda antara satu institusi dengan institusi lain. Kalau terjadi langsung dikoreksi dan menunjukkan bahwa pemerintahanannya solid sehingga tidak ada keragu-raguan untuk mentaati aturan pemerintah. (Isk – dari berbagai sumber)