Hal tersebut disampaikan beberapa warga saat mendapat kunjungan anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR Arsul Sani di Desa Watusalam, Pekalongan, Selasa (21/12).
Warga menceritakan dua kasus hukum dimana masing-masing menyeret nama salah satu manajer perusahaan PT. Pajitex yakni Agung Triyanto sebagai terlapor kasus pencemaran limbah serta dua warga desa yakni Abdul Afif dan Kurohman sebagai terlapor kasus perusakan.
Dalam kasus pencemaran yang menyeret nama Agung Triyanto yang saat ini sudah berstatus terdakwa, penyidik Polres Pekalongan di awal hanya menggunakan pasal 103 dan 104 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ancaman hukumannya 3 tahun penjara.
Selain itu, kata warga, sejak awal jadi tersangka hingga kasusnya di tangan kejaksaan dan telah menjalani sidang, tidak pernah sekalipun ditahan.
Sebaliknya, kasus perusakan pabrik yang kerugiannya tidak sampai 500 ribu rupiah, telah menyeret warga bernama Abdul Afif dan Kurohman sebagai tersangka malah ditahan polisi. Polisi pun mengenakannya dengan sangkaan pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
“Di sini realitanya sudah kebalik-balik kok pak. Kami ini rakyat kecil yang dirugikan karena pencemaran malah dipolisikan dan ditahan. Sedangkan yang pelaku pencemaran limbah hanya diproses dengan pelanggaran kecil tanpa ditahan Polisi. Padahal, warga sudah dari lama ngadu adanya pencemaran limbah yang mengganggu ke Pemkab dan Polisi, sampai saat ini tidak ada hasil. Sampai sekarang itu bapak bisa melihat bagaimana kondisnya itu pencemarannya. Apa ya aparat mungkin jadi beking itu pabrik?” ujar salah seorang warga kepada Arsul yang juga Anggota Komisi III DPR RI tersebut.Y
Hal lain yang membuat warga lebih kecewa adalah saat kasus perusakan dilaporkan, Polisi awalnya menawarkan penyelesaian Restorative Justice (RJ). Namun, begitu dua warga muncul mengakui sebagai pelaku, langsung dilanjut proses hukumnya oleh Polisi dan ditahan.
“Kita di sini warga kecewa dengan Polisi. Padahal arahan Kapolri pak Listyo Sigit jelas, sebisa mungkin ada Restorative Justice, tapi yang terjadi disini, warga dibohongi Polisi. Rekan kami dua orang yang muncul mengakui melemparkan batu kecil sampai jendela Pajitex pecah, kerugiannya tidak sampai 500 ribu, akhirnya dijebloskan Polisi ke tahanan,” tambah warga yang lain.
Direktur Eksekutif YLBHI-LBH Semarang Eti Oktaviani yang melakukan pendampingan membenarkan semua yang diadukan warga Desa Watusalam ke Arsul Sani.
“Dalam kasus ini, tidak hanya Polisi yang kami anggap tebang pilih, namun juga Pemerintahnya. Bayangkan saja, warga yang disini menderita atas pencemaran malah diminta berbaikan dengan pelaku pencemaran. Sudah nggak ada nalarnya,” kata Eti.
Pihaknya pun mengaku ironis dengan permintaan beberapa pejabat termasuk Staf Ahli Bupati Pekalongan yang meminta warga untuk tidak melakukan demo dan berbaikan dengan PT.Pajitex. Pihaknya menilai pemkab Pekalongan telah mengenyampingkan keluhan dan penderitaan warga atas pencemaran Pajitex .
Mendengar keluhan sejumlah warga Desa Watusalam, Arsul Sani berjanji akan mendukung warga Desa Watusalam untuk memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat. Asrul pun menyatakan akan memfasilitasi pertemuan antara warga didampingi LBH Semarang dengan Dirjen Gakkum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Pajitex.
Sedangkan terkait dugaan Polisi menjadi beking atau adanya oknum Polisi nakal, Arsul Sani akan menyampaikannya kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan meminta warga untuk memberikan laporan langsung ke nomor pribadi Arsul Sani.
“Kami di sini akan membantu warga Desa Watusalam untuk mendapatkan hak lingkungan yang sehat. Kami akan fasilitasi warga bertemu dengan Dirjen Gakkum KLHK terkait kasus pencemaran, pihak LBH silakan ikut mendampingi. Untuk dugaan adanya beking atau oknum Polisi yang nakal, akan kami terus ke pak Kapolri. Mohon warga bisa terus beri laporan langsung ke nomor pribadi saya,” janji Arsul.