WARGABICARA.COM – Perbincangan ihwal kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh terdakwa Jessica Wongso pada 2016 kembali mencuat akhir-akhir ini. Itu setelah tayangnya Film dokumenter terbaru Netflix, Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, tayang sejak Kamis, 28 September 2023.
Gara-gara film tersebut, publik kembali mempertanyakan kebenaran Jessica sebagai pembunuh Mirna. Nama Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Krishna Murti, yang saat itu menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya ikut menarik perhatian. Pasalnya, dia saat itu yang menangani penyelidikan kasus ini.
Hasil Pemeriksaan Jessica
Menurut Jessica dalam pemeriksaan, Krishna sempat memintanya untuk mengaku sebagai pembunuh Wayan Mirna.”Saya mempertaruhkan jabatan saya agar kamu jadi tersangka,” kata Krishna seperti ditirukan Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 28 September 2016.
Penggalan rekaman sidang itu juga ditayangkan dalam film dokumenter itu. Menurut Jessica, permintaan itu disampaikan Krishna saat pemeriksaan dirinya di Polda Metro Jaya. Krishna membeberkan telah melihat tayangan CCTV Cafe Olivier yang merekam Jessica menaruh sesuatu ke dalam kopi Mirna.
Karena itu, Krishna, kata dia, memintanya untuk mengakui dirinya sebagai pembunuh Mirna yang dikenal sebagai kasus kopi sianida. Jika mengaku, kepolisian tak akan menuntutnya hukuman mati atau seumur hidup. Dia akan dihukum tujuh tahun penjara. Krishna bahkan menyebut rela mempertaruhkan jabatan agar Jessica jadi tersangka. “Paling tujuh tahun, ditambah ini itu (remisi) jadi sedikit,” kata Jessica menirukan perkataan Krishna.
Tak berselang lama, Krishna Murti memosting foto dalam akun instagram miliknya dengan caption yang menarik perhatian netizen. Postingan tersebut diduga sebagai respons Krishna atas pernyataan terdakwa pembunuh Wayan Mirna, Jessica Kumala Wongso, dalam sidang sebelumnya.
“Kesaksian paling penting dari sebuah peristiwa pidana adalah dari KORBAN dan PELAKU. Kalau korban mati, ya keterangan pelaku akan menjadi penting,” tulis akun @krishnamurti_91 itu, Jumat, 30 September 2016.
“Kepada tersangka seringkali diminta untuk memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya sesuai rangkaian perbuatan yang dilakukan dalam sebuah peristiwa pidana. Kejujuran yang bersangkutan akan membantu meringankan dalam persidangan. Pengingkaran akan memperumit dirinya karena penyidik akan merangkai dan membangun konstruksi peristiwa pidana berdasarkan kesesuaian alat bukti yang ditemukan.
Kalau dalam semua pengungkapan kasus pembunuhan mensyaratkan harus ada saksi yang melihat, besok-besok tidak ada lagi polisi yang mau ungkap kasus karena tidak ada saksi yang melihat. Apakah ini logika berpikir yang mau kita bangun?” imbuh Krishna dalam tulisannya.
Profil Krishna Murti
Krishna Murti adalah seorang perwira tinggi Polri berpangkat Inspektur Jenderal polisi atau Irjen Pol. Krishna, merupakan lulusan Akpol 1991 dan berpengalaman di bidang reserse. Dia menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri sejak 14 Oktober 2022. Ketika itu dia menggantikan Irjen Pol Johanis Asadoma yang dimutasi sebagai Kapolda Nusa Tenggara Timur.
Pria kelahiran 15 Januari 1970, Ambon, Maluku ini sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro Misi Internasional Divhubinter Polri periode 21 Juli 2017 hingga 14 Oktober 2022. Dia juga pernah menjadi Kabagkembangtas Romisinter Divhubinter Polri pada 2016 setelah dicopot jabatannya selaku Wakapolda pada September, alias dua bulan setelah dilantik pada Juli.
Krishna Murti menuntaskan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Malang pada 1985 dan SMA Negeri 5 Bandung pada 1988. Setelah lulus Akpol pada 1991, dia dipercaya jadi Pama Polda Jateng. Pada 1993, dia jadi Kapolsek Randudongkal Polres Pemalang Polda Jateng. Dia ditunjuk sebagai Pengasuh Taruna Akpol pada 1994, dan jadi sempat menjabat Komandan Kontingen Pasukan Perdamaian Polri pada 1996.
Krishna Murti jadi Kanit Serse Polwiltabes Surabaya Polda Jatim pada 1997. Dia menyelesaikan pendidikan PTIK pada 2000 seiring dipercaya sebagai Sespri Kapolda Metro Jaya. Pada 2001, dia menjabat Kapolsek Metro Penjaringan, lalu Koorspripim Kapolda Metro Jaya pada 2004, serta pada 2005 menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakut.
Dia juga pernah jadi Wakapolres Metro Depok pada 2006 hingga 2009. Selama menjabat, dia menyelesaikan pendidikan Sespimen pada 2008. Pada 2009, Krishna Murti jadi dosen Lemdikpol. Juga jadi Penyidik Madya Unit II Dit II/Eksus Bareskrim Polri pada 2010. Setelah itu dia jadi Kapolres Pekalongan Polda Jateng pada 2011. Di tahun yang sama, dia dipercaya jadi Staf Perencanaan PBB di New York.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, Krishna Murti dipercaya sebagai Penerjemah Utama Divhubinter Polri pada 2012. Dia merampungkan pendidikan Sespimti 23 pada 2014. Pada 2015, dia jadi Dirreskrimum Polda Metro Jaya pada 2015. Sebelum kemudian menjadi Wakapolda Lampung selama dua bulan dan dipindahkan kembali ke Divhubinter Polri sebagai Kabagkembangtas Romisinter pada 2016.
Pada 2016, Krishna Murti tercatat terlibat dalam penyelesaian dua kasus besar. Yakni Bom Sarinah Thamrin dan Kasus Kematian Sianida Mirna Salihin. Lalu pada 2019, dia juga terlibat menangani kasus Pengaturan Skor Ketua Umum PSSI Joko Driyono dalam Satgas Anti Mafia Bola. Di tahun yang sama, dia menyelesaikan pendidikan Lemhannas PPSA XXII.
Tanda jasa yang dikoleksinya antara lain Bintang Bhayangkara Nararya, Satyalencana Kesetiaan XXIV, Satyalencana Kesetiaan XVI, Satyalencana Kesetiaan VIII, Satyalencana Dwidya Sistha, Satyalencana Bhakti Buana, Satyalencana Santi Dharma, Satyalencana Santi Dharma (Ulangan I). Dia juga mendapatkan tanda jasa dari negara lain yaitu UNTAES Medals dari Kroasia, UNAMID Medals dari Sudan, dan UN Headquarters Medals dari PBB.
Selain itu, Krishna Murti juga memiliki sejumlah brevet kualifikasi yaitu Brevet SAR Polri, Brevet Penyidik, Brevet Selam Polri, Brevet Kavaleri Marinir 2, Brevet Yudha Wastu Wiratama (Tank Kavaleri),.Brevet Yudha Turangga Wiratama (Kavaleri Kuda), dan Brevet Terjun Bebas TNI AU.
Baca Juga: Medsos China Banjir Kecaman ke Israel Gegara Sebuah Cuitan