Wargabicara.com – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa Kementerian Agama RI tidak pernah mengeluarkan larangan terkait penggunaan pengeras suara di masjid atau musala.
Pernyataan tersebut dia sampaikan sebagai tanggapan terhadap perdebatan yang muncul mengenai penggunaan pengeras suara saat kegiatan tadarus di masjid selama bulan Ramadan.
“Kan jelas kita tidak pernah melarang pengeras suara. Tidak pernah melarang penggunaan pengeras suara,” kata Yaqut di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3).
Yaqut menyatakan bahwa ia hanya memberikan saran dengan berbagai aturan untuk memastikan bahwa dalam beberapa waktu tertentu, masjid hanya menggunakan pengeras suara dalam ruangan, dan tidak menggunakan pengeras suara eksternal.
Bagi Yaqut, masyarakat Indonesia saat ini hidup dalam sebuah negara yang heterogen dan beragam. Oleh karena itu, mereka diharapkan untuk saling menghargai satu sama lain.
“Jangankan berbeda agama, dalam satu agama pun bisa jadi suara sepiker yang terlalu keras, suara sepiker yang terlalu keras, jangan diplintir ya. Suara sepiker terlalu keras bisa mengganggu yang lain,” kata eks Ketum PP GP Ansor tersebut.
Dalam konteks ini, Yaqut menegaskan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) hanya mengatur agar suara pengeras suara terdengar dengan lebih syahdu, terutama ketika yang dilantunkan adalah ayat-ayat suci.
“Jadi bukan melarang. Jadi kalau ada ustaz, siapa itu namanya lupa saya, yang melintir-melintir katanya melarang penggunaan sepiker gitu enggak ada,” kata dia.
“Justru syiar itu penting dan sepiker itu kita atur supaya menjadi bagian syiar yang indah,” tambahnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy memberikan dukungan terhadap kebijakan Kementerian Agama terkait penggunaan pengeras suara di masjid selama Ramadan.
Muhadjir menegaskan bahwa penggunaan pengeras suara seharusnya fokus untuk mengingatkan warga tentang waktu salat. Oleh karena itu, penggunaan pengeras suara untuk keperluan lain sebaiknya dihindari.
“Jangan sampai yang mestinya untuk memanggil, tetapi bikin menjadi gaduh, kemudian yang mestinya harus khusyuk, tetapi dengan adanya pengeras maka jadi terganggu,” kata Muhadjir di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/3).
Muhadjir menegaskan bahwa penggunaan pengeras suara eksternal masih diperbolehkan. Namun, ia menyarankan agar penggunaan pengeras suara eksternal sebaiknya dibatasi hanya untuk pengumuman azan salat.
Sementara itu, kegiatan seperti membaca Alquran, zikir, dan ceramah sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pengeras suara internal (dalam ruangan). Hal ini bertujuan untuk menghormati umat agama lain yang tinggal di sekitar masjid.
“Pokoknya gunakanlah pengeras sewajarnya, tetapi jangan sampai menganggu lingkungan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2024 yang memuat Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Salah satu poin dalam surat tersebut mengatur penggunaan pengeras suara di masjid selama bulan Ramadan. SE tersebut menjadi perbincangan publik karena diinterpretasikan oleh sebagian kalangan sebagai larangan penggunaan pengeras suara.
Salah satu tokoh yang mengkritik kebijakan tersebut adalah Gus Miftah. Hal ini menimbulkan polemik karena adanya perbedaan pendapat antara Kemenag dan Gus Miftah.
Menyikapi pernyataan Gus Miftah, Juru Bicara Kemenag, Annas Hasbie, menyatakan bahwa Gus Miftah keliru dalam memahami larangan penggunaan pengeras suara saat tadarus Alquran di bulan Ramadan.
Baca Juga : Hendropriyono soal FPI Jadi Front Persatuan Islam: Ada yang Dipertahankan
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari Wargabicara.com. Untuk kerjasama lainnya bisa kontak email atau sosial media kami lainnya.