Jakarta – Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC) mengadakan acara halal bihalal dan knowledge sharing. Digelar pada Rabu (24/04), di Binus International University, Jakarta Pusat.
Dalam sesi acara ini, pendigitalan dan pencerdasan Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan pun menjadi topik utama yang dibicarakan.
Dr. Muhammad Jumadi selaku Sharing Knowledge APIC 2024, mengambil peran sebagai moderator utama. Dengan kepemimpinan yang tegas namun ramah, Dr. Muhammad Jumadi mengarahkan percakapan agar fokus pada topik-topik kunci tentang digital dan kecerdasan bangsa. Ia juga memastikan bahwa setiap peserta mendapatkan wawasan yang berharga dari sesi diskusi.
Adapun paparan materi ini disampaikan langsung oleh Prof. Bambang Brodjonegoro selaku Komisaris Utama Telkom Indonesia, Guru Besar FEB UI dan Penasehat APIC.
Awalnya, ia menjelaskan tentang alasan mengapa demografi dividen penting kepada para tamu undangan yang hadir dalam acara ini.
“Kenapa demografi dividen menjadi penting, yang pasti untuk Indonesia demografic dividen hanya sekali seumur hidup datangnya, nggak akan datang lagi,” tuturnya menjelaskan.
Ia mengatakan bahwa domus demografi dalam sejarah perekonomian beberapa negara, kini telah menjadi katalis suatu negara untuk naik kelas dari ketegori berpendapatan menengah.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan bahwa bonus demografi adalah modal utama bagi Indonesia agar dapat mencapai Indonesia Emas 2045.
“Bonus demografi adalah modal untuk bisa lolos dari jebakan pendapatan menengah,” jelas Bambang lagi.
Saat ini masih ditemukan banyak negara yang sulit lepas dari jebakan pendapatan menengah tersebut. Dikatakan Bambang, bahwa nantinya Indonesia akan berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah apabila berhasil mencapai Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, setelah 2045 Indonesia bisa saja menjadi negara aging. Alasannya, karena mayoritas penduduk tanah air adalah penduduk muda.
Sebagai contoh, ia pun menyebutkan China adalah salah satu negara yang masuk dalam kategori aging.
Bukan tanpa alasan, hal ini lantaran China adalah negara yang sudah menerapkan one child policy. Lain halnya dengan Indonesia yang menerapkan program Keluarga Berencana (KB) yang menjadi andalannya saat ini.
“Contoh lain ada India karena ta mengenal pembatasan anak makannya dapat menjadi lawan bagi China,” sambung dia.
Bambang pun juga sempat menjelaskan tentang apa yang menjadi tumpuan utama supaya Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi.
Menurutnya bila dilihat dalam bidang ekonomi, produktivitas menjadi faktor penting. Karena bila nantinya Indonesia memiliki nilai produktivitas yang penting, maka akan mampu untuk bersaing dengan negara-negara lainnya.
Namun di satu sisi hal itu juga dapat menjadi ancaman kerja. Meski tak dapat dipungkiri bahwa hal itu juga dapat meningkatkan produktivitas dan persaingan negara akan menggunakan teknologi semaksimal mungkin.
Integrasi Ekonomi Domestik: Negara Indonesia ini me-managenya mahal. Dengan adanya IKN, diinginkan ada sumber pertumbuhan ekonomi di luar pulau Jawa.
Kemudian dalam paparannya, ia juga ikut menjelaskan bahwa transformasi digital juga sudah menjadi bagian strategi yang penting agar Indonesia dapat naik kelas.
Mulai dari kelas menengah hingga membuat Indonesia menjadi negara maju. Hal ini pun perlahan mulai terlihat dari data adopsi internet di Indonesia yang sudah tinggi dimana sudah hampir mencapai 70 persen.
Menurut Bambang, bahwa jalan teknologi itu butuh market lantaran indonesia itu sudah pendapatnya sudah meningkat.
“Kalau dilihat fakta ekonomi tergantung konsumsi rumah tangga, itu hampir 60 persennya dari konsumsi rumah tangga,” tuturnya
“Kuncinya memang untuk memanfaatkan bonus demografi, sudah menyiapkan literasi digital yang di dominasi provinsi-provinsi di Jawa,” tambahnya.
Dalam paparannya, ia pun juga melanjutkan bahwa Indonesia juga harus fokus dengan 4 kerangka mulai dari digital skills, digital safety, digital etics, digital culture.
“Tentunya kita harus memastikan keterampilan digital dengan literasi digital yang bertujuan untuk membangun keluarga yang kompeten,” ucapnya.
“Jadi yang harus kita dorong dalam asosiasi ini, bagaimana start up pengembang apliaksi dalam bisnisnya dapat menjawab isu terbesar di Indonesia saat ini,” sambungnya.
Penulis : Gege
Editor : Dian