WargaBicara.com – Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si., yang saat ini juga dikenal sebagai juru bicara Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia, adalah seorang tokoh yang telah lama berkomitmen dalam memperkuat moderasi beragama di Indonesia. Beliau memahami bahwa di tengah kemajemukan agama yang ada, Indonesia membutuhkan pendekatan yang moderat dan inklusif untuk membangun kehidupan yang rukun dan damai. Pada momen pengukuhan sebagai Guru Besar di Busan University of Foreign Studies (BUFS), Korea Selatan, Ngabalin memberikan pidato inspiratif yang menguraikan visi dan misinya tentang moderasi beragama, yang diharapkannya dapat diimplementasikan dalam pendidikan dan masyarakat luas.
Dalam pidato yang sarat makna ini, Ngabalin menggarisbawahi bahwa sekolah memiliki peran strategis sebagai pusat penguatan nilai-nilai moderasi beragama. Menurutnya, pendidikan adalah fondasi bagi generasi mendatang dan harus menjadi tempat di mana nilai-nilai seperti toleransi, penghormatan antaragama, dan pemahaman atas perbedaan ditanamkan sejak dini. Dengan memasukkan prinsip-prinsip moderasi ke dalam kurikulum, sekolah dapat membentuk individu-individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kesadaran untuk hidup harmonis dalam masyarakat yang beragam. Ngabalin menekankan bahwa pendidikan yang berbasis moderasi akan memperkuat tatanan sosial yang damai dan menjaga generasi muda dari pengaruh ekstremisme.
Moderasi beragama, menurut Ngabalin, adalah suatu sikap “jalan tengah” yang tidak hanya relevan dalam dunia politik, tetapi juga dalam praktik keagamaan sehari-hari. Konsep ini, yang menekankan keseimbangan, ditujukan untuk menghindari pandangan ekstrem yang dapat memicu konflik antarumat beragama. Ngabalin menjelaskan bahwa moderasi bukanlah sikap yang lemah, melainkan suatu pendekatan kuat yang mampu menjaga persatuan. Dengan moderasi beragama, umat dapat menjalankan keyakinan mereka dengan damai, tanpa menganggap bahwa keyakinan mereka adalah satu-satunya yang absolut. Moderasi juga mengajarkan bahwa hidup berdampingan adalah nilai luhur yang perlu dijaga agar tercipta lingkungan sosial yang harmonis dan saling menghormati.
Dalam pidatonya, Ngabalin menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan lintas agama dalam memperkuat moderasi. Beliau mengajukan tujuh langkah konkret yang dapat diambil untuk menjaga komitmen kolektif dalam moderasi beragama:
- Pendidikan Moderasi Beragama: Mengintegrasikan prinsip-prinsip moderasi beragama dalam kurikulum sekolah agar pemahaman tentang toleransi dan harmoni ditanamkan sejak dini. Pendidikan yang inklusif, menurutnya, adalah kunci utama untuk membentuk karakter anak bangsa yang moderat.
- Dialog Antaragama dan Pengabdian Masyarakat: Ngabalin mengajak semua pihak untuk terlibat dalam dialog antaragama sebagai sarana untuk memperkuat pemahaman antarumat beragama. Melalui dialog ini, masyarakat dapat mengembangkan pola pikir kritis dan penghormatan terhadap beragam keyakinan.
- Peran Pemimpin Agama dan Intelektual: Para pemimpin agama dan tokoh intelektual, menurut Ngabalin, memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan dan memperkuat prinsip moderasi dalam komunitas mereka. Dengan dukungan pemimpin agama, moderasi beragama dapat lebih mudah diterima dan dipraktikkan oleh masyarakat.
- Kemitraan Komunitas yang Lebih Luas: Ngabalin juga mendorong komunitas untuk membangun kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat dan lembaga pemerintah, untuk menciptakan suasana yang mendukung moderasi beragama.
- Keseimbangan Pribadi dalam Praktek Keagamaan: Ngabalin menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam beragama. Menurutnya, setiap individu perlu menjalankan agamanya dengan tidak berlebihan, baik dalam bentuk kemewahan maupun asketisme ekstrem, untuk mencapai kehidupan spiritual yang stabil dan moderat.
- Dukungan Terhadap Gerakan Reformasi Agama: Ngabalin menggarisbawahi pentingnya reformasi dalam praktik keagamaan. Ia mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa sikap moderat saja tidak cukup, tetapi juga perlu adanya pembaruan untuk mengatasi permasalahan dalam praktik dan keyakinan keagamaan yang tidak sesuai dengan semangat kebersamaan dan toleransi.
- Keberanian Moral untuk Melawan Ekstremisme: Ngabalin mengajak masyarakat untuk memiliki keberanian moral dalam menolak ekstremisme. Keberanian ini penting dalam meningkatkan toleransi dan menjaga keseimbangan dalam komunitas, sehingga dapat mencegah penyebaran ajaran-ajaran radikal.
Selain memberikan peta jalan konkret ini, Ngabalin juga mengapresiasi dukungan dari berbagai pihak yang selama ini menjadi mitranya dalam mengembangkan moderasi beragama, terutama dari komunitas akademik dan rekan-rekannya di Korea Selatan. Pengukuhan sebagai Guru Besar di BUFS menjadi simbol dan motivasi bagi Ngabalin untuk terus memperjuangkan moderasi sebagai nilai fundamental dalam membangun bangsa yang damai. Beliau berharap agar melalui kerja sama akademis dan pertukaran ilmu, hubungan Indonesia-Korea Selatan dapat semakin kokoh di masa depan.
Penghargaan akademik yang diraih Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin bukan hanya pengakuan atas kiprah akademisnya, tetapi juga menjadi simbol perjuangan beliau dalam memperjuangkan keberagaman dan perdamaian di Indonesia.
Pengakuan ini mengukuhkan posisi Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin sebagai salah satu tokoh sentral dalam upaya membangun moderasi beragama di Indonesia, dengan visi untuk menciptakan masyarakat yang lebih toleran, harmonis, dan saling menghargai di tengah beragam keyakinan. Peran beliau tidak hanya terbatas pada bidang akademis, tetapi juga merambah ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk pemerintahan dan komunitas antaragama.
Sebagai juru bicara di Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Ngabalin memanfaatkan perannya untuk mendorong kebijakan yang memperkuat nilai-nilai moderasi dan keberagaman. Hal ini sejalan dengan tujuan negara untuk menjaga stabilitas sosial dan keamanan nasional dengan menolak segala bentuk intoleransi. Dalam beberapa kesempatan, Ngabalin menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung program-program yang mempromosikan moderasi beragama di semua lini masyarakat.
Pengukuhan Ngabalin sebagai Guru Besar di Busan University of Foreign Studies juga membuka jalan bagi kolaborasi internasional yang lebih kuat, khususnya di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dengan latar belakang sebagai akademisi dan tokoh agama, beliau berharap untuk memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Melalui pertukaran budaya dan pendidikan, Ngabalin yakin bahwa prinsip moderasi beragama yang ia perjuangkan dapat menjadi model bagi negara-negara lain yang juga menghadapi isu pluralitas.
Selain itu, beliau menggarisbawahi pentingnya pemahaman lintas budaya sebagai kunci dalam menjaga kedamaian dunia. Menurutnya, Indonesia dan Korea Selatan, meskipun memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dapat bersatu melalui nilai-nilai universal seperti toleransi, penghormatan, dan moderasi. Melalui peran barunya sebagai Guru Besar, Ngabalin berkomitmen untuk terus memperkenalkan gagasan moderasi Indonesia di kancah internasional, menjadikannya sebagai contoh bagi dunia dalam mengelola keragaman.
Pidato pengukuhannya mengundang apresiasi dari berbagai tokoh penting, baik dari dalam maupun luar negeri. Banyak pihak yang memandang Ngabalin sebagai sosok inspiratif yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan pendekatan akademis yang ilmiah. Tokoh-tokoh agama di Indonesia, seperti dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi keagamaan lainnya, memuji beliau atas dedikasinya dalam mempromosikan moderasi di tengah kemajemukan agama. Mereka menilai bahwa sosok seperti Ngabalin sangat dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan dan kedamaian di Indonesia.
Pada kesempatan ini, Ngabalin juga memberikan pesan khusus kepada generasi muda Indonesia. Beliau mengajak para pemuda untuk memahami pentingnya moderasi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menghadapi dunia yang semakin terbuka dan penuh tantangan. Ngabalin menekankan bahwa toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan rasa persatuan adalah nilai-nilai yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk menciptakan masyarakat yang damai.
Lebih jauh, Ngabalin menegaskan bahwa moderasi beragama bukan sekadar slogan, tetapi sebuah gaya hidup yang harus diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, baik di lingkungan keluarga, komunitas, maupun institusi. Menurutnya, moderasi adalah wujud nyata dari pengamalan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia. Dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip ini, beliau berharap bangsa Indonesia dapat terus hidup dalam keberagaman dengan penuh keharmonisan.
Pada akhirnya, pengukuhan Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin sebagai Guru Besar di Busan University of Foreign Studies tidak hanya memperkuat status beliau sebagai akademisi, tetapi juga sebagai duta perdamaian yang siap mengemban misi moderasi di kancah global. Harapannya, pesan moderasi beragama yang beliau sampaikan dapat menjadi inspirasi bagi dunia dalam menciptakan masa depan yang lebih toleran dan damai.
Peran Pendidikan dalam Penguatan Moderasi Beragama: Sekolah sebagai Pusat Penguatan Moderas
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menekankan bahwa pendidikan, terutama di tingkat sekolah, memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Menurutnya, sekolah seharusnya menjadi tempat utama untuk memperkenalkan dan mengajarkan konsep moderasi beragama sejak dini. Sebagai institusi yang menjadi bagian integral dalam kehidupan anak-anak dan remaja, sekolah memiliki kekuatan untuk membentuk karakter dan pandangan hidup peserta didik.
Dalam pidato pengukuhannya, Ngabalin mengungkapkan bahwa dengan memasukkan prinsip-prinsip moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan, kita dapat membangun generasi yang memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman agama. Hal ini, lanjutnya, akan menghasilkan individu yang lebih bijak dalam menyikapi perbedaan, yang pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai.
Moderasi Beragama sebagai Dasar Harmoni Sosial
Ngabalin juga menyoroti bagaimana moderasi beragama dapat menjadi dasar bagi terciptanya harmoni sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Sebagai negara dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa serta agama, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan di tengah keragaman. Namun, dengan mengedepankan moderasi beragama, masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai, tanpa memandang perbedaan keyakinan.
Moderasi beragama, menurut Ngabalin, bukan hanya tentang menghindari ekstremisme, tetapi juga tentang menumbuhkan sikap saling menghormati antar umat beragama. Dengan menghargai perbedaan keyakinan, masing-masing individu dan kelompok dapat menemukan kedamaian dan keharmonisan. Dalam konteks ini, pendidikan di sekolah menjadi fondasi yang sangat penting untuk membentuk pemahaman yang lebih luas tentang prinsip ini.
Dialog Antaragama sebagai Kunci Moderasi
Dalam pidatonya, Ngabalin menekankan pentingnya dialog antaragama sebagai salah satu cara untuk memperkuat moderasi beragama. Menurutnya, melalui dialog yang terbuka dan jujur, kita dapat memahami lebih dalam pandangan dan keyakinan agama lain, serta mencari titik temu untuk hidup bersama dalam damai. Dia mengajak para pemimpin agama dan intelektual untuk lebih aktif dalam berdiskusi dan memperkuat moderasi dalam komunitas mereka.
Dialog antaragama, lanjut Ngabalin, dapat membuka jalan untuk saling memahami dan menghilangkan prasangka serta stereotip yang sering kali menjadi pemicu konflik. Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya moderasi beragama, diharapkan akan tercipta rasa saling percaya antar umat beragama, yang pada gilirannya akan memperkuat kesatuan bangsa.
Peran Pemimpin Agama dan Intelektual dalam Memperkuat Moderasi
Ngabalin juga menekankan peran penting para pemimpin agama dan intelektual dalam memperkuat moderasi beragama. Beliau menyatakan bahwa para pemimpin agama harus menjadi contoh teladan dalam memperkenalkan sikap moderat dalam beragama kepada umat mereka. Selain itu, intelektual juga memiliki tanggung jawab untuk menggali dan mengembangkan pemikiran yang mendukung moderasi beragama melalui penelitian dan kajian yang berbasis pada toleransi dan pengertian.
Menurut Ngabalin, pemimpin agama dan intelektual memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pikiran dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, mereka harus memiliki keberanian moral untuk melawan ekstremisme dan radikalisasi yang dapat merusak kerukunan antar umat beragama. Dengan melakukan hal tersebut, mereka tidak hanya memperkuat moderasi beragama dalam komunitas mereka, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya stabilitas sosial yang lebih luas.
Menumbuhkan Toleransi dan Menghadapi Tantangan Global
Sebagai seorang tokoh yang berperan aktif dalam berbagai isu politik dan sosial, Ngabalin juga menekankan pentingnya toleransi dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Dengan adanya komunikasi yang lebih intensif antara negara-negara dan bangsa-bangsa yang berbeda, penting untuk memperkuat nilai-nilai moderasi beragama agar konflik yang berbasis pada agama dapat diminimalisir.
Dalam konteks ini, Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan masyarakat yang majemuk, dapat menjadi contoh bagi dunia dalam mempromosikan toleransi dan moderasi. Dengan menggunakan pendidikan dan dialog antaragama sebagai alat utama, Indonesia dapat berperan aktif dalam menciptakan dunia yang lebih damai dan inklusif. Ngabalin percaya bahwa melalui langkah-langkah ini, masyarakat global dapat lebih menghargai perbedaan dan hidup bersama dalam harmoni.
Membangun Kemitraan untuk Masa Depan yang Damai
Ngabalin juga menekankan bahwa penguatan moderasi beragama tidak hanya menjadi tanggung jawab individu atau kelompok tertentu, tetapi juga harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Semua pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung praktek-praktek moderasi beragama, yang dapat memastikan keberlangsungan perdamaian dan keharmonisan dalam jangka panjang.
Melalui kemitraan yang solid antara Indonesia dan negara-negara lain, seperti Korea Selatan, Ngabalin berharap agar penguatan moderasi beragama dapat dilakukan secara lebih efektif, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kerjasama ini, menurut beliau, akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan, dalam menciptakan dunia yang lebih stabil dan damai.
Penulis : Salma Hasna