Pemerintah Rencanakan Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen pada 2025: Dampak dan Respons Masyarakat

Jakarta, 17 Desember 2024 – Pemerintah Indonesia melalui kebijakan fiskal yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), mengumumkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen pada 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendanai berbagai proyek pembangunan strategis di tengah tantangan ekonomi global dan domestik.

Kenaikan PPN sebagai Bagian dari Reformasi Perpajakan

Pada tahun 2021, melalui Undang-Undang HPP, pemerintah Indonesia secara resmi menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen mulai April 2022. Sementara itu, dalam rencana jangka panjang, pemerintah mengusulkan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025. Kebijakan ini diproyeksikan dapat memperkuat basis pendapatan negara, terutama di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan kebutuhan besar untuk pembiayaan pembangunan.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengungkapkan bahwa peningkatan tarif PPN ini bertujuan untuk memperkuat sistem perpajakan nasional yang lebih adil dan efisien. “Kenaikan PPN ini penting untuk menambah kapasitas fiskal negara agar dapat membiayai berbagai program pembangunan dan layanan publik yang lebih baik. Kami berharap kebijakan ini akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi perekonomian Indonesia,” jelasnya.

Dampak Kenaikan PPN Terhadap Masyarakat

Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tentu tidak akan lepas dari dampak langsung terhadap harga barang dan jasa. Salah satu sektor yang diperkirakan paling terpengaruh adalah barang-barang konsumsi sehari-hari, seperti makanan dan kebutuhan rumah tangga. Kenaikan ini berpotensi meningkatkan harga barang-barang yang selama ini dikenakan tarif PPN, meskipun barang-barang tertentu seperti sembako dan obat-obatan tetap mendapatkan pembebasan PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Masyarakat, khususnya kelompok berpendapatan rendah, khawatir bahwa kenaikan ini akan memperburuk daya beli. Peneliti dari Indonesian Budget Center (IBC), Rina Ayu, menilai bahwa meskipun tarif PPN yang lebih tinggi dapat meningkatkan pendapatan negara, namun beban pajak yang lebih tinggi dapat memberatkan masyarakat yang paling rentan. “Peningkatan PPN ini bisa mempengaruhi daya beli, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya mekanisme yang dapat melindungi kelompok tersebut,” kata Rina.

Pemerintah berjanji akan memantau dampak kebijakan ini dan menyiapkan langkah-langkah mitigasi, seperti subsidi untuk barang-barang pokok atau pengaturan tarif untuk sektor-sektor tertentu yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat.

Keputusan Pemerintah di Tengah Tantangan Ekonomi Global

Kebijakan ini juga merupakan respons terhadap dinamika ekonomi global yang penuh tantangan, termasuk lonjakan harga energi dan krisis pangan yang mengancam banyak negara. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya menambah pendapatan negara guna mengurangi defisit anggaran dan memperkuat ketahanan ekonomi dalam menghadapi gejolak eksternal.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kebijakan kenaikan tarif PPN adalah langkah strategis untuk memperbaiki struktur pajak Indonesia, yang selama ini terlalu bergantung pada pajak penghasilan. “Dengan memperluas basis pajak melalui PPN, kita tidak hanya mengandalkan pajak penghasilan yang terbatas pada lapisan tertentu, tetapi juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam mendanai pembangunan,” ujarnya.

Respons Beragam dari Berbagai Pihak

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kenaikan PPN ini terhadap sektor usaha, terutama yang bergerak di bidang barang dan jasa. Ketua APINDO, Hariyadi B. Sukamdani, menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi daya saing industri, khususnya bagi UMKM yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. “Kami berharap pemerintah dapat memberikan insentif atau keringanan pajak untuk sektor-sektor yang terdampak langsung,” ujarnya.

Di sisi lain, beberapa ekonom menilai bahwa kenaikan tarif PPN bisa memperbaiki sistem perpajakan Indonesia secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas fiskal negara. Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menilai bahwa meskipun ada potensi penurunan daya beli masyarakat, kebijakan ini justru bisa mengurangi ketergantungan pada sektor pajak penghasilan yang selama ini hanya mencakup sebagian kecil dari populasi. “Tarif PPN yang lebih tinggi akan memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah untuk berinvestasi pada pembangunan infrastruktur dan penguatan ekonomi jangka panjang,” kata Fithra.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki struktur perpajakan Indonesia dan memastikan adanya sumber pendanaan yang cukup untuk pembangunan. Namun, implementasi kebijakan ini harus mempertimbangkan dengan seksama dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat, terutama kelompok rentan yang bisa merasakan beban lebih besar akibat kenaikan pajak.

Pemerintah diharapkan dapat mengimbangi kebijakan ini dengan berbagai langkah mitigasi, seperti subsidi barang kebutuhan pokok atau insentif bagi sektor-sektor tertentu, agar masyarakat tidak terimbas terlalu berat. Pada saat yang sama, kebijakan ini juga harus dipantau secara berkala untuk mengevaluasi dampaknya terhadap perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Exit mobile version