Jakarta — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, membuat gebrakan penting di awal masa pemerintahannya dengan mengumumkan kenaikan gaji signifikan bagi para hakim. Dalam acara pengukuhan 1.451 hakim baru di Gedung Mahkamah Agung, Kamis (12/6/2025), Prabowo menyatakan bahwa hakim golongan paling junior akan mendapatkan kenaikan gaji hingga 280 persen.
Langkah ini sontak menuai berbagai tanggapan. Bagi sebagian kalangan, kebijakan tersebut merupakan sinyal kuat bahwa pemerintahan Prabowo ingin memperkuat pilar yudikatif, menciptakan sistem peradilan yang bersih, independen, dan sejahtera. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan apakah lonjakan gaji ini murni demi reformasi hukum atau bagian dari strategi politik untuk memperkuat posisi dan pengaruh eksekutif terhadap institusi peradilan.
Menjawab Kebutuhan yang Lama Terabaikan
Dalam pidatonya, Prabowo mengungkapkan rasa terkejut saat mengetahui bahwa para hakim tak pernah mendapat kenaikan gaji selama 18 tahun terakhir. Ia menyebut kondisi para hakim sangat memprihatinkan, bahkan masih ada yang belum memiliki rumah dinas atau bekerja dalam status kontrak.
“Hakim-hakim kita menangani perkara bernilai triliunan rupiah, tapi kehidupannya jauh dari layak. Ini tidak adil,” tegas Prabowo.
Ia menekankan bahwa kenaikan gaji ini bukan bentuk memanjakan hakim, melainkan upaya memperkuat benteng terakhir keadilan agar tak mudah digoyahkan atau dibeli. Presiden bahkan menyindir keras para koruptor yang kerap lolos di pengadilan, menyiratkan pentingnya peran hakim yang tidak kompromistis terhadap pelanggaran hukum.
Upaya Menegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Prabowo menyampaikan harapan agar para hakim yang kini sejahtera dapat menegakkan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu. Ia menyatakan, “Kita butuh hakim yang tidak bisa dibeli. Rakyat kecil bergantung pada keadilan kalian.”
Ia pun menegaskan bahwa sistem hukum yang kuat adalah fondasi negara yang stabil. Tanpa yudikatif yang tepercaya, menurutnya, bangsa bisa menuju kehancuran.
Isu Keadilan dan Implikasi Politik
Meski kebijakan ini mendapat tepuk tangan meriah dari para hakim, muncul pula pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kesetaraan antarlembaga negara dan aparatur sipil lainnya. Beberapa kalangan mempertanyakan, mengapa hanya hakim yang mendapat kenaikan signifikan, sementara pegawai sektor lain diminta untuk bersabar?
Di sisi lain, tak bisa dipungkiri bahwa keputusan ini juga memiliki dampak politis. Dengan menaikkan gaji hakim secara drastis dan menunjukkan komitmen terhadap reformasi hukum, Prabowo memperkuat citra sebagai pemimpin yang tegas terhadap korupsi dan dekat dengan penegakan hukum. Namun, kritik juga datang dari pengamat yang menilai langkah ini harus diiringi reformasi sistemik, bukan sekadar peningkatan kesejahteraan personal.
Harapan untuk Sistem Peradilan yang Lebih Baik
Apa pun motif di baliknya, kenaikan gaji hakim merupakan langkah konkret yang bisa membawa pengaruh signifikan terhadap kualitas peradilan di Indonesia. Jika diikuti dengan pengawasan ketat, pelatihan integritas, dan reformasi internal, sistem hukum nasional dapat benar-benar bertransformasi menuju arah yang lebih adil dan profesional.
Namun, jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab moral yang tinggi dan penguatan mekanisme etik, maka kebijakan ini berisiko menjadi simbol semata tanpa perubahan nyata.
Baca Juga : PT Qudo Buana Nawakara: Pionir di Balik Modernisasi Patroli Korlantas dengan SILANCAR