Gajah Tesso Nilo Riau Cuma Tersisa 150 Ekor Hutannya Berubah Jadi Kebun

Hutan Tesso Nilo Berubah Kebun, Populasi Gajah Sumatera Tersisa 150 Ekor

Hutan Tesso Nilo Berubah Kebun, Populasi Gajah Sumatera Tersisa 150 Ekor

PEKANBARU – Populasi Gajah liar di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, mengalami pengurangan jumlah. Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, menyatakan bahwa saat ini individu gajah liar di TNTN diperkirakan hanya berjumlah 150 ekor.

Meskipun terjadi penurunan dari data tahun 2004 yang mencatat sekitar 200 ekor, Heru menyebut kondisi populasi saat ini masih tergolong stabil.

“Kalau jumlahnya memang berkurang, cuma kan tidak drastis. Kalau saya katakan masih stabillah populasinya. Misalnya tahun 2004 berjumlah sekitar 200 ekor, saat ini sekitar 150 ekor,” kata Heru saat berbincang dengan Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (25/11/2025).

Di dalam TNTN, Gajah Sumatera terbagi menjadi dua kantong besar, yakni Tesso Utara dan Tesso Tenggara. Tesso Utara menampung satu kelompok gajah berjumlah sekitar 30 ekor, sementara Tesso Tenggara menjadi rumah bagi sekitar 120 ekor, terbagi dalam tiga atau empat kelompok.

Faktor utama yang menyebabkan menurunnya populasi dan meningkatnya kerentanan gajah adalah perambahan hutan. Masifnya alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, khususnya kelapa sawit, membuat habitat alami gajah semakin terjepit. Kondisi ini membuat gajah kesulitan mendapatkan makanan dan obat-obatan dari tanaman alami hutan.

Heru menekankan bahwa hutan alami TNTN berfungsi sebagai sumber kehidupan utama bagi satwa. “Gajah itu butuh hutan primer atau hutan alami. Karena disitu tempat makanan yang beragam. Termasuk obat-obatan untuk dia di hutan alam Tesso Nilo,” jelas Heru. Ia menambahkan, “Jadi kenapa penting (menjaga) Tesso Nilo, karena itu apoteknya saya katakan. Apotek satwa liar ya di Tesso Nilo, karena hutan alaminya masih ada. Makanya perkembangan gajah bagus di sana.”

Oleh sebab itu, Heru meminta agar perambahan harus dihentikan demi mencegah kepunahan satwa terbesar di muka bumi itu.

Dampak perambahan hutan TNTN ternyata tidak hanya mengancam satwa, tetapi juga berimbas langsung kepada manusia, salah satunya risiko bencana banjir.

Desa Air Hitam dan Lubuk Kembang Bunga di Pelalawan, misalnya, hampir setiap tahun dilanda banjir. Ini terjadi karena hutan TNTN berfungsi sebagai kawasan hulu sungai. “Hulu sungainya kan ada di Taman Nasional Tesso Nilo. Sungai Nilo yang bermuara ke Sungai Kampar, itu kan hulunya ada di Teso Nilo. Jadi bukan hanya gajah yang terdampak, tapi kehidupan manusia juga mengalami masalah,” tutup Heru.

Exit mobile version