Akurat.co – Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mengatakan kehadiran Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi lambang kemunduran dalam menciptakan demokrasi ekonomi sesuai amanat konstitusi.
Menurutnya, narasi utama dari Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah karpet merah untuk investasi, terutama menekan biaya lahan dan tenaga kerja, merupakan cara tradisional yang telah ditinggalkan berbagai negara.
“Ketika negara lain telah jauh mendorong daya saing perekonomian melalui keunggulan teknologi dan keahlian tenaga kerja, bahkan aliansi strategis dan reformasi birokrasi, kita masih terus mengandalkan tanah dan buruh murah,” katanya lewat keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Selain itu, katanya, tak realistis Omnibus Law bisa dengan cepat memulihkan ekonomi Indonesia akibat pandemi dan langsung berimbas kepada penambahan lapangan pekerjaan.
“Mengharap investasi besar tentu saja tidak masuk akal. Di saat normal saja 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap 270 ribu tenaga kerja baru, apalagi di saat pandemi sekarang. Terbukti lagi di kala krisis perspektif Omnibus Law berbahaya dan tidak dapat diandalkan,” jelasnya.
Padahal menurut Yusuf, seharusnya pemerintah seharusnya menjaga daya beli masyarakat untuk mempercepat pemulihan. Namun, dengan adanya Omnibus Law di mana upah buruh dan haknya banyak dipangkas tentu ini akan berpengaruh pada daya beli masyarakat terutama buruh.
“Yang harus diperhatikan sebenarnya daya beli bukan sekedar investasi besar-besaran,” pungkasnya.