Dormitzer sendiri mencatat bahwa salah satu mutasi yang cukup banyak dikhawatirkan adalah E484K yang ditemukan di Afrika Selatan.
Maka dari itu, para peneliti berencana melakukan tes serupa apakah vaksin masih efektif melawan mutasi lain yang ditemukan di varian dari Inggris dan Afrika Selatan, salah satunya E484K.
Mengutip AP News, dalam laporannya di situs bioRxiv, para peneliti menggunakan sampel darah dari 20 orang penerima vaksin Pfizer-BioNTech. Mereka melaporkan, antibodi dari penerima vaksin berhasil melawan virus dalam uji coba di laboratorium.
Studi ini sendiri masih bersifat pendahuluan dan belum mendapatkan ulasan dari para ahli. Namun menurut Dormitzer, temuan ini sangat meyakinkan bahwa setidaknya mutasi tersebut, tampaknya bukan masalah bagi vaksin.
Dormitzer mengatakan, meski jika akhirnya virus bermutasi sehingga membutuhkan penyesuaian vaksin, mengubah resepnya tidak akan menjadi kesulitan untuk perusahaan. Hal ini seperti vaksin flu yang disesuaikan hampir setiap tahun.
Dia mengatakan, vaksin dibuat dengan potongan kode genetik virus dan mudah diganti, meskipun tidak jelas jenis pengujian tambahan apa yang diperlukan regulator dalam perubahan seperti itu.