Liputan6.com, Surabaya – Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Musta’in Mashud menyatakan, munculnya gerakan anti vaksin Covid-19 disebabkan adanya informasi yang berbeda-beda dari para ahli dan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait Covid-19.
“Masyarakat yang sejak awal kurang paham, ragu dan tidak percaya, apabila terus menerus memperoleh informasi yang tidak terkonfirmasi kebenarannya, maka akan semakin menolak vaksin Covid-19. Terlebih lagi belum ada Undang-Undang yang mewajibkan penggunaan vaksin itu,” ucapnya, Jumat (15/1/2021).
Musta’in mengatakan, pandemi Covid-19 itu bukan hanya ancaman personal, tetapi mengancam kelompok, komunal dan masyarakat. Sehingga, apabila terdapat salah satu dari sejumlah orang yang menolak divaksin, maka akan membahayakan beberapa orang. Hal tersebut dikarenakan Covid-19 adalah penyakit yang proses penularannya melalui interaksi dan proses sosial.
“Covid-19 dapat menular ketika seseorang berkomunikasi dan berkumpul secara berdekatan dengan orang lain, padahal kegiatan-kegiatan tersebut merupakan simbol identitas komunalitas budaya kita. Semakin dekat, tanda akrab dan secara budaya dianggap baik. Itu tidak menjadi masalah karena adanya kekebalan tubuh kita,” ujarnya.
Guna mengatasi gerakan anti vaksin itu, sosialisasi terkait Covid-19 maupun terkait vaksin tetap perlu dilakukan secara lengkap dan komprehensif. Sehingga, masyarakat semakin memahami, mengerti dan menyadari pentingnya mengikuti protokol kesehatan dan menerima program vaksinasi.
Dengan informasi yang jelas dan terkonfirmasi dengan baik, lanjut Musta’in, masyarakat akan dapat memilah dan memilih perilaku adaptif sesuai tuntutan protokol kesehatan dan menerima program vaksinasi.