WargaBicara.com – Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Victor Gustaaf Manoppo, merespons penolakan masyarakat terhadap proyek reklamasi di pesisir Teluk Manado, Sulawesi Utara. Proyek penimbunan pesisir pantai ini ditolak karena dianggap merampas ruang hidup warga, terutama kelompok nelayan.
Reklamasi yang ditentang oleh berbagai kelompok masyarakat ini dikerjakan oleh PT Manado Perkasa Utara. Izin untuk penimbunan kawasan pesisir pantai tersebut dikeluarkan oleh KKP. Victor menjelaskan bahwa izin reklamasi ini awalnya diberikan oleh pemerintah daerah setempat sejak tahun 2019.
Menurut Victor, izin dari pemerintah daerah Sulawesi Utara itu dilanjutkan oleh KKP. “Cuma karena perubahan regulasi, izin reklamasi harus dari pusat, ya (kami) lanjutkan sekarang,” kata Victor, saat dihubungi pada Selasa malam, 25 Juni 2024.
Victor menjelaskan bahwa izin dari pusat merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja. UU Nomor 11 Tahun 2022 memberikan persetujuan untuk kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut kepada perusahaan. Izin dari KKP kepada PT Manado Perkasa Utara diterbitkan pada 17 Juni 2022.
Proyek reklamasi ini berada di kawasan Pantai Karangria, Kota Manado, Sulawesi Utara. Reklamasi dilakukan pada lahan seluas 90 hektare, dengan kedalaman pasir laut yang akan ditimbun mencapai 25 meter. Dalam surat izin KKP, tertulis bahwa perizinan reklamasi tersebut bertujuan untuk pembangunan pusat bisnis dan pariwisata.
Victor menyatakan bahwa izin untuk perusahaan yang akan menimbun pantai di utara Manado telah dikeluarkan sejak lama oleh pemerintah setempat. Berdasarkan perintah UU Cipta Kerja, izin tersebut kembali dikeluarkan oleh KKP.
Terkait dampak ekologi yang menjadi sasaran penolakan warga, Victor menyebut bahwa hal tersebut telah diteliti oleh akademisi dari Universitas Sam Ratulangi di Sulawesi Utara. Setelah hasil penelitian mengenai dampak ekologi dikeluarkan, barulah KKP mengeluarkan izin.
“Itu atas pertimbangan teman-teman dari Universitas Sam Ratulangi, ikut melihat itu. Maka (syarat perizinan) itu sampai di depan kita,” tutur Victor.
Sementara dalam mengeluarkan izin, menurut Victor, KKP hanya melihat dari aspek regulasi. Baik aspek penerbitan izin, dokumen pendukung yang harus dipenuhi perusahaan, maupun aspek ekologi. “Kemudian kami lihat dari aspek ekologinya seperti apa,” kata dia.
Karena persyaratan perizinan dianggap sudah memenuhi syarat, KKP langsung mengeluarkan izin. Victor menjelaskan bahwa tidak mungkin izin tidak dikeluarkan jika semua persyaratan sudah terpenuhi. “Susah juga kalau kami enggak kasih (izin). Dokumen, persyaratan, sudah lengkap. Kami keluarkan izin,” ujar Victor.
Rusli Abeng Umar, seorang nelayan asal Manado, menyatakan bahwa nelayan adalah kelompok masyarakat yang paling terdampak akibat reklamasi. Menurutnya, reklamasi tersebut berpotensi menghilangkan sumber kehidupan ribuan nelayan di Manado.
Mereka yang bergantung nasib di laut untuk menghidupi keluarga akan kehilangan mata pencaharian. “Saya warga yang kena dampak. Karena rumah di sekitar situ,” tutur Koordinator Nelayan Daseng Maasing dari Kelurahan Maasing, Kecamatan Tuminting, Manado, dalam diskusi pada Selasa, 25 Juni 2024.
Daseng Maasing merupakan kelompok nelayan yang menolak reklamasi. Rusli, 39 tahun, menyatakan, dalam reklamasi ini, ada lima kelurahan yang terkena dampak, yakni Sindulang Satu, Sindulang Dua, Karangria, Tumumpa, dan Maasing. Kelima kelurahan tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Tuminting, Manado.
Baca Juga : MPP Miliki 106 Layanan Perizinan
Dapatkan informasi terupdate berita dari kami. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email atau sosial media WargaBicara.com lainnya.