Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim video korban bergelimpangan setelah disuntik vaksin Sinovac, dengan menangkap layar video menampilkan seorang orang yang terlihat tidak sadarkan diri sedang digendong dari sebuah mobil niaga, untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Yandex.
Penelusuran mengarah pada video akun YouTube Alavoula Chanel berjudul “Waduh Usai Di Suntik Difteri …Puluhan Santri Di Bawa Kerumah Sakit” yang dimuat, pada 11 Februari 2018.
Video tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
“Puluhan Santri dibawah kerumah sakit setelah disuntik difteri”
Video tersebut identik dengan tayangan klaim video korban bergelimpangan setelah disuntik vaksin Sinovac.
Penelusuran kedua
Penelusuran dilanjutkan dengan managkap layar tampilan video wawancara Anggota DPR Netty Prasetiyani, untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Google Image.
Penelusuran mengarah pada video akun YouTube detikTV berjudul “KENAPA VAKSIN..? : PKS MINTA MENTERI KESEHATAN MENJAWAB INI” yang diunggah pada, 4 Januari 2021.
Akun YouTube detikTV mengunggah video yang identik dengan salah satu cuplikan tayangan klaim video korban bergelimpangan setelah disuntik vaksin Sinovac.
Dalam unggahan video akun YouTube detikTV, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani memberi tanggapan terkait keamanan Vaksin Sinovac yang telah sampai di Indonesia sebanyak 1,2 juta dosis.
Berikut transkripnya:
“Oleh karena itu saya secara pribadi meminta penjelasan dari pak menteri karena memang yang disebutkan dalam Perpres No. 90 Tahun 2020 kemudian juga diikuti juga dengan PMK No.28. Kemudian Kemenkes 98/60 itu semuanya menunjukan bahwa Kementerian Kesehatan dalam hal ini menteri Kesehatan adalah pihak yang menentukan pada saat memilih vaksin yang akan dibeli dikerjasamakan atau kemudian ditunjuk penunjukan langsung.
kalau kemudian tiba-tiba muncul sinovac dalam bentuk vaksin jadi, ini sebetulnya membuat kita bingung ya, boro-boro masyarkat anggota dpr ri juga bingung sebetulnya.
Kenapa karena rapat tanggal 31 Agustus menjelaskan strategi mendapatkan vaksin itu 2, satu mengembangkan vaksin merah putih yang kedua strategi diplomasi yang waktu itu disebutkanlah vaksin sinovac yang sedang dilakukan uji klinis tahap ketiga di Indonesia dan uji klinis itu belum selesai interimnya juga baru nanti awal 2021.
kok tiba-tiba pemerintah memutuskan membeli vaksin jadi, vaksin jadi sinovac yang menurut referensi efektivitasnya belum teruji, kan begitu.
Nah, kemudian menurut ITAGI tadi pak menteri sampaikan tadi akan diberikan prioritas kepada tenaga kesehatan frontliners.
Bagaimana mungkin sebuah vaksin yang belum teruji efektivitasnya,efekesinya kebermanfaatannya diberikan kepada frontliners yang hari ini untuk mencetak satu tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat butuh waktu butuh proses yang panjang”.
Penelusuran ketiga.
Penelusuran dilanjutkan pada cuplikan video tersebut menampilkan seorang yang dipanggil Nidom menyebut vaksin menunjukkan motif ADE (Antibody-dependent-enchancement).
Penelusuran cuplikan video tersebut dilakukan dengan menangkap layar video, untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Yandex dan Google Image. Namun, tidak ada situs yang mengarah pada video tersebut.
Penelusuran dilanjutkan menggunakan Google Search dengan kata kunci ‘Nidom vaksin’. Penelusuran mengarah pada artikel berjudul “Ilmuwan Bicara Vaksin Corona: Virus Bisa Lebih Ganas” yang dimuat situs kompas.tv, pada 22 Oktober 20220.
Situs kompas.tv memuat video yang identik dengan video klaim, video tersebut membahas tentang efek ADE (Antibody-dependent-enchancement)pada vaksin, video tersebut tidak membahas 23 orang meninggal setelah divaksin corona.
Video tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
“JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Profesor Nidom Foundation (PNF) Chairul Anwar Nidom mengatakan 50% kegagalan dan keberhasilan pada sebuah uji klinis vaksin bisa terjadi ketika tidak ada referensi.
Covid-19 menjadi salah satu virus yang baru dan tak ada referensi sebelumnya. Bahkan percobaan pembuatan vaksin untuk virus SARS yang sudah 12 tahun silam pun belum berhasil.
“Saudara sepupunya Covid-19 ini yaitu SARS, belum berhasil dibuat vaksin. Padahal salah satu pembuat vaksin itu adalah salah satu produsen yang akan kita impor ini,” paparnya kepada KompasTV, Rabu (21/10/2020).
Pre-klinis vaksin Covid-19 yang disuntikkan kepada monyet tidak menunjukkan efek ADE (Antibody-dependent-enchancement) sebagaimana ketika vaksin virus SARS disuntikkan terhadap monyet.
Efek ADE, jelas Nidom, merupakan sebuah strategi dari virus untuk menghindari jebakan antibodi dari vaksin atau dari infeksi alam.
Padahal secara virologi, virus SARS dan Covid-19 memiliki kedekatan sekitar 80 persen.
“Itu pada waktu dilakukan uji pre klinis pada monyet, terjadi kerusakan yang parah pada paru-parunya. Itu diduga SARS mempunyai motif ADE,” jelasnya.
Bahayanya, apabila efek ADE terjadi kepada manusia, virus tersebut akan lebih ganas.
“Virus itu akan lebih ganas, karena dia masuk di dalam makrovag, bukan di dalam saluran pernapasan. Jadi kalau dia berkelit bisa masuk ke makrovag, maka dia infeksinya akan lebih parah tidak seperti yang infeksi saluran pernapasan,” lanjutnya.
Infeksi saluran pernapasan bisa terlontar melalui droplet, namun jika melalui makrovag maka bisa merusak sistem imun seseorang.
Kementerian Kesehatan memastikan proses imunisasi Covid-19 untuk tahap pertama akan dilakukan pada akhir November 2020.
Untuk membahasnya simak pembahasannya bersama Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Dany Amrul Ichdan, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Profesor Nidom Foundation (PNF) Chairul Anwar Nidom, serta anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Heryawan.”