Jakarta – Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, dalam kasus korupsi impor gula memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
Seiring munculnya narasi yang menyebut Tom Lembong sebagai korban kriminalisasi, sejumlah pakar hukum menegaskan bahwa perkara ini murni merupakan persoalan hukum, bukan politis.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Dr. Edi Saputra Hasibuan, menyatakan bahwa putusan terhadap Tom Lembong merupakan hasil dari proses hukum yang berjalan sesuai ketentuan.
“Ini bukan kasus yang tiba-tiba muncul. Prosesnya panjang, dimulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan terbuka yang sarat pembuktian,” ujar Edi melalui keterangan tertulis, Minggu (20/7/2025).
Ia menegaskan bahwa tudingan kriminalisasi tidak berdasar dan justru dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Hakim memutus berdasarkan fakta hukum. Kalau ini disebut kriminalisasi, di mana bukti yang menyangkal? Semua prosesnya terbuka dan diuji di pengadilan,” katanya.
Edi mengimbau agar masyarakat menyikapi putusan tersebut secara dewasa dan objektif. Ia menekankan pentingnya menjaga independensi peradilan dari pengaruh opini yang menyesatkan.
“Ini murni persoalan hukum. Jangan sampai opini publik diarahkan ke narasi yang tidak sesuai fakta,” tegasnya.
Dalam amar putusan, hakim anggota Alfis Setyawan menyebut bahwa Tom Lembong tidak cermat dalam memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) di tengah kondisi stok nasional yang menipis dan harga yang tinggi.
“Impor tidak bisa hanya dilihat dari sisi industri, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan petani tebu,” ujar Alfis dalam sidang.
Tom juga dinilai lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan operasi pasar yang ditugaskan kepada koperasi Inkopkar.
Edi menutup pernyataannya dengan mengingatkan pentingnya menjaga nalar publik agar tidak terseret dalam framing yang keliru.