Jakarta – Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, akhirnya bebas bersyarat pada Agustus 2025. Ia sebelumnya divonis 15 tahun penjara atas kasus korupsi e-KTP.
Kebebasan ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak menilai keputusan ini melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Apa Itu Bebas Bersyarat?
Bebas bersyarat adalah pengurangan masa hukuman bagi narapidana yang memenuhi syarat. Syarat tersebut termasuk menjalani dua per tiga masa tahanan, berkelakuan baik, dan mengikuti program pembinaan.
Setya Novanto memenuhi semua syarat administratif itu. Oleh karena itu, ia dibebaskan lebih cepat dari jadwal awal.
Awal Kasus Setya Novanto
Setya Novanto terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP pada tahun 2017. Proyek itu menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun.
KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka. Ia diduga menerima dana hasil korupsi dan mengatur jalannya proyek secara ilegal.
Drama Kecelakaan “Bakpao”
Saat akan diperiksa KPK, Setnov sempat menghilang. Beberapa hari kemudian, ia muncul dalam kondisi luka setelah kecelakaan mobil.
Foto kepalanya yang bengkak seperti “bakpao” viral di media sosial. Banyak orang meragukan keaslian kecelakaan tersebut.
Vonis 15 Tahun Penjara
Setelah ditangkap, Setya Novanto diadili di Pengadilan Tipikor. Pada April 2018, hakim menjatuhkan hukuman:
- 15 tahun penjara
- Denda Rp500 juta
- Larangan politik selama 5 tahun
Vonis ini dinilai sesuai dengan peran Setnov dalam mega-korupsi e-KTP.
Remisi dan Pengurangan Hukuman
Selama di penjara, Setya Novanto mendapat beberapa remisi. Berikut daftarnya:
- Idul Fitri 2023: Remisi 1 bulan
- HUT RI 2023: Remisi 3 bulan
- Idul Fitri 2024: Remisi 1 bulan
Total remisi yang diperoleh adalah 5 bulan.
Selain itu, Setnov juga sempat terekam kamera sedang keluar dari penjara tanpa izin. Hal ini menimbulkan kecaman luas dari masyarakat.
Reaksi Publik atas Bebas Bersyarat
Kebebasan Setya Novanto menuai kritik. Banyak yang menganggapnya sebagai bentuk ketidakadilan.
Lembaga seperti IM57+ Institute menyatakan bahwa bebas bersyarat untuk koruptor kelas kakap memberi sinyal buruk bagi pemberantasan korupsi.
Setya Novanto bebas bersyarat setelah menjalani sebagian masa hukumannya. Namun, pembebasan ini menimbulkan pertanyaan besar.
Apakah sistem hukum Indonesia benar-benar mampu memberi efek jera bagi koruptor?