Jakarta – Istilah “tone deaf” belakangan sering muncul di media sosial, terutama dalam perbincangan yang menyinggung sikap seseorang terhadap isu sosial maupun budaya.
Secara harfiah, tone deaf berarti ketidakmampuan seseorang untuk mengenali atau membedakan nada dalam musik. Namun dalam konteks percakapan sehari-hari, istilah ini digunakan untuk menggambarkan orang yang dianggap tidak peka atau gagal membaca situasi dengan tepat.
Contoh penggunaan istilah ini misalnya ketika seseorang membuat pernyataan atau tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi, sehingga menimbulkan kesan tidak sensitif. Karena itu, warganet kerap melabeli pernyataan yang kurang tepat sebagai “tone deaf”.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana istilah bahasa Inggris bisa bergeser makna ketika digunakan dalam ruang digital. Dari sekadar istilah musik, “tone deaf” kini menjadi kritik sosial yang populer di berbagai platform media sosial.