Jakarta (28/01/2021). “Terima kasih kepada senior dan seluruh jajaran atas dukungan yang telah diberikan kepada saya sehingga seluruh rangkaian estafet kepemimpinan Polri dari Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si kepada saya dapat berjalan dengan baik,” tutur Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sesaat setelah serah terima jabatan dari pendahulunya Rabu (27/1).
Jenderal (Pol) Idham Azis menyebut penerusnya Kepala Polri baru, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo ini bertangan dingin, sehingga bisa memajukan Polri. Dia berharap Polri ke depan menjadi lebih baik dari Polri ia menjabat. Dirinya yakin, Listyo akan mampu melakukan transformasi di tubuh Polri.
Transformasi di tubuh Polri yang dimaksud, direspon baik oleh Listyo dengan memperkenalkan POLRI PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi berkeadilan). “Ide dan gagasan ini berangkat dari hasil pemikiran mendalam saya, dalam memahami tantangan tugas Polri ke depan, serta apa yang menjadi harapan masyarakat kepada Polri berdasarkan saran dan masukan berbagai pihak,”ujarnya tangkas.
Guna menjawab tantangan tersebut, Listyo pun segera menyusun kerangka transformasi melalui transformasi organisasi, transformasi operasional, transformasi pelayanan publik, dan transformasi pengawasan. “Perubahan itu harus terasa di masyarakat, maka programnya harus menyentuh semua aspek tersebut,”ungkap alumni Akademi Kepolisian 1991 ini.
Lebih lanjut Listyo menjelaskan, pendekatan pemolisian prediktif misalnya, dipilih sebagai upaya mengikuti perkembangan pemolisian di berbagai negara maju yang dilatarbelakangi dua faktor penentu. Pertama, perkembangan pesat teknologi informasi (TI) dan pemanfaatannya secara masif. Hal ini mendorong kemajuan pesat berbagai bidang kehidupan, yang ditandai dengan saling terkoneksi, serba cepat dan mudah dijangkau.
Kedua, masih menurut Listyo, implikasi lanjutan dari perubahan tersebut memberi konsekuensi dunia menghadapi gejolak, ketidakpastian, kompleksitas dan keambiguan atau secara universal dikenal dengan istilah VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity). “Kedua faktor kondisi tersebut mendorong Polri mulai mengadopsi pendekatan pemolisian prediktif, sebagai upaya untuk menjawab perkembangan teknologi dan kondisi VUCA yang menghinggapi berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia,”ujar Polisi kelahiran Ambon, Maluku 5 Mei 1969.
Berkenaan dengan situasi terkini, Listyo juga menyebut bahwa isu strategis keamanan dalam negeri saat ini mencakup pengamanan keberlanjutan program pembangunan nasional dalam melewati masa pandemi Covid-19; pengarusutamaan moderasi beragama dalam memperkokoh NKRI; pemeliharaan kamtibmas dari gangguan Kelompok Kriminal Bersenjata; dan penegakan kebermanfaatan hukum serta pemenuhan rasa keadilan.
Pemolisian Prediktif (Predictive Policing)
Pemolisian prediktif dipopulerkan oleh Mohammad A. Tayebi dan Uwe Glässer (2016); Dawn L. Rothe dan David Kauzlarich (2016); Erik Bakke (2018); dan A. Meijer (2019). Teori ini berusaha membangun konsep pemolisian dengan mengedepankan sistem fungsi deteksi. Dari sini kemudian dianalisis secara integratif; hasil analisis digunakan sebagai bahan sistem pendukung keputusan (decision support system); sehingga akhirnya dapat merealisasikan fungsi pre-emptif dan preventif secara optimal, dan upaya terakhir penegakan hukum dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Lompatan bentuk pemolisian ini diharapkan dapat menjawab tantangan yang semakin serius dalam pengamanan program pembangunan nasional, terutama dalam mengawal isu strategis mengenai pangan, migas, dan mengawal sektor kebijakan migas. Kemudian, responsibilitas dimaknai sebagai rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam ucapan, sikap, perilaku, dan pelaksanaan tugas, yang secara keseluruhan ditujukan untuk menjamin kepentingan dan harapan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban.
Sedangkan transparansi berkeadilan, merupakan realisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, proaktif, responsif, humanis, dan mudah untuk diawasi. Sehingga, pelaksanaan tugas-tugas kepolisian akan dapat menjamin keamanan dan rasa keadilan masyarakat.
Kepemimpinan “POLRI PRESISI” diharapkan dapat mewujudkan Polri sebagai institusi unggul sebagaimana dimandatkan dalam peta jalan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Pembabakan tahapan Grand Strategy Polri merupakan penjabaran dari RPJP Nasional yang berpedoman pada pencapaian cita-cita nasional dan tujuan bernegara. Strategi pembangunan dan kebijakan umum Polri berdasarkan RPJP terbagi menjadi empat tahap yakni: Tahap I (periode 2005-2010) membangun kepercayaan (Trust building), Tahap II (periode 2011-2015) membangun kemitraan (Partnership building), Tahap III (periode 2016-2020) menuju organisasi yang unggul (Strive for excellence). 4. Tahap IV (periode 2021-2025) organisasi yang unggul (Excellent). “Jadi transformasi yang dicanangkan tetap sejalan dengan rencana jangka panjang Polri,” tegas Listyo.
Implementasi pemolisian prediktif di Indonesia, masih menurut Listyo dapat dikembangkan dengan mengedepankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) melalui pelaksanaan fungsi-fungsi terdepan kepolisian dalam sistem deteksi. Jika itu terwujud, akan membuahkan agregat data hasil deteksi yang dapat dikelola melalui optimalisasi pemanfaatan teknologi digital berupa Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IOT), Analysis Big Data termasuk sistem pendukung lainnya dalam taksonomi bloom penguatan kelembagaan Polri.
Taksonomi bloom merujuk pada kategori tatanan pemikiran terentang mulai dari higher-order-thinking hingga lower-order thinking dalam konteks pengembangan kepemimpinan dan pendidikan (Haryatmoko, 2020). Adapun pengembangan SDM Polri difokuskan untuk berkreasi, mengevaluasi, dan menerapkan kebijakan yang dikelola melalui sistem pengambilan keputusan pemolisian guna menjaga stabilitas nasional dengan menampilkan wajah polisi yang melayani dan dekat dengan masyarakat dalam melaksanakan tugas secara cepat, tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan. (Saf)