Merdeka.com – Plt Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika, Nyoman Adhiarna, mengatakan bahwa pemerintah melihat masa pandemi sebagai pendorong masyarakat dan pemerintah untuk mempercepat akselerasi digital. Adaptasi new normal bukan hanya didukung dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tetapi juga menyangkut ke sektor digital.
“Masyarakat sudah terbiasa dalam digitalisasi dan kita harus mempercepat karena masa pandemi ini adalah momen terbaik untuk mempercepat transformasi digital,” ucap Nyoman dalam sesi Webinar yang diadakan oleh Pasar Polis pada Rabu (2/9).
Menurut Nyoman, ada tiga hal besar dalam mendukung transformasi digital. Salah satu yang terpenting adalah digitalisasi dalam kegiatan ekonomi. “Sekarang sudah terjadi nih. Orang-orang terpaksa menggunakan akses internet untuk memperlancar proses bisnis dan konsumsinya,” kata Nyoman.
Hal ini sebagaimana juga didukung oleh adanya peningkatan pengguna internet di Indonesia dari hanya 143 juta pada 2017, melonjak sampai 175 juta di 2019. “Potensi ini cukup besar mengingat adanya wabah COVID-19 yang masih terus menyebar. Banyak bisnis mau tidak mau perlu beradaptasi dan akhirnya shifting dari offline ke online,” tambah Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Digital Kementerian Koordinator Perekonomian, Rizal Edwin.
Kemudian, ke depannya pemerintah daerah maupun pusat diharapkan juga mampu memberikan pelayanan yang sudah terintegrasi digital pada masyarakat. “Supaya masyarakat nggak perlu ribet dateng langsung lagi ke kantor atau ngantri panjang,” tambah Nyoman.
Lalu, yang terakhir adalah mendorong masyarakat agar melek digital lewat literasi digital. “Misalnya, dalam pendaftaran polis asuransi di insurtech PasarPolis ini, mereka harus paham bagaimana caranya melindungi data pribadi, di mana menyimpan password, dan tentunya cara kerja aplikasinya bagaimana,” jelasnya.
Jika digitalisasi semakin berkembang, Indonesia diharapkan dapat membangun unicorn baru. “Sekarang udah ada 5 unicorn, kita harap selanjutnya ada 10-15. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki prospek dan peluang besar untuk digitalisasi,” tutup Nyoman.
Founder dan CEO PasarPolis, Cleosent Randing meyakini bahwa asuransi perlu memiliki sifat murah dan terjangkau agar dapat dimiliki oleh semua orang dari berbagai kalangan. Oleh karena itu, PasarPolis menjalankan bisnisnya dengan menggerakan demokratisasi asuransi, agar semua orang punya kesempatan memiliki asuransi.
“Awalnya, saya berpikir, bagaimana caranya supir ojek itu bisa beli asuransi. Supir ojek kan nggak ada di negara lain, jadi produk-produk yang kita tampilkan memang produk-produk buatan putra-putri bangsa untuk seluruh masyarakat Indonesia di semua kalangan,” jelas Cleo pada sesi Webinar PasarPolis, Rabu (2/9).
Selama ini, masyarakat di kalangan menengah ke bawah kesulitan dalam memanfaatkan layanan perusahaan startup karena rendahnya literasi digital. Lewat proactive claim-nya, PasarPolis diharapkan dapat membuka peluang bagi masyarakat dan membuktikan kalau perusahaan startup dan asuransi tidak hanya mementingkan kalangan menengah ke atas saja.
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Digital Kementerian Perekonomian Rizal Edwin turut serta mendukung keberadaan perusahaan insurance tech ini. “Kalau kesehatan, yang paling menderita kan masyarakat bawah karena mereka tidak bisa memiliki dana yang cukup untuk kesehatan mereka. Untunglah pemerintah punya program BPJS untuk masalah kesehatan. Namun, dengan masuknya PasarPolis ini, semakin membuka harapan buat kita kalau semua orang bisa mendapatkan asuransi dan ini juga bisa mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ucapnya.