DENPASAR – Gubernur Bali I Wayan Koster mengeluarkan perintah keras: proyek lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida, harus dibongkar. Keputusan ini diambil bersama Bupati Klungkung setelah menemukan lima pelanggaran berat terhadap tata ruang. Proyek senilai Rp200 miliar ini dianggap mengancam alam dan budaya Bali.
Koster meminta PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group (PT Bina Nusa Property) menghentikan pembangunan lift kaca itu segera. Pengembang harus membongkar bangunan secara mandiri paling lama enam bulan. Setelah pembongkaran, pemulihan lahan harus selesai dalam waktu tiga bulan. Koster memperingatkan, jika batas waktu terlampaui, Pemprov dan Pemkab Klungkung akan membongkar proyek itu secara paksa.
Gubernur Koster menjelaskan lima pelanggaran fatal berdasarkan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020. Pelanggaran pertama adalah lift kaca setinggi 180 meter itu dibangun di kawasan sempadan jurang tanpa izin resmi Gubernur. Kedua, pondasi lift berada di wilayah pantai dan pesisir. Ini melanggar aturan dan tidak mendapat izin pemanfaatan ruang laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pelanggaran ketiga, pengembang tidak memiliki kajian kestabilan jurang yang wajib direkomendasikan Gubernur. Keempat, terjadi masalah validasi perizinan Penanaman Modal Asing (PMA) yang diterbitkan melalui sistem OSS, sebelum PP Nomor 28 Tahun 2025 berlaku. Kelima, sebagian besar bangunan lift berada di perairan pesisir dan lagi-lagi tanpa izin dasar KKPRL dari KKP.
Pelanggaran berat ini berujung pada sanksi administratif berupa pembongkaran. Ada pula potensi pelanggaran lingkungan hidup.
Proyek lift kaca ini dibangun melintasi tiga zona kewenangan berbeda. Bangunan loket tiket berada di dataran atas jurang (Wilayah A), yang merupakan kewenangan Pemkab Klungkung. Bagian jurang (Wilayah B) merupakan tanah negara. Sementara, bagian bawah jurang—yaitu pantai dan perairan pesisir (Wilayah C)—adalah kewenangan KKP dan Pemprov Bali. Jenis bangunan yang harus dibongkar meliputi loket tiket, jembatan penghubung 42 meter, dan lift kaca setinggi 180 meter yang mencakup pondasi dan restoran.
Gubernur Koster menyampaikan, tindakan tegas ini bertujuan memberi sinyal jelas. Investasi di Bali harus taat hukum, melindungi ekosistem alam, dan menghormati kearifan lokal.
“Bukan berorientasi pada eksploitasi yang berdampak terhadap kerusakan ekosistem alam, budaya, dan kearifan lokal, serta masa depan generasi Bali,” ujarnya.
Ia menambahkan, Bali mendukung investasi yang legal, patut, dan pantas. Tujuannya adalah memajukan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Upaya ini diharapkan mencegah terulangnya pelanggaran oleh pemangku kepentingan di masa depan.












