JAKARTA – Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Pol. Dedi Prasetyo, mengungkap temuan yang memprihatinkan dari hasil asesmen internal institusi. Ia menyatakan bahwa banyak perwira di tingkat Kapolsek dan Kapolres yang kinerjanya di bawah standar, atau under performance.
Temuan ini muncul dalam paparan di Rapat Kerja Komisi III DPR RI dan menjadi sinyal penting perlunya reformasi struktural dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Polri.
Data yang diungkap Wakapolri sangat mencolok di tingkat Polsek.
“Dari 4.340 Kapolsek, 67 persen dinilai berkinerja buruk,” kata Dedi Prasetyo.
Menurut Wakapolri, salah satu akar masalah utama adalah tingginya jumlah Kapolsek yang berasal dari lulusan Pendidikan Alih Golongan (PAG), yakni perwira yang sebelumnya adalah bintara. Hampir separuh dari Kapolsek yang under performance merupakan lulusan PAG.
Masalah kinerja buruk ini tidak hanya terjadi di level Polsek. Dedi juga menyoroti kondisi di level yang lebih tinggi. Dari 440 Kapolres yang dinilai melalui asesmen, 36 orang dinyatakan under performance. Bahkan, dari 47 Direktur Reserse Kriminal (Dir Reskrim), 15 orang kinerjanya belum sesuai harapan.
Reformasi SDM dan Perbaikan Citra Pelayanan Publik
Dedi Prasetyo menekankan bahwa masalah besar ada di sisi SDM Polri. Ia menegaskan reformasi di tubuh Polri tidak bisa hanya bersifat simbolis. Perubahan harus dimulai dari individu, terutama perwira yang ditempatkan di level operasional.
Salah satu hal krusial yang disoroti adalah prosedur rekrutmen. Dedi menyatakan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan evaluasi terhadap proses rekrutmen anggota Polri. Selain itu, Polri kini melibatkan pihak eksternal dalam proses rekrutmen untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas.
Isu kinerja Polri ini tidak hanya soal evaluasi internal, tetapi juga terkait dengan kualitas pelayanan publik dan penegakan hukum. Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat (dumas) dan riset internal, ada 11 permasalahan besar yang masih menghantui citra Polri, termasuk kekerasan aparat, pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, hingga penggunaan kekuatan berlebihan.
Fokus Perbaikan di Tingkat Wilayah
Dedi menyebutkan bahwa sebagian besar persoalan berada di tingkat wilayah atau daerah. Berdasarkan analisis internal Polri, 62 persen permasalahan berasal dari tingkat wilayah (Polsek/Polres), sementara 30 persen berasal dari Mabes Polri.
Pengakuan Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengenai rendahnya kinerja sebagian besar Kapolsek dan Kapolres menjadi alarm penting bagi institusi Polri. Evaluasi mendalam, perubahan dalam rekrutmen, dan transformasi budaya internal diperlukan agar Polri bisa benar-benar menjadi lembaga profesional, tepercaya, dan berpihak pada publik. Jika perbaikan ini dijalankan dengan konsisten, harapan akan Polri yang lebih modern dan responsif bisa semakin nyata termasuk di wilayah-wilayah seperti Banten.
