Sengketa Ijazah Jokowi Diwarnai Kontroversi Pemusnahan Arsip dan Hilangnya Dokumen UGM

Sengketa Ijazah Jokowi Diwarnai Kontroversi Pemusnahan Arsip dan Hilangnya Dokumen UGM

Sengketa Ijazah Jokowi Diwarnai Kontroversi Pemusnahan Arsip dan Hilangnya Dokumen UGM

Sidang sengketa informasi terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) kembali bergulir di Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Senin (17/11/2025). Sidang yang diajukan oleh kelompok Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi) ini semakin memanas setelah tiga temuan utama yang saling terkait mencuat: pemusnahan cepat arsip pencalonan oleh KPU Surakarta, absennya sejumlah dokumen akademik di Universitas Gadjah Mada (UGM), serta standar administrasi UGM yang dinilai tidak memenuhi standar lembaga publik.

Rangkaian kejanggalan ini memperkuat kontroversi yang mengitari proses sengketa informasi tersebut.

Titik panas pertama terjadi ketika KPU Surakarta mengonfirmasi bahwa arsip pencalonan Jokowi saat maju sebagai Wali Kota Solo telah dimusnahkan. Pernyataan ini langsung memicu interupsi tegas dari Ketua Majelis, Rospita Vici Paulyn, yang mempertanyakan dasar hukum pemusnahan dokumen negara yang dinilai krusial tersebut.

“PKPU nomor berapa yang menyatakan itu dimusnahkan?” tanya Rospita.

Pihak KPU menjawab bahwa dokumen tersebut masuk kategori “arsip musnah” berdasarkan PKPU Nomor 17 Tahun 2023, dengan masa retensi satu tahun aktif dan dua tahun inaktif. Namun, jawaban tersebut justru memperkuat kecurigaan majelis. Rospita mempertanyakan bagaimana dokumen yang berpotensi menjadi objek sengketa dapat dimusnahkan hanya dalam satu tahun, mengingat PKPU acuan baru terbit pada 2023 dan belum melewati tiga tahun retensi minimal pada 2025.

“Saya tidak tahu arsip mana yang satu tahun kemudian dimusnahkan,” ujarnya.

Ketidakjelasan landasan hukum pemusnahan ini membuat majelis KIP menegaskan akan menelusuri lebih jauh prosedur penghancuran arsip tersebut.

Kejanggalan tidak berhenti di KPU Surakarta. UGM mendapat sorotan tajam ketika majelis memeriksa keberadaan arsip akademik Jokowi selama kuliah di Fakultas Kehutanan. Pihak UGM menyatakan bahwa mereka tidak memiliki dokumen Kartu Rencana Studi (KRS) maupun laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atas nama Jokowi. Setelah dilakukan pelacakan internal hingga ke fakultas, dokumen tersebut dinyatakan tidak ditemukan.

“Tidak ada itu. Kami telah mencoba sedemikian rupa,” ujar perwakilan UGM saat ditanya Rospita mengenai KRS.

Hal serupa juga disampaikan ketika ditanya tentang laporan KKN. UGM bahkan mengakui tidak lagi memegang salinan fisik ijazah yang pernah diserahkan ke Polda Metro Jaya dalam perkara sebelumnya. Yang tersisa, menurut mereka, hanyalah salinan digital atau hasil pemindaian berwarna.

Kondisi ini membuat majelis KIP mempertanyakan apakah UGM benar-benar masih menguasai dokumen akademik penting seorang kepala negara. Rospita menegaskan bahwa sidang belum menyentuh soal keterbukaan data pribadi—yang dipersoalkan UGM—melainkan hanya menilai ketersediaan arsip.

“Ada tidak dalam penguasaan UGM?” tegasnya.

Selain persoalan hilangnya dokumen, standar administrasi UGM kembali dipertanyakan ketika majelis menyoroti surat balasan UGM kepada pemohon yang dikirim melalui email pada 14 Agustus. Surat tersebut disebut tidak menggunakan kop resmi UGM dan tidak ditandatangani pejabat pengelola informasi.

“Kenapa tidak menggunakan kop? Ini badan publik. Menjawab permohonan informasi seharusnya memakai surat resmi. Ini bahkan tidak ditandatangani,” kata Rospita.

Rospita menegaskan bahwa pejabat pengelola informasi di UGM memiliki kewenangan administratif berdasarkan SK Rektor, sehingga tidak ada alasan untuk mengirim balasan informal. Tanpa kop, tanpa tanda tangan, dan tanpa kejelasan penanggung jawab, menurutnya jawaban itu tidak memenuhi standar legalitas lembaga publik.

“Surat resmi harus dijawab secara resmi, tidak boleh asal,” ujarnya.

Sidang sengketa informasi ini mempertemukan Bonjowi dengan lima badan publik sekaligus. Hingga persidangan hari itu ditutup, belum ada titik terang yang memuaskan baik soal pemusnahan arsip, keberadaan dokumen akademik, maupun validitas administrasi balasan UGM. KIP menegaskan pemeriksaan akan berlanjut untuk menggali lebih jauh potensi pelanggaran prosedur dan standar transparansi lembaga publik yang kini ikut dipertaruhkan.

Exit mobile version