Liputan6.com – Ekonomi senior dan Guru Besar Universitas Indonesia, Emil Salim mengatakan kata kunci dalam pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Kita pada tahun 2020 ini memasuki tahun bonus demografi sampai tahun 2030 nanti. Intinya adalah bahwa kelompok usia 15 tahun dan 64 tahun menjadi mayoritas penduduk Indonesia, 67 persen penduduk sejak 2020 kedepan menjadi jumlah penduduk terbesar di Indonesia,” kata Emil dalam webinar Kebijakan Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan Strategi Pemulihan Pasca-Pandemi, Rabu (26/8/2020).
Menurutnya usia 15-64 tahun merupakan usia yang produktif. Apalagi bagi penduduk Indonesia yang saat ini berusia 15 tahun, pada 2045 mendatang berusia akan berusia 40 tahunan yang mana usia tersebut dinilai sangat produktif.
Sehingga Pemerintah perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas, agar kedepannya mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam hal pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Maka yang akan tampil ke depan sebagai pemimpin bangsa kita di 2045 adalah teman-teman yang lahir di sekitar tahun 2000 dan mereka yang pada 2015 berusia 15 tahun, mereka menjadi kader-kader penting untuk menjadi pemikir calon pemimpin calon Presiden di 2045,” ujarnya.
Meskipun saat ini ada pandemi covid-19, jangan menyurutkan keinginan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melainkan kondisi saat ini dimanfaatkan untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur teknologi dan komunikasi, serta air bersih bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi penduduk Indonesia Timur.
“Dalam rangka mengatasi covid-19 melalui employment, bisa tidak? pasion kita adalah selamatkan sumber daya manusia untuk tingkatkan kualitas manusia tersebut dari berbagai kerusakan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan,”ujarnya.
Lanjutnya, ia menegaskan kembali dalam kaitan ini dirinya berharap Pemerintah bisa memfokuskan pada sisi sumber daya manusia Indonesia yang sekarang menderita ketertinggalan. Menurutnya apabila pembangunan Indonesia ingin maju pada tahun 2045 maka kuncinya adalah meningkatkan human resources.
Miris, Pekerja di Jawa Barat Paling Banyak Kena Dampak Corona
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengungkapkan Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan tenaga kerja yang terdampak imbas dari Covid-19 paling banyak. Hal tersebut dikatakan Menaker Ida saat memberikan arahan konkret pemulihan ekonomi nasional di bidang ketenagakerjaan di hadapan Kadisnaker Kab/Kota seluruh Jawa Barat, di Bandung, Jawa Barat.
“Tentu dengan kondisi dan tantangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat ini perlu untuk segera ditindaklanjuti sesegera mungkin. Agar kita bisa tekan laju dampak Covid-19 ini kedepannya,” kata dia dalam pernyataannya, Senin (10/8).
Menurut data yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan dengan bantuan dari Disnaker Pemda setempat, hingga 31 Juli 2020, pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 di Provinsi Jawa Barat mencapai lebih dari 342.772 orang pekerja.
Sedangkan, secara nasional hingga 31 Juli 2020, total pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, data yang sudah di-cleansing oleh kemnaker dengan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2.146.667 orang (yang terdata by name by address).
“Data yang sudah cleansing tersebut terdiri dari pekerja formal yang dirumahkan mencapai 1.132.117 orang dan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 383.645 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak mencapai 630.905 orang,” jelasnya.
Untuk itu, Ida menyebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait mitigasi dampak pandemi di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional berupaya meringankan beban pekerja ter-PHK melalui berbagai stimulus, termasuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi para korban PHK, Kartu Prakerja, program padat karya, dan kewirausahaan untuk penyerapan tenaga kerja yang terdampak pandemi.
Sementara itu Kadisnakertrans Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, mengungkapkan bahwa kondisi ketenagakerjaan yang ada di Jawa Barat saat ini tingkat angka pengangguran terbuka di Jawa Barat masih cukup tinggi. Ditambah lagi, masih tingginya angka disparitas UMK ditingkat Kabupaten/Kota, yang berdampak pada minimnya produktivitas dan daya saing keterampilan yang ada di Jawa Barat.
Tentu Kami di provinsi meminta bantuan arahan dari pusat dan Bu Menteri agar sarana dan prasarana pelatihan di Jawa Barat dan permasalahan lainnya dapat diatasi dengan baik,” ungkap Taufik.