Jakarta – Korlantas Polri didorong untuk menerapkan pendekatan yang lebih tegas, namun tetap edukatif dan humanis, dalam menertibkan pelanggaran lalu lintas, terutama yang melibatkan warga negara asing (WNA) di daerah wisata seperti Bali. Selain itu, Korlantas juga diminta menyiapkan jalur-jalur alternatif untuk mengantisipasi bencana banjir saat musim hujan.
Dorongan ini disampaikan oleh Irjen Pol. (Purn.) Drs. H. Machfud Arifin, S.H., Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kakorlantas Polri.
Machfud Arifin menyoroti fenomena ketertiban lalu lintas di Bali yang dinilai masih jauh dari harapan, bahkan terkesan membiarkan pelanggaran oleh WNA dengan alasan pariwisata. Ia khawatir hal ini justru tidak mencerminkan kepribadian dan budaya bangsa Indonesia.
“Kita lihat di Bali, ketertiban lalu lintas masih sangat jauh, Pak. Tolong jangan malah kita ini terpengaruh. Kalau kita di Bali kita lihat, ini Polisi ada tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa melakukan tindakan terhadap pelaku-pelaku pelanggaran. Enggak pakai baju, enggak pakai helm,” tegas Machfud.
Ia menekankan bahwa penertiban harus dilakukan untuk menegakkan hukum, namun pelaksanaannya harus tetap mengedepankan pendekatan humanis dan edukatif.
“Tolong ini juga menjadi perhatian, supaya tidak justru kita tidak bisa menunjukkan kepribadian bangsa kita. Terpengaruh dari pihak yang ini karena alasan wisata. Tapi dengan cara yang humanis itu silakan.”
Mantan Kapolda Jawa Timur ini juga menyoroti aspek kesiapan yang belum dipaparkan secara rinci oleh Korlantas, yakni mengenai antisipasi dan penyediaan jalur alternatif darurat bencana, terutama di musim hujan yang tidak menentu.
“Situasi pada saat sekarang ini kan musim hujan yang cuaca yang tidak menentu. Ini tidak ada alternatif jalan-jalan yang harus disiapkan untuk menghadapi bencana,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus banjir yang kerap melumpuhkan akses tol, seperti jalur Jakarta-Serang. Machfud mendesak Korlantas agar segera menyiapkan rencana alternatif agar arus lalu lintas, seperti dari Lampung menuju Jakarta atau sebaliknya, tidak terputus total.
Terkait kebijakan bahwa penegakan hukum adalah tindakan terakhir dalam lalu lintas, Machfud mengingatkan agar hal ini tidak menciptakan kesan Polantas tidak berdaya atau membiarkan pelanggaran yang jelas-jelas ada di depan mata.
Ia mencontohkan banyak pelanggaran di Jakarta yang dibiarkan, mulai dari penggunaan jalur pejalan kaki untuk parkir hingga kendaraan yang memotong jalur.
“Jangan kesan kita tidak berdaya. Bahkan tidak melakukan tindakan apapun, membiarkan. Ujungnya dianggap tidak berdaya,” katanya, menekankan pentingnya edukasi sekaligus penindakan tegas untuk mengembalikan fungsi jalan dan trotoar.
Dalam konteks pengamanan Nataru, Machfud Arifin menyoroti potensi kerawanan penyelundupan barang terlarang. Ia mengingatkan kejadian penemuan narkoba dalam jumlah besar menyusul kecelakaan lalu lintas (laka lantas) di Lampung beberapa minggu sebelumnya.
Oleh karena itu, ia mendorong Korlantas untuk memperkuat sinergi dengan pihak terkait. Lebih lanjut, ia mengusulkan adanya penghargaan khusus bagi anggota Polantas yang proaktif dan berhasil mengungkap tindak kejahatan lain, seperti jambret atau kasus narkoba, di tengah tugas rutin mereka.
Di awal RDP, Machfud Arifin juga menyampaikan catatan mengenai keterwakilan perempuan dalam posisi strategis. Ia berharap Kakorlantas dapat mengusulkan Polwan untuk menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) di daerah.
“Saya melihat begitu banyaknya Dirlantas yang hadir pada siang hari ini, tapi satu orang pun tidak ada yang Polwan-nya ini. Tolong Pak Kakorlantas diusulkanlah, satu dua orang itu Polwan untuk bisa tampil menjadi Dirlantas,” pungkasnya.











