Kumparan.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja di tengah penolakan dari berbagai kalangan pekerja/buruh. Aturan sapu jagat tersebut digadang-gadang dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memangkas sejumlah regulasi.
DPR maupun pemerintah secara maraton membahas beleid tersebut di tengah pandemi COVID-19. Rapat sering kali dilakukan di akhir pekan, bahkan hingga larut malam.
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan sajikan fakta-fakta mengenai Omnibus Law Cipta Kerja:
Rapat RUU Cipta Kerja Dikebut dalam 64 Kali Rapat
DPR menjadi sangat rajin saat membahas RUU Cipta Kerja. Pandemi bukan lagi penghalang untuk mereka mempercepat pengesahan Cipta Kerja.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan sebanyak 64 kali pertemuan, yang terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin).
“Baleg bersama pemerintah dan dewan legislatif telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali, 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja dan 6 kali rapat Timus Timsin. Yang dilakukan mulai hari Senin sampai Minggu, dari pagi sampai malam bahkan reses pun tetap melakukan rapat baik di dalam gedung maupun di luar,” ungkap Supratman dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10).
Supratman menjelaskan RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang disusun dengan menggunakan metode Omnibus Law yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Sehingga pengesahan RUU ini berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 undang-undang terkait, dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah.
Menurut Supratman, pembahasan dilakukan secara intensif dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Adapun pembahasan dimulai dari tanggal 20 April sampai dengan 3 Oktober 2020. Dalam perjalanannya ada 7 undang-undang yang akhirnya dikeluarkan dari RUU.
“Terdapat 7 undang-undang dari rancangan undang-undang Cipta kerja, yang pertama UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” ujar Supratman.
Rapat Paripurna DPR Mendadak Dimajukan
DPR RI melakukan Rapat Paripurna mendadak di awal pekan ini. Bahkan di agenda DPR RI pada Senin (5/10) pagi pun tak ada Rapat Paripurna.
Sebelumnya, Rapat Paripurna sudah dijadwalkan pada Kamis, 8 Oktober 2020. Namun pada Senin (5/10) siang, para awak media dikejutkan dengan agenda Rapat Paripurna pada hari itu juga pukul 14.00 WIB.
Sebelum Rapat Paripurna, Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi pun mendapatkan undangan untuk mengadakan rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin (5/10) pukul 12.30 WIB.
Tak ada penjelasan dari pihak DPR mengapa agenda tersebut dipercepat secara mendadak.
Beberapa hari sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sejumlah pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.
Mogok nasional rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, mogok nasional ini akan menyetop produksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota.
Serikat Buruh Dipanggil Jokowi
Jelang pengesahan RUU Cipta Kerja, perwakilan serikat buruh mendatangi Istana Kepresidenan, Jakarta.
Mereka yang hadir adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Pertemuan ini berlangsung, menjelang pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR.
Andi Gani dan Said Iqbal terlihat hadir di Kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 13.45 WIB. Mereka kemudian dijemput dengan mobil golf dan masuk ke kawasan dalam Istana lewat jalur samping. Tak banyak penjelasan yang diungkapkan keduanya.
Hanya saja, Andi Gani Nena Wea menyatakan bahwa mereka dihubungi untuk bertemu Presiden Jokowi semalam.
“Tadi malam (dihubungi),” kata Andi kepada awak media.
Rapat Paripurna Diwarnai Adu Mulut
Agenda Rapat Paripurna DPR RI itu dijadwalkan pada Senin (5/10) pukul 15.00 WIB. Rapat itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja masuk dalam agenda kelima. Namun lagi-lagi diwarnai kejutan, di tengah rapat berlangsung, DPR memutuskan agenda pengesahan RUU Cipta Kerja ini dimajukan menjadi agenda kedua. Alasannya karena seluruh perwakilan pemerintah telah hadir tepat waktu dalam Ruang Rapat Paripurna DPR RI.
Mulanya, rapat berjalan lancar. Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas membacakan hasil kesepakatan dalam Bamus siang itu, yakni 6 fraksi menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja, 1 fraksi menerima dengan catatan, dan dua fraksi menolak.
Namun usai Supratman membacakan hasil Bamus tersebut, interupsi diajukan oleh Anggota Fraksi Demokrat, Benny Kabur Harman.
“Kita tahu majority kehendaki keinginan penguasa untuk disahkan. Tapi kami mau sampaikan sikap kami. Supaya publik tahu penolakan kami,” kata Benny.
Pandangan Benny juga dikuatkan oleh Anggota Partai Demokrat lainnya yaitu Marwan Cik Asan yang mengungkapkan pembahasan RUU Cipta Kerja yang terlalu cepat dan buru-buru sehingga pembahasan pasal per pasal tidak mendalam.
“RUU Cipta Kerja harus bersifat jangka panjang,” tegasnya.
Setelah semua fraksi menyampaikan pandangannya, Demokrat kembali menegaskan penolakan mereka. Benny kemudian menginterupsi agenda selanjutnya yaitu pandangan dari pemerintah. Benny bermaksud memperjelas pandangan fraksinya. Namun permintaan Benny untuk bicara ditolak oleh pimpinan rapat Aziz.
Tak diberi kesempatan untuk bicara, maka Benny menegaskan bahwa Partai Demokrat memutuskan untuk walk out dari rapat paripurna. “Kalau begitu Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab … ,” tegas Benny yang kemudian suaranya hilang akibat mikrofon yang terputus.
Tak lama dari adu mulut tersebut, Azis pun langsung mengetok palu pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
“Berdasarkan fraksi, 6 menerima, 1 menerima dengan catatan, dan 2 menolak. Mengacu pada Pasal 164, maka pimpinan dapat mengambil pandangan fraksi. Sepakat? Tok!” tegas Azis.
Tak Hapus Cuti Haid dan Hamil
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjamin UU Cipta Kerja tidak akan menghilangkan hak perempuan dalam bekerja. Airlangga menegaskan bahwa cuti haid dan cuti melahirkan tetap berlaku sesuai yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU yang sudah ada.
“Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” kata Airlangga
Korban PHK Akan Diberi Uang Sambil Cari Kerja
Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah akan memberikan jaminan kehilangan pekerjaan. Sehingga para pekerja yang terkena PHK tetap dapat diberikan perlindungan selama beberapa waktu.
“Program jaminan kehilangan pekerjaan yang memberikan manfaat yaitu cash benefit, uang tunai dan pelatihan untuk upgrading maupun re-skilling akses informasi pasar tenaga kerja,” kata Airlangga.
Dia memastikan korban PHK akan mendapatkan perlindungan tersebut hingga batas waktu tertentu, sambil mencari pekerjaan baru. Namun, tak disebutkan secara spesifik batasan waktunya.
“Dengan demikian, bagi pekerja atau buruh yang mengalami PHK tetap terlindungi dalam jangka waktu tertentu sambil mencari pekerjaan baru yang lebih sesuai,” katanya.
Aturan jaminan kehilangan pekerjaan itu tertuang dalam klaster ketenagakerjaan Bagian Ketujuh Pasal 46A. Program jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek.
“Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan,” tulis Pasal 46A ayat 1 beleid tersebut.
Meski demikian, tak semua pekerja bisa mendapatkan jaminan tersebut. Hanya pekerja yang telah membayar iuran di BPJamsostek yang akan memperoleh jaminan.
Sumber pendanaan jaminan kehilangan pekerjaan berasal dari modal awal pemerintah; rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
“Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah setiap orang yang telah membayar iuran,” tulis Pasal 46C UU Cipta Kerja.